Selasa, 30 Desember 2014

Ngaji Sejarah dan Film sebagai Strategi Kebudayaan Bangsa

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU menggelar diskusi publik dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-91 Nahdlatul Ulama di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (30/1).

Pada sesi pertama pukul 09.00-12.00 WIB, tema yang diangkat adalah “Ngaji Sejarah” dengan pembicara Hilmar Farid, KH Agus Sunyoto, dan Seno Gumira Adjidarma, Tino Saroengallo, dan Noe Letto.

Ngaji Sejarah dan Film sebagai Strategi Kebudayaan Bangsa (Sumber Gambar : Nu Online)
Ngaji Sejarah dan Film sebagai Strategi Kebudayaan Bangsa (Sumber Gambar : Nu Online)

Ngaji Sejarah dan Film sebagai Strategi Kebudayaan Bangsa

Sementara pada kesempatan sesi kedua mengangkat ? tema “Ngaji Sinema” dengan menghadirkan pembicara Ifa Isfansyah, Dhiara Fasya, dan D. Rudy Heryanto.

Pada sesi kedua itu, Ifa Isfansyah sebagai pembicara pertama menyampaikan perjalanan awalnya menggeluti dunia perfilman. “Saya memulai dan berproses di Kota Yogyakarta sampai sekarang. Saya aktif menyutradarai film layar lebar bersama komunitas saya di Yogya,” ujarnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sampai beberapa tahun di Yogya, ia sadar bahwa harus berinisiatif melakukan aktivitas lain yang tidak hanya terbatas pada produksi film. “Ada situasi bahwa film bukan hanya aktivitas produksi saja. Film butuh ditonton, didistribusikan, dan diapresiasi,” jelas pria yang waktu kecil tidak berencana jadi sutradara tersebut.

Sementara D. Rudi Heriyanto mengatakan bahwa film dokumenter itu mengajarkan tentang realitas, tentang drama, dan dengan film dokumenter bisa mengenalkan keragaman Indonesia juga.

Menurutnya, film adalah hasil dari berorganisasi. Film maker adalah organisator, sementara film making adalah pengejawantahan dari berorganisasi itu sendiri.

Lebih lanjut ia menuturkan, ketika perfilman yang baik itu membangun suatu masyarakat yang baik dalam berorganisasi maka terkait dengan kebudayaan, dengan film kita membutuhkan organisasi yang baik.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Pengorganisasian yang baik dan manusia-manusia yang memantapkan kehendaknya pada arah kebijakan kebudayaan untuk tujuan yang kita sepakati bersama,” tambahnya.

Ia juga mengatakan secara yakin tentang keberadaan Lesbumi dalam peran membangkitkan dunia perfilman. “Saya yakin kebangkitan sinema bisa dimulai di Lesbumi,” ujarnya.

Menurutnya, film merupakan salah satu bagian dari strategi kebudayaan suatu bangsa atau negara untuk memberikan penguatan argumentasi politik kebudayaan.?

Ia mencontohkan, bagaimana Korea Selatan memiliki strategi kebudayaan yang punya relasi kuat. Film dengan destinasi, dengan kebudayan, bahkan mereka bisa men-direct selera anak-anak remaja sekarang seperti budaya K-Pop.?

“Itu tidak tiba-tiba, tapi dirumuskan oleh budayawan, oleh film makernya, oleh penari-penarinya, dan juga didukung oleh pemerintah dan negara untuk menjadi sebuah roket kebudayaan,” pungkasnya. (Husni Sahal/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 28 Desember 2014

PMII Kota Pontianak Laksanakan Konfercab ke-2O

Pontianak, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. PC PMII Kota Pontianak akan melaksanakan Sarasehan Alumni & Konfercab XX, menurut informasi ketua panitia pelaksana Rahmatul Fitra, kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 18 - 20 Mei 2012 di aula KNPI Kalimantan Barat.

Acara konferensi ini menjadi keharusan untuk dilaksanakan oleh setiap kepengurusan cabang ketika masa jabatanya berakhir. Kegiatan Konfercab tahun ini akan dirangkai dengan berbagai kegiatan, yaitu Lomba baca kitab kuning tingkat pesantren se kota Pontianak, aksi sosial donor darah yang sudah dilaksankan hari ini ( 10 Mei 2012 ), bakti sosial,  dialog publik dan sarasehan alumni.

PMII Kota Pontianak Laksanakan Konfercab ke-2O (Sumber Gambar : Nu Online)
PMII Kota Pontianak Laksanakan Konfercab ke-2O (Sumber Gambar : Nu Online)

PMII Kota Pontianak Laksanakan Konfercab ke-2O

Sementara munurut suryadi, ketua yang akan dimisioner rangkaian kegiatan konfrensi tahun ini ingin menunjukan bahwa PMII juga peduli dengan kondisi sosial dan juga lingkungan sekitar, bukan cuma bisa aksi jalanan saja yang akhir-akhir ini melekat di kalangan warga pergerakan serta mencoba membiasakan kembali sahabat - sahabat PMII dengan pondok pesantren. Ia berharap kegiatan konfrensi cabang tahun ini berjalan lancar dan tertib.  

Redaktur    : Mukafi Niam

Kontributor: Yadi

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Aswaja, Pahlawan, IMNU PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 24 Desember 2014

Qurban untuk Peningkatan Kualitas Iman

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam rangka merayakan hari raya Idul Adha 1428 H yang akan jatuh pada hari Kamis, 20 Desember 2007, PBNU berharap peristiwa Idul Adha diresapi dan direfleksikan bukan sekedar menyembelih hewan kurban dan takbir beramai-ramai.

Wakil Rais Aam PBNU KH Tolhah Hasan berharap agar pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ismail dan Siti Hajar dapat dijadikan pelajaran kepada umat Islam untuk terus meningkatkan kualitas iman.

 

Qurban untuk Peningkatan Kualitas Iman (Sumber Gambar : Nu Online)
Qurban untuk Peningkatan Kualitas Iman (Sumber Gambar : Nu Online)

Qurban untuk Peningkatan Kualitas Iman

“Iman tidak begitu jadi terus langsung baik, membutuhkan satu usaha agar supaya terjadi peningkatan iman yang akhirnya dapat mempengaruhi perilaku dan ketabahan dalam menghadapi persoalan serta memiliki kesabaran dalam menyelesaikan tugas yang kita lakukan,” katanya kepada PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (18/12).

Selain itu, PBNU berharap agar warga NU juga bisa berkorban yang lebih besar juga lebih banyak yang bermanfaat bagi orang banyak ditengah-tengah berbagai persoalan umat dan bangsa yang tak kunjung selesai.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Kita dianjurkan untuk berkurban bagi yang mampu, kita harus memberikan daging bagi yang butuh. Namun kita juga butuh pengorbanan yang lebih besar dan lebih banyak agar hasilnya bisa dirasakan orang banyak seperti dalam kehidupan sosial, dunia pendidikan, pembinaan ummat dan pemberdayaannya, serta hal-hal yang menyangkut apa-saja yang memberi dampak positif dan manfaat bagi ummat,” tuturnya

Dikatakan oleh Mantan Menteri Agama ini, dalam menjalani hidup, manusia akan selalu menghadapi masalah, namun semuanya harus harus dihadapi dengan penuh rasa tanggung jawab.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Semua tugas, perjuangan dan cita-cita luhur membutuhkan pengorbanan, tetapi jangan sampai pengorbanan yang sia-sia. Pengorbanan harus sesuai dengan kualitas dan besarnya masalah yang kita hadapi, jangan sampai berkorban tak jelas untuk apa dan untuk siapa,” imbuhnya.

Mantan Rektor Unisma Malang ini menuturkan saat ini masyarakat seringkali dituntut untuk berkorban, namun pengorbanan dan penderitaan besar tersebut malah sia-sia karena tak memberi manfaat untuk dirinya dan untuk anak keturunannya. (mkf)



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pendidikan, Nahdlatul, Habib PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 23 Desember 2014

Kotekan Lesung hingga Seribu Bendera di Puncak Lawu

Solo, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Beragam cara dilakukan masyarakat Solo dan sekitarnya dalam merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-68 Republik Indonesia.

Kotekan Lesung hingga Seribu Bendera di Puncak Lawu (Sumber Gambar : Nu Online)
Kotekan Lesung hingga Seribu Bendera di Puncak Lawu (Sumber Gambar : Nu Online)

Kotekan Lesung hingga Seribu Bendera di Puncak Lawu

Di Wonogiri, warga memeriahkan pitulasan sekaligus melestarikan seni tradisi. Warga Desa Pokoh Kidul, Kecamatan Kota Wonogiri, menggelar lomba tradisional berupa Kothekan Lesung, Ahad (18/8).

Peserta lomba Kothekan Lesung seluruhnya perempuan. Mereka bersemangat menyanyikan lagu sambil memukulkan alu ke badan lesung dengan membuat irama tertentu. Persis seperti perempuan jaman dahulu ketika tengah menumbuk padi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menurut Wuryatno, Kepala Desa Pokoh Kidul, ada filosofi tinggi dalam seni tradisi Kothekan Lesung. Yakni, kerja keras penuh semangat dengan saling membantu antar sesama demi meraih tujuan yang diinginkan. Sehingga, dia menyebut kesenian kothekan itu perlu dilestarikan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Memang keberadaan lesung dan alu untuk menumbuk padi sudah tergantikan mesin penggiling. Tapi, melihat filosofi tinggi di dalamnya, perlu kita lestarikan. Pastinya dalam bingkai seni tradisi dan budaya, ” kata Wuryatno.

Ada 13 kelompok Kothekan Lesung perwakilan seluruh dusun yang ambil bagian dalam lomba pitulasan tersebut. Diterangkan dia, bukan soal menang kalah dalam lomba itu, melainkan semangat mencintai tradisi. Terlebih seluruh peserta, baik yang menang maupun kalah menerima hadiah berupa peralatan masak.

“Selain lomba Kothekan Lesung, ada lomba jalan sehat, voli, bulu tangkis, dan klenengan (karawitan). Khusus tahun ini kami pusatkan di lapangan Dusun Gudang. Tahun depan berpindah ke dusun lainnya, demikian seterusnya,” beber Wuryatno.

Seribu Bendera

Sedangkan sebagian warga memilih memperingati Hari Kemerdekaan di Puncak Lawu. Mereka terdiri dari para pendaki dari luar kota dan masyarakat sekitar lereng Lawu.

Sabtu (17/8/) pukul 09.00 WIB itu, ratusan orang pendaki yang membentuk barisan rapi itu melantunkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di Telaga Kuning, Puncak Gunung Lawu, Hargo Dumilah.

Di tengah-tengah barisan tersebut. Sebuah tiang bendera yang ditegakkan dikelilingi oleh ratusan bendera kain merah putih ukuran mini. Di belakang barisan itu, ratusan bendera lainnya dipasang sejajar menjadi back ground barisan.

“Pengibaran 1.000 bendera ini untuk memeriahkan HUT ke-68 RI dan mendongkrak jiwa nasionalisme para pemuda,” terang salah satu pendaki, Nur Rizki.

Sehari sebelumnya, mereka juga melepas sebanyak 120 ekor burung jenis Cucak Jawa dan Kutilang dilepas di pos induk pendakian Cemoro Kandang. Hal itu menyusul berkurangnya jumlah populasi burung di Gunung Lawu sejak beberapa tahun terakhir. 

Redaktur    : A. Khoirul Anam

Kontributor: Ajie Najmuddin

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah AlaNu, Internasional, Amalan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 17 Desember 2014

GP Ansor Wonogiri Siapkan Kader Tanggap Bencana

Wonogiri, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Bencana alam seringkali terjadi tanpa dapat diprediksi. Terkadang peristiwa itu merenggut korban nyawa yang tidak sedikit. Meski demikian, langkah antisipasi untuk meminimalisasi jatuhnya korban perlu dilakukan. Inilah yang dilakukan GP Ansor Wonogiri.

Pimpinan Cabang GP Ansor Wonogiri melakukan kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Khusus (Diklatsus) Banser Tanggap Bencana (Bagana) di Tengger Puhpelem Wonogiri, selama dua hari, Jumat-Sabtu (18-19/3).

GP Ansor Wonogiri Siapkan Kader Tanggap Bencana (Sumber Gambar : Nu Online)
GP Ansor Wonogiri Siapkan Kader Tanggap Bencana (Sumber Gambar : Nu Online)

GP Ansor Wonogiri Siapkan Kader Tanggap Bencana

Panitia kegiatan Komarudin menjelaskan, Diklatsus Bagana di Wonogiri yang diikuti sekitar 72 peserta ini penting sebagai salah satu bagian dari proses kaderisasi.

“Dari pelatihan ini, kita ingin Banser semakin dekat kepada masyarakat terlebih ketika terjadi bencana alam kita menjadi lebih tanggap dan siap,” terang Komar yang juga membidangi kaderisasi GP Ansor Wonogiri.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Para peserta mendapatkan berbagai materi antara lain kemampuan medis dasar, SAR, mentalitas, manajemen penganggulangan bencana, dan simulasi bencana.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pantauan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tampak hadir pada pembukaan perwakilan dari Polsek Puhpelem. Perwakilan Polsek ini merespon positif kegiatan Diklatsus Bagana mengingat daerah Wonogiri antara lain Puhpelem, Bulukerto, dan Kismantoro termasuk wilayah yang rawan terjadi bencana alam longsor. (Ajie Najmuddin/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pesantren, Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 15 Desember 2014

Urgensi Lembaga Kader Fuqaha

KH MA Sahal Mahfudh. --Isu krisis ulama fiqih sering membuat kita berpikir, meski hal itu hanya sebagai sinyalemen. Di satu pihak, sinyalemen itu sebagai isu cenderung kita ingkari, karena ia memberi citra negatif tentang fenomena kekosongan pemuka agama. Mungkin akan muncul kekhawatiran berlebihan, yang dapat menimbulkan keputusasaan dan sikap pesimis di kalangan umat terhadap gejala kekosongan ulama, sehingga akan mendorong persiapan sedini mungkin.

Pembicaraan kali ini menyangkut ulama. Tidak sembarang orang boleh dan mampu memberikan kriteria ulama, karena ia memiliki nilai lebih yang sering kali tidak dapat dijangkau oleh keawaman umat. Saya hanya menggunakan kriteria dan batasan ulama menurut al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin yang menyebutkan, ulama adalah seorang yang rajin beribadah, zuhud, alim dalam berbagai bidang ilmu, khususnya ilmu-ilmu ukhrawi, senantiasa ikhlas karena Allah dan faqih dalam segala aspek kemaslahatan umat.

Urgensi Lembaga Kader Fuqaha (Sumber Gambar : Nu Online)
Urgensi Lembaga Kader Fuqaha (Sumber Gambar : Nu Online)

Urgensi Lembaga Kader Fuqaha

Dari kriteria itu, yang seringkali tidak dipahami secara benar adalah sebutan “faqih" bagi ulama. Ada dua pengertian yang hampir sama, yakni faqih dan mutafaqqih. Faqih secara harfiah berarti seorang yang alim fiqih. Sementara mutafaqqih adalah orang yang menguasai fiqih. Kedudukan faqih berada di atas mutafaqqih, karena di dalam mengkaji masalah-masalah fiqih seorang faqih tidak hanya memahami teks-teks kodifikasi fiqih yang sudah matang, akan tetapi juga melalui kajian-kajian suplementer, seperti ushul al-fiqh, qowaid al-fiqh, ishtilah al-fuqaha dan lain sebagainya. Sedangkan mutafaqqih adaiah seorang yang hanya menguasai masalah-masalah yang telah terbukukan dalam kitab fiqih yang ada.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

***

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mengapa isu krisis ulama muncul? Barangkali melalui tarikan garis historis yang panjang kita akan dapat menyimak munculnya isu itu. Semenjak beberapa abad yang lalu, konsep fiqih yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Indonesia sempat menjadi sumber ni1ai. Fiqih tidak saja berlaku sebagai norma yang berwatak legalistik, tapi juga mewarnai sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan sebagian konsep tersebut telah dianggap sebagai subkultur yang telah menyatu dengan kehidupan yang ada.

Kecenderungan seperti ini sebagai hasil nyata dari kemampuan para ulama yang telah mencoba memasyarakatkan fiqih, dengan pendekatan kultural sedemikian rupa, sehingga perubahan budaya dengan nilai-nilai Islami dari ajaran fiqih berjalan beriringan begitu mulus tanpa menimbulkan kerawanan yang berarti. Secara konvensional, ajaran-ajaran fiqih itu dimodifikasi oleh para ulama sedemikian rupa sesuai dengan tradisi yang ada pada zamannya.

Membicarakan masalah ulama, konsep-konsep dan keadaan masyarakat yang berbudaya fiqih tentu tidak mungkin lepas dari membicarakan eksistensi pesantren yang telah memberikan kontribusi paling besar bagi pembudayaan fiqih itu sendiri. Sejak berdirinya, pesantren merupakan lembaga tafaqquh fiddin (memahami agama) yang begitu kuat, mengakar dan sekaligus diterima oleh masyarakat pada zamannya. Lembaga ini memang lahir di tengah-tengah masyarakat kelas bawah, sehingga warna konvensional sangat pekat tampak dalam sikap, langkah dan pemikiran pesantren.

Namun justru berangkat dari kesederhanaan demikian, pesantren menjadi lebih mudah mengakomodasikan nilai-nilai fiqih ke dalam kehidupan yang ada. Bagaimanapun, masyarakat lebih suka menerima hal-hal yang tidak terlalu asing, aneh, dan berkesan baru serta modern bagi segala aspek perilaku kehidupannya. Masyarakat pada masa itu cenderung menolak apa saja datang dari penjajah, tentu saja bercorak modern, baru dan asing. Hal ini malah semakin mendukung langkah pesantren dalam mengkonsumsikan ajaran-ajaran fiqih.

Sebagai lembaga tafaqquh fiddin, pesantren membekali para santrinya dengan ilmu-ilmu yang bermuara pada pendalaman masa’il diniyah (masalah-masalah agama). Ilmu-ilmu fiqih paling kuat mempunyai manfaat dalam hal itu, karenanya pesantren menjadi getol mengkajinya ketimbang ilmu-ilmu yang lain, meski tidak berarti meninggalkannya. Kekentalan eksistensi pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin berjalan beberapa abad lamanya sampai suatu saat ketika pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan bentuk pendidikan baru yang benama sekolah, untuk mengimbangi pengaruh pesantren.

Perubahan pun tak terelakkan lagi. Pesantren juga mengimbangi sistem klasikal yang dimiliki oleh sekolah dengan mendirikan lembaga pendidikan dalam pesantren yang bertitel madrasah, yang secara harfiah adalah terjemahan dari sekolah.

Pada mulanya, pesantren dengan madrasahnya itu, meski wilayah garapannya bertambah akan tetapi justru semakin memantapkan eksistensinya di tengah masyarakat. Madrasah sebagai wujud pengembangan pesantren, juga tetap menitikberatkan tafaqquh fiddin sebagai garapan utamanya. Hanya saja, sistem dan metodenya berbeda dengan pesantren tradisional (salaf). Madrasah-madrasah pesantren pada waktu itu belum mengenal sertifikasi bagi setiap lulusannya dan juga akreditasi sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan lain.

Baru ketika mulai diperkenalkan pendidikan guru agama oleh pemerintah yang diikuti dengan pengangkatan guru negeri dengan gaji tetap, maka mulai tampak pergeseran nilai-nilai ikhlas, dari menuntut ilmu li wajhillah menjadi karena ijasah. Dampaknya, eksistensi pesantren menjadi kabur, bahkan hilang identitasnya secara perlahan.

Fenomena pergeseran nilai semacam itu tidak bisa semata-mata diartikan sebagai kemunduran pesantren secara total. Sampai saat ini masih cukup banyak ditemukan pesantren tradisional, baik di Jawa maupun luar Jawa, meski profilnya tentu saja tidak seperti yang ada pada tahun 60-an ke belakang, di mana para alumnus pesantren masih dapat digolongkan sebagai mutafaqqih. Pergeseran tersebut hanya merupakan kasus secara individual, yang menimpa para insan pesantren dan bukan secara kolektif.

***

Lalu di mana letak krisis ulama terjadi? Kembali kepada kriteria al-Ghazali tentang ulama yang representatif dan mumpuni, maka kita bisa melihat dan menyimak nilai-nilai ikhlas telah tercederai oleh faktor-faktor eksternal. Produk yang lahir dari kaburnya orientasi itu adalah alumnus-alumnus pesantren yang kurang representatif untuk disebut ulama. Memang, kita tidak bisa mengambinghitamkan begitu saja terhadap faktor-faktor eksternal.

Kita tidak boleh menutup mata terhadap berkurangya animo santri sekarang ini untuk menggali kitab kuning secara baik dan benar. Bahkan ada beberapa pihak yang mencoba mencari jalan pintas di dalam mengkaji ilmu-ilmu agama dengan jalur penterjemahan kitab-kitab kuning, yang tentu saja tidak akan bisa sama persis dengan aslinya. Ini tidak kecil efek negatifnya, apalagi bagi orang yang telah berkecimpung lama di dunia pesantren. Ada reduksi dan kemerosotan yang sangat terasa, sebagai kesenjangan yang kentara dan tidak mustahil akan berubah menjadi satu-satunya momok bagi perjalanan pesantren.

Isu krisis ulama agaknya pernah coba dihadapi dan ditanggulangi oleh beberapa pihak, khususnya oleh pemerintah. Lebih dari setengah dasawarsa yang lalu, ada semacam langkah untuk mengisi posisi ulama dalam kehidupan yang semakin menuntut peran ulama lebih besar lagi. Meskipun banyak pihak yang kurang sependapat dengan isu kekosongan ulama, akan tetapi jumlah kuantitas umat yang kian bertambah, tentu tidak akan cukup hanya dihadapi dengan jumlah pemuka agama yang masih bisa dihitung dengan jari. Akan tetapi langkah tersebut ternyata tidak efektif, bahkan menimbulkan kesan akan menggeser posisi sentral ulama sebagai legitimator masalah-masalah fiqhiyah.

Gambaran situasi di atas sebagai kenyataan dan tantangan serius bagi para ulama dan pesantrennya, sekaligus merupakan dorongan yang kuat terhadap kebutuhan adanya lembaga kader fuqaha (ahli-ahli fiqih) yang rapih dengan manajemen dan pendanaan yang memadahi.

Kebutuhan dan urgensi akan lembaga ini pernah muncul dan dibahas dalam sebuah forum ulama pada sekitar tiga tahun lalu. Waktu itu, alhamdulillah sambutan para ulama cukup positif. Saya beserta para ulama pengasuh pesantren yang hadir mencoba memformulasikan lembaga yang ideal bagi penempaan kader-kader fuqoha yang alami, zuhud dan ikhlas itu.Alhamdulillah pula, gaung yanada terus bersambut. Pihak-pihak yang merasa terkait kemudian mencoba untuk berpartisipasi. Sebagai contoh, lahirlah madrasah aliyah program khusus yang diprakarsai Departemen Agama. Namun tentu saja hal itu masih belum mencukupi kebutuhan. Kita masih menanti uluran tangan dan partisipasi penuh dari umat sekalian.

*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS). Pernah dimuat Suara Merdeka, 19 Juni 1992.

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kajian Sunnah, Berita, PonPes PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 13 Desember 2014

KMNU UI Siap Jadi Tuan Rumah Musyawarah Regional

Depok, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Universitas Indonesia (UI) siap jadi tuan rumah dalam agenda Musyawarah Regional yang akan dihadiri oleh delapan perguruan tinggi. Kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan pada Sabtu (5/3) mendatang di Aula Setyaningrum, Pusat Kegiatan Mahasiswa UI.

Ketua KMNU UI Nurul Fauzi menyatakan Musyawarah Regional akan diikuti oleh IIUM, UNILA, UNPAD, ITB, UPI, UI, STAN, IPB dengan agenda laporan pertanggungjawaban dan reorganisasi kepengurusan.

KMNU UI Siap Jadi Tuan Rumah Musyawarah Regional (Sumber Gambar : Nu Online)
KMNU UI Siap Jadi Tuan Rumah Musyawarah Regional (Sumber Gambar : Nu Online)

KMNU UI Siap Jadi Tuan Rumah Musyawarah Regional

Ia memaparkan, Musyawarah Regional bertujuan untuk menguatkan perjuangan NU di kampus-kampus besar, agar nilai Ahlussunnah Waljamaah An Nahdliyyah dapat dilestarikan di kalangan generasi muda.

"Ya, tentunya agenda ini menjadi penting khususnya untuk mulai meningkatkan eksistensi KMNU di UI yang baru berdiri sekitar dua tahun," kata Fauzi saat diwawancarai, Ahad (28/1).

Ketua Bidang Internal KMNU UI Tomy Lutvan menambahkan, selain meningkatkan keberadaan KMNU di UI, kegiatan ini juga sebagai penguat keberadaan KMNU UI di tingkat regional.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Jelas harapannya agenda Musyawarah Regional ini menjadi starting point perjuangan NU di kampus kuning. Selain itu juga penting untuk menarik semangat pengurus KMNU UI agar ke depan semakin solid," pungkasnya. (Afifah Marwa/Zunus)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budaya PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah