Jumat, 17 Februari 2006

Calon Volunter Perpustakaan PBNU Siap Bekerja

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kepala Perpustakaan PBNU Ahmad Syatiri menerima para calon volunter di perpustakaan PBNU, Rabu (19/3). Para tenaga sukarela ini rencananya akan membantu proses pendataan arsip, manuskrip, laporan, dan buku-buku koleksi perpustakaan yang berjumlah ribuan itu.

Calon Volunter Perpustakaan PBNU Siap Bekerja (Sumber Gambar : Nu Online)
Calon Volunter Perpustakaan PBNU Siap Bekerja (Sumber Gambar : Nu Online)

Calon Volunter Perpustakaan PBNU Siap Bekerja

“Saya berterima kasih kepada teman-teman semua yang siap membantu kami. Kami sedang mengembangkan perpustakaan ini lebih serius. Tidak hanya memperkaya koleksinya, tetapi juga memperbaiki manajemennya,” tutur Syatiri di depan calon volunter.

Lebih lanjut Syatiri menjelaskan, perpustakaan PBNU adalah amanat ulama saat Musyawarah Nasional alim-ulama di Situbondo tahun 1983. Dalam Munas tersebut, ulama menyatakan keprihatinan mengingat banyak dokumen penting NU yang tercecer atau hilang karena tak tersimpan secara baik.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Keputusan Munas inilah yang kemudian ditindaklanjuti Lakpesdam NU untuk menelusuri kembali naskah-naskah yang pernah dikeluarkan NU. Semula perpustakaan PBNU dikelola di bawah Lakpesdam NU yang berkantor di Tebet sebelum akhirnya pada 2006 dipindahkan di gedung PBNU lantai dua jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Kini cita-cita kami, perpustakaan PBNU tidak hanya menjadi tempat penyimpanan dokumentasi laporan-laporan NU, tetapi lebih luas lagi kami bertekad menjadi tempat penyimpanan khazanah peradaban Islam Nusantara,” kata Ahmad Syatiri yang 24 tahun mengabdikan dirinya merawat koleksi perpustakaan PBNU.

Mendengar paparan itu, para volunter terlihat sangat antusias. Dimas, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang tengah meneliti ulama Betawi mengaku ingin segera bekerja. “Saya juga sambil ngerjain skripsi,” ujarnya.

Lain lagi alasan Nurul Hidayah, desainer dari Cileduk dan Dawam Multazam dari Ciganjur. “Energi kami terlalu besar, jadi kami ingin melampiaskannya untuk kegiatan bermanfaat daripada nggak jelas,” katanya disertai derai canda. (M Nurul Huda/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama, IMNU, AlaSantri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 03 Agustus 2005

Ramadhan dan Spirit Peradaban Buku

Oleh M. Haromain

Di antara sekian banyak keistimewaan bulan Ramadhan adalah diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad untuk pertama kalinya pada bulan suci ini. Teristimewanya lagi dan ini juga yang membedakan Al-Qur’an dengan kitab-kitab suci agama lain ialah bentuk atau susunan kalimat pertama dalam Al-Qur’an. Al Quranlah satu-satunya kitab suci yang redaksi kalimat pertamanya menggunakan kata perintah (fiil amar), tidak redaksi kalimat berita (khabariyah). Tidak hanya itu, konten perintah dari kata pertama tersebut sifatnya menggebrak, yaitu perintah membaca. Suatu ajakan yang kini telah terbukti menjadi landasan dan basis untuk membangun peradaban dan kebudayaan.

Perintah membaca ini (iqra) barangkali untuk konteks sekarang terkesan biasa-biasa saja. Tapi pada empat belas abad yang lalu saat Nabi menerima wahyu pertama, perintah tersebut jelas sangat revolosioner, ketika masyarakat Arab jahiliah sama sekali belum mengenal tradisi baca-tulis, melainkan hanya mengandalkan tradisi hafalan. Bahkan Nabi pun dalam menggambarkan kejahiliahan bangsa Arab masa itu pernah bersabda: Orang-orang yang pandai membaca dan menulis dari kalangan bangsa Arab dapat dihitung dengan jari.

Ramadhan dan Spirit Peradaban Buku (Sumber Gambar : Nu Online)
Ramadhan dan Spirit Peradaban Buku (Sumber Gambar : Nu Online)

Ramadhan dan Spirit Peradaban Buku

Secara eksplisit perintah membaca itu sejatinya mengarahkan umat manusia agar membangun peradaban buku, masyarakat yang memuliakan keberaksaraan, bukan kelisanan yang dangkal, kendati penulisan Al-Qur’an secara sistematis dalam bentuk kodifikasi lengkap baru dimulai pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Komitmen Nabi Muhammad dalam memperjuangkan dan menyadarkan urgensitas budaya literasi bagi umat manusia bisa dijumpai dalam pelbagai usaha dakwah beliau dalam membumikan risalah Islam, salah satunya pada perang Badar. Nabi Muhammad kala itu mensyaratkan mengajar membaca dan menulis kepada sepuluh anak kaum muslimin sebagai tebusan bagi tawanan perang dari pasukan musuh. ?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selanjutnya terang sekali generasi pascawafatnya Nabi, yaitu generasi sahabat, tabiin dan generasi ulama setelahnya, sangat menyadari hakikat perintah membaca itu untuk terus mengembangkan peradaban buku. Berkat upaya para penerus Nabi generasi awal ini, bersumber dari pembacaan Al-Quran lantas mereka berhasil melahirkan bejibun karya dan mengembangkan banyak cabang ilmu. Al-Qur’an menjadi satu kitab yang setelah dieksplorasi kandungannya mampu melahirkan beribu-ribu buku lain dengan aneka disiplin ilmu mulai bahasa, fiqih, tafsir, balaghoh (sastra), usul fiqh, arudh, kalam, tasawuf, dan lain sebagainya.

Pendek kata perintah membaca sebagai wahyu yang pertama kali turun telah menjadi pemantik dan inspirasi bagi lahirnya pelbagai cabang dan disiplin ilmu baru yang tertuang dalam pusparagam khazanah kitab, terlebih puncaknya pada masa periode khalifah Al Mamun dari Daulah Abbasiah. Al-Ma’mun yang memang sangat gandrung pada ilmu, terutama filsafat, mencanangkan proyek besar-besaran penerjemahan literatur Yunani ke dalam bahasa Arab, yang pada akhirnya Islam berhasil menjadi kiblat peradaban dunia berkat penghargaan yang sangat tinggi pada budaya literasi.

Penulis bergiat di "Rumah Pena" NU Temanggung dan Kontributor NU online kawasan Kedu



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Berita, IMNU, Syariah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 11 Juli 2005

Sejarah Ahlul Halli wal Aqdi (2-Habis)

Oleh Drs. Choirul Anam

--Sabar pun ada batasnya. Para kiai sepuh merasa dilecehkan. Putusan Munas Ulama NU yang menggemparkan itu, dianggap menyesatkan dan membahayakan NU oleh kubu Cipete. Perlawanan ini akhirnya melahirkan sikap keras para ulama terhadap Idham Cholid.

Pada 2 Mei 1982 sejumlah ulama kharismatik: KH R Asad Syamsul Arifin, KH Ali Mashum, KH Masjkur, dan KH Mahrus Aly didampingi tokoh muda NU Dr Muhammad Thohir (kala itu) berangkat ke Jakarta untuk menemui Pak Idham Cholid. Para kiai ini lantas menasehatinya agar mengundurkan diri dari jabatan ketua umum PBNU.

Sejarah Ahlul Halli wal Aqdi (2-Habis) (Sumber Gambar : Nu Online)
Sejarah Ahlul Halli wal Aqdi (2-Habis) (Sumber Gambar : Nu Online)

Sejarah Ahlul Halli wal Aqdi (2-Habis)

Alasannya, NU perlu dibangun kembali seperti dulu lagi dengan menampilkan kepemimpinan baru yang lebih kompak. Lagi pula, kesehatan Pak Idham waktu itu dinilai semakin memburuk.

Bagaimana sikap Pak Idham Cholid? Taslim, setuju, menerima dan langsung membuat surat pengunduran diri di atas kertas kosong yang dibawa Dr Muhammad. Setelah ditandatangani, Pak Idham minta agar surat tersebut dipublikasikan empat hari setelah diteken, yakni pada 6 Mei.

Apa yang terjadi? Setelah dipublikasikan, ternyata Idham malah membantah dan mencabut kembali suratnya karena tidak sesuai AD/ART NU. Karuan saja perasaan kiai semakin jengkel, karena merasa dipermainkan. Bisa dimengerti jika kemudian muncul keragu-raguan terhadap niat baik Pak Idham Cholid dalam memimpin NU. Pertanyaannya adalah bagaimana cara menghentikannya?

Para ulama sepuh yang mendapat dukungan penuh kelompok muda NU berpikiran progresif, ? seperti Gus Dur, Fahmi Saifuddin, Achmad Bagja, Slamet Effendi Yusuf, dll tetap berupaya keras untuk menghentikan gerakan kubu Cipete secara cepat dan tepat.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Salah satunya adalah dengan menggelar Munas Alim? Ulama NU. Tokoh-tokoh muda NU ini bergerak cepat, akhirnya Munas Ulama dijadwalkan (18-21 Desember 1983) di Pesantren Salafiyah Safiiyah, Asembagus, Situbondo, pimpinan KH R Asad Syamsul Arifin. Agenda Munas hanya tiga: 1) merumuskan? konsep NU kembali ke ? khitthah, 2) merumuskan sikap NU terhadap isu asas tunggal Pancasila (yang waktu itu sempat mengegerkan umat Islam Indonesia), dan? 3) menetapkan panitia Muktamar ke-27 NU (waktu itu muktamar direncanakan Desember 1984) juga di Situbondo.

KH Achmad Siddiq, konseptor? khittah? dan penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal, memberikan penjelasan secara gamblang kepada peserta Munas tentang perlunya NU kembali ke khitthah, kembali rel asalnya atau jati dirinya. Khitthah Nahdliyah, kata Kiai Achmad, adalah landasan berpikir, bersikap, dan bertindak bagi warga maupun pemimpin NU.

Landasan dimaksud mengandung banyak unsur,? antara lain: keagamaan, kemasyarakatan, kepemimpinan ulama, mazhab, sistem pembinaan umat dan pembangunan karakter moderat atau toleran. Jadi tidak berurusan dengan politik atau partai politik.

NU kembali ke khitthah, berarti NU bukan lagi wadah politik dan tidak ada kaitan apa pun dengan partai politik yang mana pun juga. Apa yang dituturkan Kiai Achmad merupakan kondisi riil NU kala itu yang memang rapuh. Sehingga, seluruh peserta Munas setuju dengan pemikiran Kiai Achmad dan meminta agar muktamar ke-27 menetapkan NU kembali ke khitthah.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tentang penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi, Kiai Achmad juga menjelaskannya dengan sangat piawai, sehingga peserta yang semula ragu-ragu akhirnya setuju dan mendukung. Walhasil, Munas memutuskan menerima Pancasila sebagai asas NU.

Dengan demikian di mata NU sudah tidak ada lagi kata "alternatif" untuk dasar maupun bentuk negara. Pancasila, UUD 1945, dan NKRI adalah FINAL. Bahkan sikap seperti itu, sesungguhnya, sudah dinyatakan sejak Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dengan turut sertanya wakil NU, KH Wahid Hasyim, dalam merumuskan dan menandatangani Pembukaan UUD? 1945. Selain memutuskan dua hal penting tersebut, Munas juga menunjuk KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur} sebagai Ketua Panitia Muktamar ke-27.

Dua bulan setelah Munas, KH R Asad Syamsul Arifin menemui Presiden Soeharto di Istana Negara (19 Februari 1984), untuk menyerahkan hasil Munas, terutama yang menyangkut penerimaan Pancasila sebagai asas jam’iyah NU. Beberapa hari kemudian diteruskan pertemuan lanjutan dengan Mendagri Soepardjo Rustam dan Menteri Agama Munawir Sjadzali, di kediaman? Mendagri (26 Februari 1984). Dari pihak NU yang hadir adalah KH R? Asad Syamsul Arifin, KH Ali Mashum, KH Masjkur, dan KH Achmad Siddiq.

Pertemuan ini lebih bersifat presentasi mengenai latar belakang pemikiran dan sikap yang diambil peserta Munas. Kiai Achmad lantas menjelaskan maksud dan tujuan serta sasaran yang diinginkan Munas, sampai kemudian bisa menerima Pancasila sebagai asas jamiyah NU dari sudut pandang agama, bukan politik. Dari pertemuan inilah kemudian lahir isyarat bahwa pemerintah berada di belakang kubu Situbondo. Tetapi, pemerintah juga berharap agar Pak Idham Cholid diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya sesuai prosedur organisasi, walaupun akhirnya harus mundur.

Kubu Cipete memang terus mengimbangi (menyaingi) apa yang dilakukan dan dibuat kubu khitthah. Kubu khitthah menggelar Munas, kubu Cipete juga membuat Munas. Kubu khitthah menunjuk Gus Dur sebagai ketua panitia Muktamar ke-27, kubu Cipete juga menunjuk Cholid Mawardi sebagai ketua panitia. Jadi, waktu itu, NU menjadi tontonan paling menarik.

Munas Situbondo menerima Pancasila sebagai asas, Munas Cipete juga menerima Pancasila sebagai asas, dan bahkan sudah lebih dulu diserahkan kepada pemerintah. Tetapi, pemerintah rupanya lebih menghargai hasil Munas Situbondo karena lebih konseptual, ketimbang Cipete yang? cenderung sebagai manuver politik untuk mencari simpati pemerintah.

Nah, setelah melihat sikap pemerintah mendukung kubu khitthah, kubu Cipete mulai melunak. Dengan kebesaran hati para kiai sepuh, akhirnya kedua kubu dikumpulkan dalam sebuah acara ‘tahlilan’ di kediaman KH Hasyim Latief, ketua PW NU Jawa Timur di Sepanjang, Sidoarjo (10 September 1984). Di sini lahir sebuah maklumat bersejarah bernama "MAKLUMAT KEAKRABAN" yang ditandatangani tujuh ulama terkemuka: KH R Asad Syamsul Arifin, KH Ali Mashum, KH Idham Cholid, KH Machrus Aly, KH Masjkur, KH Saifuddun Zuhri, dan KH Achmad Siddiq. Isi maklumat pada intinya adalah mengakhiri konflik,? saling memaafkan, dan bersepakat untuk menyukseskan muktamar ke-27 di Situbondo, Desember 1984. Maka, berakhir sudah pertikaian antardua kubu yang berlangsung 3 tahun lebih itu.

Itulah sepenggal gambaran kondisi NU waktu itu yang memang memerlukan pertolongan secepat mungkin. Jika tidak, nasib NU ke depan tidak bisa dibayangkan. Oleh karena itu, kemudian muncul pikiran tentang sistem pemilihan. Sebab kalau tidak ada perubahan sistem maka (bisa jadi) muktamar ke-27 akan tetap menggunakan sistem lama, pilihan langsung. Jika ini yang terjadi, maka dapat dipastikan Pak Idham Cholid akan terpilih kembali, karena hampir seluruh cabang di Indonesia ‘dikuasai’ oleh orang-orangnya Pak Idham.

Karena itu, kemudian lahirlah sistem pemilihan baru bernama Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa) untuk rais aam syuriah PBNU. Sedangkan ketua umum PBNU ditunjuk oleh rais aam syuriah.

Nah, sistem Ahwa yang digunakan di Muktamar ke-27 adalah seperti yang dikemukakan oleh KH Achmad Siddiq sebagai berikut:

Bahwa ketika Nabi Muhammad SAW wafat, jenazahnya sempat tertahan dua hari, belum bisa dimakamkan, karena belum ada penggantinya. Untunglah waktu itu ada sahabat Umar Ibnu Khatthab yang menunjuk sahabat Abu Bakar As-Shiddiq sebagai pengganti nabi. Dengan tindakan Umar tersebut, kemudian satu persatu yang hadir bertindak serupa ikut membaiatnya.

Lain lagi cara yang ditempuh Umar Ibnu Khatthab, jauh sebelum beliau wafat sudah menunjuk enam orang sebagai penggantinya. Terserah kepada mereka berenam siapa yang akan dipilih untuk menggantikannya. Karena keenamnya tidak bisa memutuskan, maka ditunjuklah Abdullah putra Umar yang berfungsi sebagai pemilih, tapi tidak boleh dipilih. Jadi bisa disimpulkan bahwa pada masa Umar, suksesi dilakukan dengan menunjuk enam orang dan satu orang sebagai Ahwa. Inilah yang dipraktikkan di muktamar Situbondo.

Dan ingat, bahwa Ahwa diterapkan di Situbondo itu bukan untuk menyelamatkan seseorang atau kelompok, tetapi untuk mengobati NU yang sudah sakit parah. Karena itu dipilih satu orang kiai sepuh yang kharismatik (KH Asad Syamsul Arifin) sebagai Ahwa, kemudian KH Asad menunjuk enam orang ulama (KH Ali Mashum, KH Machrus Ali, KH Masjkur, KH Achmad Siddiq, KH Saifuddin Zuhri, dan KH Moenasir Ali) sebagai pendamping untuk memilih rais aam syuriah. Terpilihlah kemudian KH Achmad Shiddiq, ‘pendekar’ muktamar dan Munas kala itu, sebagai rais aam syuriah, lalu menunjuk Gus Dur sebagai ketua umum. Apakah muktamar ke-33 di Jombang nanti, akan meniru sistem Ahwa itu?

Kalau hanya itu yang ditempuh, maka Ahwa tersebut bukan sistem baru. Oleh karena itu, diharapkan jika harus menggunakan sistem Ahwa yang baru, maka (Ahwa dimaksud) harus terkait dengan kondisi NU ke depan, misalnya NU 50 tahun yang akan datang seperti apa? Dan ingat, perubahan sistem tanpa perbaikan SDM-nya adalah sia-sia. Selamat bermuktamar!

?

Choirul Anam, Dewan Kurator Museum NU

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah AlaNu, Ahlussunnah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 28 Mei 2005

Pengurus NU Bondowoso H Matkur Terima Satya Lencana Pendidikan

Bondowoso,PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus PCNU Bondowoso H Matkur menerima penghargaan dari Pemerintah RI atas dedikasi dan prestasi dalam dunia pendidikan. Penghargaan diberikan pada puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor pada Ahad 27 November lalu.

Pengurus NU Bondowoso H Matkur Terima Satya Lencana Pendidikan (Sumber Gambar : Nu Online)
Pengurus NU Bondowoso H Matkur Terima Satya Lencana Pendidikan (Sumber Gambar : Nu Online)

Pengurus NU Bondowoso H Matkur Terima Satya Lencana Pendidikan

Ia bersama pendidik lainnya yang terpilih menerima penghargaan Satya Lencana Pendidikan yang diberikan Presiden RI Joko Widodo.

"Alhamdulillah saya mendapatkan penghargaan Satya lencana Pendidikan. Ini sebuah penghargaan yang diberikan Presiden RI pada orang-orang yang dianggap berprestasi luar biasa di bidang pendidikan," ungkapnya Ahad (27/11) malam.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menurut Wakil Rais Syuriah MWCNU Kota Bondowoso, ada 40 orang yang menerima penghargaan tersebut, tapi yang disematkan langsung Presiden RI ada 15 orang perwakilan di antaranya dari Gorontalo, Yogyakarta, Maluku.

Bapak beranak lima bersyukur kepada Allah, orang tua, keluarga, para guru dan sahabat-sahabat dengan penghargaan ini. “Semoga menjadi motivasi dan inspirasi bagi anak-anak, murid dan teman guru,” katanya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Salah satu prestasi yang pernah diraihnya juara satu lomba Kepala Madrasah berprestasi tingkat nasional dan Apresiasi Pendidikan Islam (API) 2016 dari Menteri Agama. (Ade Nurwahyudi/Abdullah Alawi)



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Khutbah, Nahdlatul, Anti Hoax PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 12 Januari 2005

Setia NKRI, Ketum PBNU Tegaskan Rumusan Muktamar 1936

Makassar, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan, NU setia membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan prinsip kemaslahatan umat yang lebih besar. Hal ini berdasarkan keputusan Muktamar NU tahun 1936 di Banjarmasin yang menegaskan pentingnya keutuhan bangsa yang dihuni masyarakat yang beragam dan dalam situasi perjuangan kemerdekaan.

Setia NKRI, Ketum PBNU Tegaskan Rumusan Muktamar 1936 (Sumber Gambar : Nu Online)
Setia NKRI, Ketum PBNU Tegaskan Rumusan Muktamar 1936 (Sumber Gambar : Nu Online)

Setia NKRI, Ketum PBNU Tegaskan Rumusan Muktamar 1936

Ia menyampaikan hal tersebut saat menyampaikan pidato sambutan pada acara peremsmian kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Selatan, Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulsel, Rabu (20/8).

“Kiai-kiai dalam Muktamar NU 1936 di Banjarmasin telah menegaskan dan menggagas NKRI dalam model darus-salam (negara yang damai) bukan darul-islam (negara Islam),” jelas kiai yang akrab disapa Kang Said ini.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Alumni program doktoral Univeritas Ummul Qura’ Arab Saudi ini menekankan bahwa NKRI haruslah selalu dipelihara keberlansungannya, ditingkatkan keutuhannya dengan menegakkan kedaulatannya.

“Dengan terpeliharanya keutuhan bangsa dan tegaknya kedaulatan negara merupakan bagian dari pewujudan kemaslahatan umat. Kita punya pegangan ukhuwwah wathoniah dam ukhuwwah Islamiyah,” tambah Kang Said.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia pun meminta warga NU dan masyarakat Islam di Sulsel secara umum agar tetap berkontribusi bagi kemajuan Islam, pembangunan negara dan bangsa.

Ribuan Nahdliyin (sebutan bagi warga NU) terlihat antusias menyaksikan peresmian gedung berlantai lima ini. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo yang hadir dalam kesempatan tersebut berharap gedung tersebut tidak sekadar menjadi simbol NU. Menurutnya, kehadiran NU harus dirasakan langsung oleh masyarakat Sulsel.

Tampak hadir pula Ketum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, Rais Syuriah PWNU Sulsel AGH Dr Sanusi Baco LC, Wakil Gubernur Sulsel Agus Ariin Nu’mang, Ketua PWNU Sulsel Prof Dr Iskandar Idi, Rektor Universitas Islam Makassar, Prof  Dr Andi Majdah Agus Arifin Nu’mang, Sekretaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel Ahmad Sunnary Rafii, serta sejumlah kader dan pengurus NU lainnya.

Peresmian ini ditutup dengan doa bersama yang dipimpin AGH Dr Sanusi Baco Lc, dilanjutkan dengan penandatanganan prasasti peresmian oleh Ketua Umum PBNU, Ketua Muslimat NU, dan Gubernur Sulsel. (Ahmad Arfah/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai, Pahlawan, Lomba PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 15 Juli 2004

Lakpesdam Pasuruan dan Cyber NU Jatim Latih Santri Digital

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Lembaga Kajian Pemberdayaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Kota Pasuruan bekerja sama dengan Cyber NU Jawa Timur menggelar pelatihan Kader Santri Digital An-Nahdliyah. Dalam kegiatan bertajuk Peran Strategis Santri Digital dalam Memperkuat Arus Dakwah Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah an-Nahdliyah di Pesantren Bayt Al-Hikmah Kota Pasuruan, Ahad (10/4), peserta dilatih untuk mengelola website.

Ketua Panitia M Iskandar Zulkarnain mengatakan, antusias peserta sangat luar biasa serta bersemangat saat mengikuti rangkaian kegiatan. Mereka terdiri atas perwakilan lembaga dan banom NU baik internal PCNU Kota Pasuruan maupun eksternal. Selain itu juga ada perwakilan dari pesantren? serta kaum muda nahdliyin delegasi dari organisasi kemahasiswaan.

Lakpesdam Pasuruan dan Cyber NU Jatim Latih Santri Digital (Sumber Gambar : Nu Online)
Lakpesdam Pasuruan dan Cyber NU Jatim Latih Santri Digital (Sumber Gambar : Nu Online)

Lakpesdam Pasuruan dan Cyber NU Jatim Latih Santri Digital

"Peserta dilatih agar mampu membuat dan mengelola website. Pelatihan ini merupakan rangkaian acara Harlah NU yang dilaksanakan PCNU Kota Pasuruan, kemudian oleh Lakpesdam dikemas dalam bentuk pelatihan Kader Santri Digital. Peserta yang diundang terdiri dari perwakilan empat elemen," terangnya.

Sementara itu Ketua Lakpesdam NU Kota Pasuruan Waladi Imaduddin menegaskan bahwa NU harus menguasai dunia maya sebagai alat syiar berdakwah. Maraknya radikalisme melalui internet, baik dalam konteks pemikiran maupun aksi harus diakui menjadi sebuah ancaman bersama.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Tak bisa kita mungkiri bahwa kemudahan setiap individu dalam mengakses dunia internet mengharuskan kita untuk menjaga dan memberi informasi keislaman dan kebangsaan yang benar kepada netizen," tegasnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Wakil Ketua PCNU Kota Pasuruan KH M Nailur Rohman berharap agar pelatihan ini melahirkan kader-kader muda NU yang memiliki kesadaran ideologis untuk bergerak dalam dunia maya untuk memenangkan persaingan ideologi global.

"Santri dan warga nahdliyin mampu memperkuat syiar dakwah NU di dunia maya, serta terciptanya loyalitas kader muda NU untuk terus menyebarkan spirit nilai-nilai Aswaja via dunia maya," jelas Kiai Nailur Rohman. (Red Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah RMI NU, Jadwal Kajian PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 09 Mei 2004

PMII Jember Serahkan Donasi Rp28 Juta untuk Rohingya

Jember, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Malam seribu doa untuk etnis Rohingya yang digelar Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember di alun-alun kota Jember, Jumat (8/9) malam berjalan khidmat. Puluhan anggota PMII dan sejumlah pengurus NU Cabang Jember, tampak khusyuk memanjatkan doa untuk keselamatan etnis Rohingya.

Usai panjatan doa, dilakukan penyerahan donasi sebesar Rp28 juta oleh Ketua PC PMII Jember Adil Satria Putra kepada Ketua NU Care-LAZISNU Jember H. Sanusi Mochtar Fadilah, guna diteruskan kepada pengungsi etnis Rohingya. Bantuan tersebut adalah hasil aksi penggalangan dana di delapan titik yang dilakukan oleh kader-kader PMII Jember selama 3 hari terakhir.

PMII Jember Serahkan Donasi Rp28 Juta untuk Rohingya (Sumber Gambar : Nu Online)
PMII Jember Serahkan Donasi Rp28 Juta untuk Rohingya (Sumber Gambar : Nu Online)

PMII Jember Serahkan Donasi Rp28 Juta untuk Rohingya

Menurut Adil, Indonesia dan dunia harus bersuara lantang untuk menghentikan aksi genosida militer Myanmar terhadap etnis Rohingya di

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rakhine State. Sebab, kekejaman militer Myanmar dan kelompok agama terhadap warga Rakhine, sungguh melapaui batas. “Atau kalau perlu Myanmar dikasih sangsi,” ujarnya kepada PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ia menambahkan, selain bertindak kongkrit untuk menyetop kekejaman militer Myanmar, Indonesia juga perlu sesegera mungkin menggalang kekuatan negara negara-negaa Islam untuk hal yang sama. Sebab, semakin lama dibiarkan, akan semakin banyak korban yang berjatuhan, dan semakin lama pula penderitaan pengungsi.

“Apalagi saat ini India dan Bangladesh sudah ancang-ancang untuk mendeportasi pengungsi Rohingya. Ini sangat memprihatinkan,” tegasnya. (Aryudi A. Razaq/Mahbib)

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fragmen, Hikmah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah