Minggu, 03 September 2017

Puasa dan Kejujuran

Oleh KH Zakky Mubarak



Salah satu hikmah dari pelaksanaan puasa Ramadhan adalah menumbuhkan sikap jujur, rajin menegakkan keadilan dan kebenaran. Ibadah puasa pada dasarnya memerlukan kejujuran dari setiap orang yang melaksanakannya, baik jujur terhadap dirinya atau terhadap orang lain. Tanpa kejujuran tidak mungkin ada ibadah puasa, karena ibadah itu dilakukan dengan keinsyafan dan tidak ada pengawasan dari manusia lain.?

Allah SWT memerintahkan kepada kita agar menegakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Maidah, 5:8).

Puasa dan Kejujuran (Sumber Gambar : Nu Online)
Puasa dan Kejujuran (Sumber Gambar : Nu Online)

Puasa dan Kejujuran

Ayat tersebut memerintahkan kepada kita agar: (1) Selalu menegakkan kejujuran serta kebenaran karena Allah semata. Maksudnya kita berlaku jujur dan menegakkan kebenaran itu, tidak mengharapkan pamrih materi atau kemewahan dunia lainnya, tetapi hanya mengharap keridhaan Allah SWT (2) Menjadi saksi yang adil, apabila kita diperlukan untuk memberikan kesaksian, dalam rangka mencari kejelasan suatu perkara hendaknya bersedia menjadi saksi yang adil. Kita harus selalu terpanggil untuk ikut andil dalam melahirkan keputusan-keputusan yang benar dan jujur. (3) Jangan¬lah kebencian terhadap suatu kaum, mendorong kita untuk berbuat tidak adil. Menetapkan suatu hukum harus selalu berdasarkan keadilan, baik terhadap orang yang dicintai ataupun yang dibenci.

Yang dimaksud dengan jujur pada kajian ini adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta ataupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat dijuluki dengan sebutan “al-Amin” artinya orang yang terper¬caya, jujur dan setia. Dinamai demikian karena segala sesua¬tu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan dan rongrongan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat jujur dan terper¬caya merupakan sesuatu yang sangat dipentingkan dalam segala kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, hidup bermasyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam kehidupan rumah tangga, kejujuran harus dilakukan oleh seluruh anggota keluarga itu, demi ketentraman dan kebaha¬giaan yang sama-sama didambakan. Sekiranya tidak ada kejujuran dalam kehidupan suatu keluarga, maka tatanan keluarga itu menjadi porak-poranda. Bayangkan, sekiranya anggota keluarga saling tidak jujur, suami terhadap istri demikian pula sebaliknya, anak terhadap orangtua, demikian juga orang tua terhadap anak, pasti rumah tangga itu akan menjadi berantakan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dunia perdagangan dan perniagaan juga memerlukan kejujuran, dengan kejujuran perniagaan itu akan memperoleh kemajuan yang tinggi, karena tidak ada orang yang dirugikan. Penjual ataupun pembeli sama-sama memperoleh keuntungan yang bermanfaat bagi kelompoknya masing-masing. Perdagangan yang tidak disertai dengan kejujuran, pasti akan menimbulkan penipuan-penipuan, dengan jalan memalsu barang, mengurangi takaran, yang kesemuanya itu akan mengakibatkan kerugian dan perdagangannya akan bangkrut.

Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara juga memerlukan kejujuran semua pihak, jika tidak ada kejujuran nis¬caya akan menimbulkan kegoncangan dan kekacauan di tengah-tengah kehidupan dari masyarakat atau bangsa tersebut. Di antara faktor yang menyebabkan Rasulullah Muhammad SAW berhasil dalam membangun masyarakat Islam adalah karena sifat-sifatnya dan akhlaknya yang terpuji. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayatnya, sehingga beliau mendapat gelar “al-Amin” (orang yang terpercaya atau orang yang jujur).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam mempertahankan dan menegakkan keadilan haruslah dilakukan sejujur mungkin dan seobyektif mungkin, kepada siapa saja dengan tidak memandang bulu. Kita harus bersikap adil meski¬pun terhadap orang-orang yang tidak kita sukai, keadilan harus ditegakkan kepada seluruh lapisan masyarakat, tidak boleh melaku¬kan diskriminasi. Mengenai hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak(mu) dan kaum kerabat(mu). Jika ia (yang terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan memberi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Nisa, 4:135).

Ibadah puasa yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah akan membentuk para pelakunya menjadi orang-orang yang bersikap adil, menegakkan kebenaran dan berlaku jujur dalam segala aspek kehidupannya.





Penulis adalah Rais Syuriyah PBNU?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Khutbah, IMNU, Habib PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 02 September 2017

Dari Mana Islam Indonesia Berasal?

Cirebon, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Beragam teori menggambarkan Islam datang ke Indonesia (waktu itu disebut Nusantara). Tiga teori mengatakan, pertama, Islam datang dari Gujarat, India, sekitar abad ke-13. Kedua, Islam dari Timur Tengah sekitar abad ke-7 Masehi. Ketiga, Islam dari para pedagang Tiongkok, Cina, sekitar abad ke-14 Masehi.

Dari Mana Islam Indonesia Berasal? (Sumber Gambar : Nu Online)
Dari Mana Islam Indonesia Berasal? (Sumber Gambar : Nu Online)

Dari Mana Islam Indonesia Berasal?

Semua teori disertai dengan pelbagai bukti yang kuat, seperti terdapatnya situs makam-makam tua dan arsitektur bangunan yang menunjukkan budaya di mana negara itu berasal.

Teori kedatangan Islam tersebut, kembali dibahas pada diskusi dan bedah buku Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat di gedung NU Center Sumber, Cirebon, pada Senin (29/4).

Pada kesempatan itu, Prof. Dr. Martin van Bruinessen, penulis buku tersebut mengatakan, Islam Indonesia berasal dari suku Kurdi di Turki.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Martin mengatakan, kemungkinan-kemungkinan tersebut, saat ditilik dari mayoritas corak keislaman Indonesia sepanjang sejarahnya, maka tidak menutup kemungkinan juga bahwa Islam datang dari Kurdi, sebuah komunitas di Kurdistan yang meliputi kawasan Irak, Iran, Syiria, dan Turki.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Hal ini ditunjukkan saat menemukan beberapa kesamaan antara alur sejarah pesantren sebagai basis penyebaran Islam yang tertua, dengan budaya keagamaan yang terdapat di jazirah Kurdi tersebut, salah satunya adalah tarekat.

Peneliti pesantren dan tarekat dari Universiteit Utrech, Belanda ini mengatakan, “Proses Islamisasi tidak bisa dilihat dari satu peristiwa, karena prosesnya yang panjang. Maka tidak menutup kemungkinan jika saya memunculkan sejarah awal mula kedatangan Islam berasal dari Kurdi, saat melihat beberapa kesamaan budaya keagamaan yang ditemukan di pesantren dan negeri asalnya, seperti tarekat dan lain-lain,” katanya.

Berbeda dengan Martin, KH Husein Muhammad, salah seorang narasumber, membagi kecenderungan corak pemikiran muslim Indonesia menjadi dua kelompok. Yang pertama dan terbanyak, adalah Syafi’i Iraqy dan berikutnya adalah Syafi’i Khurosani.

“Saat melihat corak pemikiran Muslim di Indonesia, saya bisa menemukan dua alur yang berbeda, yakni Syafi’i Iroqy yang bermuatan fiqih, tekstualis, dan mistis, serta Syafi’i Khurosani, sebuah keilmuan murni yang mendeskripsikan dengan basis realitas, sehingga memperbandingkan satu sama lainnya antara kuat-lemah, salah-benar,  jarang  muncul di dalamnya,” jelas Kiai Husein.

Hal tersebut ditambahkan Prof.Dr. KH Chozin Nasuha, Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Dia menagatakan, bahwa kecenderungan tradisi berpikir Muslim di Indonesia memang berbasis pada beberapa titik, yakni bayan yang bersifat tekstualis, irfani yang bersifat rasionalis, dan waqi’ie yang bersifat riset. Yang terakhir ini kurang begitu diusung secara keumuman.

Pada sesi berikutnya, disambut dengan pelbagai pertanyaan dan pernyataan peserta, di antaranya, hasil penelitian ini bisa dijadikan pelajaran dan semacam tamparan kecil bagi peneliti Muslim di Indonesia sendiri.

Pasalnya, peneliti negara lain lebih berminat untuk menghabiskan waktunya untuk meneliti kekayaan khazanah keilmuan Islam di Indonesia, di sisi lain muncul juga spekulasi apakah Islam Indonesia yang bermula dari Kurdi, atau tradisi Kurdi yang terpengaruh budaya Islam di Indonesia, mengingat kurang terdapatnya bukti-bukti fisik yang mendukung teori ini seperti tiga alur kedatangan Islam di Indonesia yang biasa dibaca oleh umat muslim di Indonesia.

Diskusi yang digelar atas kerjasama Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon ini, dihadiri tiga ratusan peserta. Secara umum peserta merupakan para pengurus NU dari pelbagai lapisan; tokoh pesantren, peneliti muslim, budayawan, mahasiswa, dan santri.

Redaktur          : Abdullah Alawi

Kontributor      : Sobih Adnan

    

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama, Pesantren PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pra-Munas dan Konbes di Lampung Bahas Berbagai Permasalahan Aktual

Bandar Lampung, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketua PWNU Provinsi Lampung KH Sholeh Bajuri menegaskan bahwa dipercayanya Lampung Menjadi tuan rumah kegiatan Pra Munas Alim Ulama dan Konbes Zona Barat merupakan sebuah keberkahan tersendiri bagi Keluarga Besar NU Provinsi Lampung.

Pada Kegiatan tersebut Lampung akan kehadiran Rais Aam PBNU KH Maruf Amin dan Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj dan para Ulama dari sekitar 10 Provinsi yang masing-masing terdiri dari 3 orang.

Pra-Munas dan Konbes di Lampung Bahas Berbagai Permasalahan Aktual (Sumber Gambar : Nu Online)
Pra-Munas dan Konbes di Lampung Bahas Berbagai Permasalahan Aktual (Sumber Gambar : Nu Online)

Pra-Munas dan Konbes di Lampung Bahas Berbagai Permasalahan Aktual

"Ada tiga delegasi dari setiap provinsi yaitu 1 dari unsur Syuriyah, 1 dari unsur Tanfidziyah dan 1 dari unsur Pondok Pesantren," kata Kiai Sholeh ketika dihubungi via telepon, Ahad (29/10) malam.

Lebih lanjut Kiai Sholeh menjelaskan bahwa selain dari  utusan Provinsi, 3 orang perwakilan dari setiap PCNU di Provinsi Lampung juga akan hadir pada kegiatan yang pembukaannya akan dipusatkan di Pondok Pesantren Al-Hikmah Way Halim Bandar Lampung pada 3 November 2017.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Beberapa agenda juga sudah dirancang oleh panitia baik panitia pusat maupun lokal diantaranya adalah Taushiyah dari Rais Aam PBNU KH Maruf Amin, Pemaparan Materi dari para Ahli dan Bahtsul Masail berbagai permasalahan menyangkut kemaslahatan ummat.

"Di sela-sela kegiatan juga sudah direncanakan untuk sekaligus melaksanakan pelantikan Pengurus Cabang NU Kota Bandarlampung periode 2017-2022," katanya.

Khusus untuk Bahtsul Masail, lanjutnya, Lembaga Bahtsul Masail NU (LBMNU) juga akan mengundang seluruh perwakilan Pondok Pesantren dilampung untuk membahas 3 jenis masail yaitu masalah-masalah keagamaan aktual, masalah-masalah keagamaan tematik dan masalah-masalah keagamaan berkaitan dengan perundang-undangan.

Ditemui ditempat terpisah, Ketua LBM NU Provinsi Lampung KH Munawir mengatakan bahwa contoh permasalahan yang akan dibahas pada Bahtsul Masail Pra Munas dan Konbes seperti Hukum Hate Speech (ujaran kebencian), Konsep Amil Dalam Negara Modern Menurut Pandangan Fikih, Hukum penggunaan Frekwensi Radio dan Televisi, RUU KUHP, Hukum Investasi dana Haji dan lainnya. (Muhammad Faizin/Fathoni)

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nasional, Nahdlatul Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 01 September 2017

Pesantren, Produktifitas dan Sastra (2)

Oleh Fathurrahman Karyadi

--Di banyak pesantren kitab-kitab literatur ilmu arudl—sebuah ilmu yang mempelajari syair Arab—masih banyak diajarkan. Seperti "Mukhtashar al-Syafi" karya Muhammad al-Damanhuri, "Jawahir al-Addab" karya Ahmad al-Hasyimi dan sebagainya. Biasanya santri-santri yang mempejari fan ini adalah mereka yang sudah lulus dari kelas nahwu tingkat "al-Imrithi".?

Bagi yang belum mencapai tingkatan tersebut maka tidak diperkenankan mengkaji arudl sebab pembahasan yang disuguhkan agak rumit. Dalam arudl diterangkan bahwa bahr atau not lagu dalam bahasa Arab berjumlah 16 lirik. Di antaranya yang sering digunakan yaitu bahr al-rajaz.

Pesantren, Produktifitas dan Sastra (2) (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren, Produktifitas dan Sastra (2) (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren, Produktifitas dan Sastra (2)

Hampir seluruh kitab yang berbentuk nadzam (puisi, antonim natsar atau prosa) yang menjadi acuan di pesantren memakai bahr tersebut. Seperti Alfiyyah Ibni Malik, al-Imrithi, al-Maqsud, Jawahir al-Maknun,? `Uqud al-Juman dan masih banyak lagi. Cara melagukan bahr ini? cukup sederhana, yaitu dengan mengulang-ulang kalimat "mustafilun" sebanyak enam kali pada setiap baitnya. Seperti contoh di bawah ini:

? ? ? ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kendati ilmu arudl lahir di tanah Arab, bukan berarti kesusteraan bahasa `ajam (non Arab) tidak dapat dimasuki ilmu arudl. Kiai nusatara banyak mengarang Syair dalam bahasa Melayu, Jawa, Sunda juga Madura yang semuanya merujuk pada ilmu arudl tersebut. Perbedaannya, bila dalam bahasa Arab terdapat huruf mad (panjang) dan qashr (pendek) sedangkan bahasa `ajam tidak. Namun tetap saja serasi bila dinyanyikan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ada satu hal yang menjadi syarat sebuah syair. Yaitu harus adanya huruf-huruf yang sama di akhir kalimat. Entah di akhir setiap al-Shadr al-awwal dan al-Shadr al-Tsani seperti pengalan bait al-Fiyyah di atas, atau hanya sama pada al-Shadr al-Tsani di baitnya. Seperti Qashidah al-Burdah yang dikarang Imam Bushiri seluruhnya diakhiri dengan huruf mim berharakat kasrah. Dalam tata bahasa Arab ilmu yang konsentrasi di bidang ini disebut ilm al-qawafi.

Almaghfurlah Kiai Bisri Mustofa adalah salah satu sosok kiai nusantara yang banyak mengarang syair berbahasa Jawa. Salah satu karyanya yang amat kesohor ialah Tombo Ati. Bahkan saking tenarnya sampai banyak yang tidak tahu kalau sebenarnya syair yang pernah dilagukan Opick itu dikarang oleh ayahanda Gus Mus. Kini karya-karya beliau bisa dinikmati lewat dua buah antologi syairnya berjudul Ngudi Susilo dan Mitera Sejati yang telah diterbitkan oleh Menara Kudus. Berikut cuplikannya dalam bahr al-rajaz:

Anak Islam kudu cita-cita luhur

Keban dunya akhirate biso makmur

Cukup ilmu umume lan agamane

Cukup dunya kanthi bekti pengerane

Berbeda dengan karya-karya Kiai Bisri yang lebih menanamkan pesan-pesan moral dan akhlakul karimah, syair karya Kiai Syaroni Shalih, Magelang lebih menjurus pada ilmu fikih. Beliau melagukan bab salat lewat buah penanya yang begitu indah Syiir Pashalatan (Semarang: 1962). Begitu pula Kiai Ahmad Hidayat Hasyim mengarang sebuah kitab syair bahasa Jawa tentang ubudiyah berjudul Hayya Ala Al Shalat. Bahkan, sebagai rasa cintanya kepada pondok Tebuireng yang pernah disinggahinya, kiai asal Sumobito, Jombang ini menyusun biografi panjang Hadratus Syekh KH M Hasyim Asyari dalam bentuk syair berirama rajaz. Insya Allah karya tersebut akan segera dipublikasikan ke khalayak luas.

Belum bisa dipastikan siapa kiai nusantara pertama yang mengarang syair baik dalam bahasa Melayu atau Jawa. Maktabah Ahmad Nabhan, Surabaya pernah menerbitkan kitab Paras Nabi Shallallahu Alayhi Wa Sallam yang berisikan syair Jawa diakhiri dengan shalawat al-Badriyyah. Kitab yang diduga dikarang oleh Kiai Ali Manshur, Tuban itu bertarikh hari Sabtu Wage 8 Shafar 1319 H atau sekitar 111 tahun silam.

Kitab itu jelas tidak bisa dijadikan acuan sebagai kitab syair pertama di nusantara, mengingat sangat banyak ulama terdahulu yang telah menempuh jalan ke sana. Syekh Hamzah Fanshuri, adalah ulama sekaligus sastrawan ulung asal Sumatera Selatan yang? hidup pada abad 16. Kini sudah 32 judul syairnya telah dihimpun dalam The Poems of Hamzah Fansuri oleh Drewes dan Brakel. Salah satu syairnya berjudul Ikan Tunggal Bernama Fadhil yang terdiri atas tiga belas bait dan setiap baitnya terdiri atas empat baris:

Ikan tunggal bernama fadhil

Dengan air daim ia washil

Isyqinya terlalu kamil

Di dalam laut tiada bersahil

Sebuah sajak ringan yang menyimpan makna dalam. Ikan pada syair di atas diartikan sebagai nur Muhammad yang memiliki fadl atau keutamaan. Sedangkan airnya diibaratkan Allah pemilik jagad raya. Maksudnya, Nur muhamad senantiasa dapat sampai dan bertemu (washil) dengan Allah. Baris ketiga diartikan sebagai cinta nabi kepada sang khalik yang amat mendalam. Sedangkan baris keempat merupakan kesimpulan yang dalam tasawuf bisa diartikan demikian "tidak mudah (tiada bersahil) bagi hamba Allah (ikan) untuk sampai dan bertemu Allah SWT."

Fathurrahman Karyadi, adalah lulusan Mahad Aly Tebuireng dan peserta terpilih Akademi Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2014

?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah PonPes, Pendidikan, Berita PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tri Sutrisno: Kaji Ulang Perubahan UUD 1945!

Surabaya, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Mantan wakil presiden Tri Sutrisno menyatakan, Resolusi Jihad NU telah memberi semangat luar biasa kepada segenap anak bangsa di Surabaya untuk melawan kekuatan asing yang hendak menjajah kembali Indonesia dengan kekuatan bersenjata.

Tri Sutrisno: Kaji Ulang Perubahan UUD 1945! (Sumber Gambar : Nu Online)
Tri Sutrisno: Kaji Ulang Perubahan UUD 1945! (Sumber Gambar : Nu Online)

Tri Sutrisno: Kaji Ulang Perubahan UUD 1945!

Dengan persenjataan seadanya, terutama bambu runcing, para pejuang bangsa mendapat kekuatan dari Tuhan untuk melawan penjajahan dan akhirnya kekuatan penjajah yang lebih kuat dapat dikalahkan.

“Sebagai umat beragama kita yakin, bahwa hanya dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa-lah bangsa Indonesia kemudian mampu mengusir penjajah dan bumi pertiwi melalui tanah Surabaya ini, di bulan November 1945,” katanya dalam acara puncak Napak Tilas Resolusi Jihad di Jalan Bubutan Surabaya, Ahad (24/11).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menurutnya, sudah tepat bagi Pemrov Jatim dan NU mengadakan kegiatan Napak Tilas Rosolusi Jihad NU dalam Pertempuran 10 November 1945. Namun dalam setiap peringatan hari bersejarah harus dilakukan evaluasi terhadap perkembangan yang sedang terjadi dan hubungannya dengan peristiwa di masa lalu.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Bagaimana kita menyikapi situasi dewasa ini dengan mengambil pengalaman Rosulusi Jihad 10 November 1945 yang lalu?” katanya.

Jenderal (purn) yang dalam kegiatan itu disebut sebagai “bapak arek-arek Suroboyo” berpesan, penyelesaian kesulitan dewasa ini harus didasarkan pada budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila. Dalam era modern ini, penjajahan gaya baru harus dilawan denan sejata non-fisik berupa ilmu pengetahuan yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa.

Dikatakannya, apabila hendak kembali ke jati diri Pancasila, maka langkah yang harus kita lakukan adalah mengkaji ulang perubahan UUD 1945,  secara konstitusional sesuai TAP MPR Nomor I/ MPR/ 2002.

“Dengan melakukan Kaji Ulang Perubahan UUD 1945, maka berbagai produk hukum yang bertentangan dengan Pancasila harus ditinjau kembali. Tanpa melakukan Kaji Ulang Perubahan UUD 1945, maka bangsa Indonesia akan terus menghadai berbagai krisis,” tegasnya.

Hadir dalam acara puncak Napak Tilas Resolusi Jihad antara lain Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Said Ali, Wakil Sekjen PBNU H Abdul Mun’im DZ, Rais Syuriyah PWNU Jatim KH Miftahul Akhyar, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah, sesepuh NU KH Sholeh Qosim, dan putra Bung Tomo Bambang Sulistomo. (A. Khoirul Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mahasiswa RI di Yaman Diajak Kembangkan Semangat Entrepreneurship

Tarim, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebagai upaya menanamkan jiwa entrepreneurship di kalangan pelajar dan ? mahasiswa Indonesia di Yaman, Dewan Pengurus Wilayah Hadramaut Persatuan Pelajar Indonesia di Yaman (DPW PPI Yaman) bekerjasama dengan Asosiasi Mahasiswa Indonesia Al-Ahgaff (AMI Al-Ahgaff) dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama Yaman (PCI NU Yaman) menggelar acara kuliah umum bertajuk “Pemberdayaan Ekonomi Pesantren, Menuju Pesantren Mandiri dan Bermartabat” pada Rabu, (17/04).

Acara yang bertempat di Auditorium Fakultas Syari’ah Universitas Al-Ahgaff, Tarim, Hadhramaut, Yaman ini menghadirkan KH Mahfudz Syaubari MA, pengasuh pesantren Riyadhul Jannah, Mojokerto, Jawa Timur sekaligus sosok kiai yang sukses dalam mengembangkan usahanya.?

Mahasiswa RI di Yaman Diajak Kembangkan Semangat Entrepreneurship (Sumber Gambar : Nu Online)
Mahasiswa RI di Yaman Diajak Kembangkan Semangat Entrepreneurship (Sumber Gambar : Nu Online)

Mahasiswa RI di Yaman Diajak Kembangkan Semangat Entrepreneurship

Kedatangannya ke Tarim yang kesekian kalinya ini dalam rangka ziarah. ?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam paparannya, alumnus program pasca sarjana Universitas King Abdul Aziz Saudi Arabia ini menuturkan bahwa pesantren selayaknya memiliki kader-kader yang berjiwa mandiri. Karena pesantren merupakan salah satu tempat tumpuan masyarakat.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Kini saatnya pesantren tampil sebagai jawaban atas permasalahan ekonomi Indonesia” tambahnya.

“Bedakan antara kasal (rasa malas) dan tawakkal (sikap pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT)!”, imbuhnya memotivasi ratusan pelajar Indonesia dari berbagai lembaga pendidikan yang ada di kota Tarim yang hadir malam itu. Selain itu, ia juga me-wanti-wanti para audien yang mayoritas dari kalangan pesantren tersebut agar bisa membedakan antara thalab al-halal (mencari rezeki yang halal) dan hub al-mal (cinta harta dunia).

Di pamungkas acara, ia mengatakan, “Semua pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri ketika sudah kembali ke tanah air, hal pertama yang harus dilakukan adalah meng-Indonesiakan diri dahulu.”

Redaktur ? ? : Mukafi Niam

Kontributor: Amaludin?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jadwal Kajian, Humor Islam, Amalan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

KH Subchi Parakan: Kiai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman

Revolusi kemerdekaan Indonesia ditopang oleh perjuangan kaum santri dan barisan Kiai yang menyelamatkan negeri. Sayangnya, kisah perjuangan para kiai dan santri, tenggelam dalam narasi sejarah Indonesia. Salah satunya, Kiai Subchi Parakan, yang dikenal dengan "Kiai Bambu Runcing". Bagaimana kisah hidup dan perjuangan Kiai Subchi?

Kiai Subchi lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, sekitar tahun 1850. Subchi, atau sering disebut dengan Subeki, merupakan putra sulung Kiai Harun Rasyid, penghulu masjid di kawasan ini. Subchi kecil bernama Muhammad Benjing, nama yang disandang ketika lahir. Setelah menikah, nama ini diganti menjadi Somowardojo, ? kemudian nama ini diganti ketika naik haji, menjadi Subchi.

KH Subchi Parakan: Kiai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman (Sumber Gambar : Nu Online)
KH Subchi Parakan: Kiai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman (Sumber Gambar : Nu Online)

KH Subchi Parakan: Kiai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman

Kakek Kiai Subchi, Kiai Abdul Wahab merupakan keturunan seorang Tumenggung Bupati ? Suroloyo Mlangi, Yogyakarta. Kiai Abdul Wahab inilah yang menjadi pengikut Pangeran Dipanegara, dalam periode Perang Jawa (1825-1830). Ketika laskar Dipanegara kalah, banyak pengikutnya yang menyembunyikan diri di kawasan pedesaan untuk mengajar santri. Jaringan laskar kiai kemudian bergerak dalam dakwah dan kaderisasi santri.

Kiai Wahab kemudian mengundurkan diri untuk menghindar dari kejaran Belanda. Ia menyusuri Kali Progo menuju kawasan Sentolo, Godean, Borobudur, Bandongan, Secang Temanggung, hingga singgah di kawasan Parakan. Kawasan Parakan merupakan titik penting arus transportasi kawasan Kedu, yakni sebagai persimpangan Banyumas, Kedu, Pekalongan dan Semarang. Keluarga Kiai Abdul Wahab kemudian menetap di Parakan, sebagai tempat bermukim untuk menggembleng santri dan menyiapkan perlawanan terhadap penjajah.

Pasukan Belanda henti-hentinya mengejar pengikut Dipanegara di berbagai pelosok Jawa, terutama Yogyakarata, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ketika Ibunda Kiai Subchi mengandung, Belanda masih sering mengejar keturunan Kiai Wahab, serta santri-santri yang diduga menjadi pengikut Dipanegara. Pada tahun 1885, Subchi kecil berada di gendongan ibundanya untuk mengungsi dari kejaran pasukan Belanda.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Subchi kecil dididik oleh orangtuanya, dengan tradisi pesantren yang kuat. Ia kemudian nyantri di pesantren Sumolangu, asuhan Syekh Abdurrahman Sumolangu (ayahanda Kiai Mahfudh Sumolangu, Kebumen). Dari ngaji di pesantren inilah, Kiai Subchi menjadi pribadi yang matang dalam ilmu agama hingga pergerakan kebangsaan.

Parakan: Simpul Perjuangan Laskar Santri

Parakan merupakan sebuah kota kecil di Kabupaten Temanggung. Kota ini, memiliki arti penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada awal abad 20, Temanggung menjadi basis pergerakan Sarekat Islam (SI). Kaum santri yang tinggal di Parakan, menjadi tulang punggung kaderisasi SI. Bahkan, di Parakan juga pernah diselenggarakan Kongres Sarekat Islam, yang dihadiri oleh HOS Tjokroaminoto. Pada 1913, anggota Sarekat Islam di Parakan, berjumlah 3.769 orang. Cabang SI Temanggung dibuka pada 1915, dengan jumlah anggota 4.507 (Thamrin, 2008).

Di Parakan, Temanggung, masa sebelum kemerdekaan sangat memprihatinkan bagi rakyat. Hal ini, karena kondisi ekonomi sangat sulit dan politik pemerintah Hindia Belanda yang memeras rakyat dengan tanam paksa, maupun sistem kerja paksa. Ketika Jepang menduduki Jawa, warga Temanggung juga menanggung beban yang sulit. Kewajiban Romusha menjadi beban yang sangat berat bagi rakyat Parakan di Temanggung. Pemberlakukan romusha menjadikan warga terlantar, hidup sengsara, lahan pertanian terbengkalai, hingga sebagian warga menderita busung lapar karena sulitnya memperoleh makanan. Bahkan, kain karung goni sebagai penutup tubuh, menjadi pemandangan biasa pada masa itu (Darban, 1988). Warga Parakan, Temanggung juga banyak yang direkrut sebagai romusha. Mereka dikirim ke Banten, serta ke wilayah Malaysia dan Myanmar.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pada masa kemerdekaan, Parakan Temanggung menjadi simpul pergerakan untuk melawan penjajah. Ketika Pemerintah Hindia Belanda berusaha menggunakan strategi pemisahan wilayah, berupa garis demarkasi Van Mook, warga Temanggung juga bergerak untuk melawan diskriminasi politik yang dilancarkan Hindia Belanda. Pada saat itu, dibentuklah Barisan Muslimin Temanggung (BMT). Barisan ini dipelopori oleh kiai-santri, yang bertujuan untuk memobilisasi kekuatan rakyat melawan penjajah. BMT didirikan pada 30 Oktober 1945 di masjid Kauman Parakan.

Sebelum adanya BMT, warga Parakan Temanggung bergerak dalam jaringan Barisan Keamanan Rakyat (BKR). Warga Parakan yang tergabung dalam BKR sempat melakukan serangan terhadap sembilan bekas Tentara Jepang yang akan menuju Ngadirejo. Ketika melewati Parakan, pasukan Jepang diserbu oleh warga yang terkonsolidasi dalam BKR. Peristiwa penyerangan ini, dikenal sebagai Peristiwa Batuloyo (Gunardo, 1986).

Setelah adanya Barisan Muslimin Temanggung, operasi warga untuk melawan penjajah semakin gencar. Santri-santri yang tergabung dalam barisan ini, menjadi bertambah semangat dengan dukungan kiai, terutama Kiai Subchi Parakan. Beberapa kali, BMT berhasil menyerbu patroli militer Belanda yang lewat kawasan Parakan. Perjuangan heroik BMT dan dukungan Kiai Subchi, mengundang simpatik dari jaringan pejuang santri dan militer. Beberapa tokoh berkunjung ke Parakan, untuk bertemu Kiai Subchi dan pemuda BMT: Jendral Soedirman (1916-1950), Kiai Wahid Hasyim (1914-1953), Kiai Zaenal Arifin (Hizbullah), Kiai Masykur (Sabilillah), Kasman Singadimedja (Jaksa Agung), Mohammad Roem, Mr. Wangsanegara, Mr. Sujudi, Roeslan Abdul Gani dan beberapa tokoh lainnya.

Ketika pasukan Belanda menyerbu kembali Jawa pada Desember 1945, barisan santri dan kiai bergerak bersama warga untuk melawan. Pertempuran di Ambarawa pada Desember 1945 menjadi bukti nyata. Bahkan, Jendral Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa berkah dan bantuan dari Kiai Subchi. Jendral Sudirman sering berperang dalam keadaan suci, untuk mengamalkan doa dari Kiai Subchi. Dari narasi ini, dapat diketahui bahwa Jenderal Sudirman merupakan santri Kiai Subchi. ?

Kiai Bambu Runcing, Kiai Penggerak

Kiai Subchi dikenal sebagai seorang yang murah hati, suka membantu warga sekitar yang kekurangan. Jiwa bisnisnya tumbuh seiring dengan kesuburan tanah di lereng Sindoro – Sumbing. Pertanian menjadi andalan, dengan pelbagai macam tanaman yang menjadi ladang pencaharian warga. Saat ini, Parakan dikenal sebagai kawasan andalan dengan hasil tembakau terbaik di Jawa. Kiai Subchi, pada waktu itu, sering membagikan hasil pertanian, maupun menyumbangkan lahan kepada warga yang tidak memilikinya. Inilah kebaikan hati Kiai Subchi, hingga disegani warga dan memiliki kharisma kuat.

Ketika barisan Kiai mendirikan Nahdlatul Ulama pada 1926, Kiai Subchi turut serta dengan mendirikan NU Temanggung. Beliau menjadi Rais Syuriah NU Temanggung, didampingi Kiai Ali (Pesantren Zaidatul Maarif Parakan) dan Kiai Raden Sumomihardho, sebagai wakil dan sekretaris. Nama terakhir merupakan ayahanda Kiai Muhaiminan Gunardo, yang menjadi tokoh pesantren dan NU di kawasan Temanggung-Magelang. Kiai Subchi juga sangat mendukung anak-anak muda untuk berkiprah dalam organisasi. Pada 1941, Anshor Nahdlatul Oelama (ANO) mengadakan pengkaderan di Temanggung, yang langsung dipantau oleh Kiai Subchi.

Kiai Subchi dikenal sebagai kiai alim dan pejuang yang menggelorakan semangat pemuda untuk bertempur melawan penjajah. Kiai ini, dikenal sebagai "Kiai Bambu Runcing", karena pada masa revolusi meminta pemuda-pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing, kemudian diberi asma dan doa khusus. Dengan bekal bambu runcing, pemuda-pemuda berani tampil di garda depan bertarung dengan musuh. Bambu runcing inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan warga Indonesia untuk mengusir penjajah.

Dalam catatan Kiai Saifuddin Zuhri (1919-1986), Kiai Subchi menjadi rujukan askar-askar yang berjuang di garda depan revolusi kemerdekaan. "Berbondong-bondong barisan-barisan laskar dan TKR menuju Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung pengantin Sindoro dan Sumbing. Di antaranya yang terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan Kiai Masykur", Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia di bawah pimpinan Bung Tomo, "Barisan Banteng" di bawah pimpinan dr. Muwardi, Laskar Rakyat di bawah pimpinan Ir. Sakiman, Laskar Perindo di bawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini, baik TKR maupun badan-badan kelaskaran berbondong-bondong menuju Parakan".

Kiai Subchi dikenal sebagai sosok sederhana, zuhud dan sangat tawadhu. Ketika banyak pemuda pejuang yang sowan untuk minta doa dan asma, Kiai Subchi justru menangis tersedu. "KH Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, dan KH Masjkur pernah mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, Kiai Subchi menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam tersebut. Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, Kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya sudah benar", catat Kiai Saifuddin Zuhri dalam memoarnya "Berangkat dari Pesantren".

Kiai Subchi merupakan teladan dalam kedermawanan, pengetahuan dan perjuangan. Sosok Kiai Subchi menjadi panutan bangsa ini untuk mengawal negeri, mengawal NKRI. Selayaknya, negara mengakuinya sebagai Pahlawan Bangsa.

*Munawir Aziz, periset Islam Nusantara, pengurus LTN PBNU (Twitter: @MunawirAziz)

?

Referensi:

Ahmad Adaby Darban, Sejarah Bambu Runcing, Laporan Penelitian: Fakultas Sastra UGM, 1988.

_________________________, Fragmenta Sejarah Islam di Indonesia, Surabaya: JP Books, 2008.

Ahmad Baso, Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka Afid, 2015.

Amran Habibi, Sejarah Pencak Silat Indonesia: Studi Historis Perkembangan Persaudaraan Setia Hati Terate di Madiun Periode 1922-2000. Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009

Husni Thamrin,dkk, Geger Doorstoot: Perjuangan Rakyat Temanggung1945-1950, Temanggung: Dewan Harian Cabang, 2008.

Muhaiminan Gunardo, Bambu Runcing Parakan, Yogyakarta: Kota Kembang,1986.

Nur Laela, Perjuangan Rakyat Parakan-Temanggung dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1946), Skripsi UIN Yogyakarta, 2014.

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sunnah, Halaqoh PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah