Selasa, 25 Juli 2017

LAZISNU Kudus Salurkan Dana Santunan ke Yatim dan Duafa

Kudus, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kembali menyalurkan dana santunan  kepada 62 anak yatim dan 20 duafa, Ahad (31/8). Pemberian santunan dilaksanakan bersamaan pada acara pengajian rutin Ahad pahing dan halal bihalal Majlis Wakil Cabang NU (MWCNU) Kecamatan Kota di Kantor NU Jl Pramuka No 20 Kudus.

Ketua  LAZISNU Kudus Syaroni Suyanto mengatakan, penyaluran dana santunan ini merupakan bentuk program kerja lanjutan yang telah dilaksanakan sebelumnya pada bulan Ramadhan lalu. Pada kesempatan ini, para penerima santunan adalah yatama dan duafa dari desa di wilayah kecamatan Kota Kudus.

LAZISNU Kudus Salurkan Dana Santunan ke Yatim dan Duafa (Sumber Gambar : Nu Online)
LAZISNU Kudus Salurkan Dana Santunan ke Yatim dan Duafa (Sumber Gambar : Nu Online)

LAZISNU Kudus Salurkan Dana Santunan ke Yatim dan Duafa

"Santunan di MWC NU Kota ini, kita salurkan dana Rp 5.100.000 dengan rincian Rp 3.100.000 untuk 62 yang masing-masing menerima Rp 50.000/anak dan Rp 2.000.000 untuk duafa diberikan kepada 20 duafa per orang menerima Rp 100.000," terang Syaroni.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

 Ia menambahkan LAZISNU akan terus berupaya mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, infaq dan shadaqah secara benar dari para orang kaya, dermawan, muzakki, maupun CSR dari perusahaan. Hingga kini, pihaknya terus menyosialisasikan keberadaan LAZISNU Kudus yang memang baru terbentuk beberapa bulan lalu tepatnya bulan Maret 2014.

 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Karenanya kami mengajak semua pihak membangun kemitraan strategis dengan menyalurkan dana ZIS melalui LAZISNU Kudus dengan no rekening Mandiri Syariah 7064846013 atau langsung ke kantor NU," imbuhnya.

 

Direktur eksekutif LAZISNU Kudus Edi Wicaksana menambahkan Lazisnu  masih terus melakukan penataan kelembagaan sehingga mampu melaksanakan program untuk mengatasi permasalahan ummat.

 

"Termasuk juga, untuk tranparansi pemasukan dan penyaluran dana LAZISNU kami juga akan melaporkan secara terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik," jelas Edi. (Qomarul Adib/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai, Quote, Makam PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sebagai Bagian Dari Komponen Pembangunan, SP/SB Tak Boleh Terjebak Isu Konvensional

Gresik, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah tantangan ketenagakerjaan seperti pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Untuk itu, seluruh stakeholder ketenagakerjaan seperti SP/SB harus memaksimalkan perannya untuk bersama-sama menanggulangi persoalan-persoalan tersebut.

Sebagai Bagian Dari Komponen Pembangunan, SP/SB Tak Boleh Terjebak Isu Konvensional (Sumber Gambar : Nu Online)
Sebagai Bagian Dari Komponen Pembangunan, SP/SB Tak Boleh Terjebak Isu Konvensional (Sumber Gambar : Nu Online)

Sebagai Bagian Dari Komponen Pembangunan, SP/SB Tak Boleh Terjebak Isu Konvensional

“Peran organisasi pekerja juga diharapkan tidak melemah, karena berbagai kepentingan yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan anggota dan keluarganya,” kata Dirjen PHI dan JSK Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) Haiyani Rumondang saat mewakili Menteri Ketenagakerjaan RI memberikan sambutan pada acara Pengukuhan Pengurus Serikat Karyawan Semen Indonesia (SKSI) Periode 2017-2020 di Gresik, Rabu (20/09).

Haiyani menjelaskan, saat ini Pemerintah Indonesia sedang giat melakukan pembangunan di berbagai sektor. Hal ini menurunya membutuhkan dukungan positif dair seluruh komponen masyarakat. Agar pembangunan tersebut berjalan maksimal dan sesuai dengan target pembangunan.

“Dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang konkrit dari SP/SB,” jelasnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Untuk menuju arah tersebut, Haiyani mengimbau agar SP/SB mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Yakni, tuntutan agar seluruh komponen negara lebih interaktif dan saling bersinergi.

Dengan adanya tuntutan ini, maka antara SP/SB dengan pihak pengusaha saat ini tidak boleh menerapkan paradigma yang saling berhadap-hadapan (vis-à-vis). Tetapi paradigma yang digunakan harus diubah menjadi paradigma kooperatif dan sinergis.

Jika SP/SB tidak menyesuaikan paradigma organisasinya sesuai dengan tuntutan zaman, maka organisasi ini akan cenderung terjebak pada isu-isu konvensional seperti Upah Minimum (UM). Menurut Haiyani, UM merupakan jaring pengaman yang tidak akan pernah dapat mensejahterakan pekerja/buruh.

“Jika tidak dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang terjadi, maka organisasi akan menjadi statis,” ujarnya.

Oleh karenanya, ia pun menyarankan agar SP/SB membekali anggotanya dengan keterampilan hubungan industrial yang baik. Dengan adanya kemampuan pengelolaan hubungan industrial yang akuntabel dan kredibel, maka hal ini akan turut memperkuat kualitas SP/SB itu sendiri.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Pengurus juga harus membekali diri dengan kemampuan substantif yang holistik serta kemampuan berbahasa asing,” paparnya. (Red. Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bahtsul Masail, Humor Islam, Quote PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pesantren Wahid Hasyim Peringati Haul Ke-XVI KH Abdul Hadi

Sleman, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pesantren Wahid Hasyim yang terletak di Jalan Wahid Hasyim No. 3, Gaten, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta, menggelar peringatan Haul ke-XVI KH Abdul Hadi As-Syafi’i, Jum’at malam (30/5). ? KH Abdul Hadi As-Syafi’I merupakan sang pendiri Pesantren Wahid Hasyim tahun 1977 M.?

Hadir dalam acara tersebut sebagai pembicara, Rais Syuriah PWNU DIY, KH Asy’ari Abta. Dalam kesempatan tersebut, KH. Asy’ari Abta menceritakan kisah yang pernah diungkapkan oleh KH Ali Maksum.?

Pesantren Wahid Hasyim Peringati Haul Ke-XVI KH Abdul Hadi (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren Wahid Hasyim Peringati Haul Ke-XVI KH Abdul Hadi (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren Wahid Hasyim Peringati Haul Ke-XVI KH Abdul Hadi

“Ada orang sebut saja namanya fulan. Fulan ini kalau suka terhadap seseorang itu suka sekali, ada juga yang disukai kalau butuh saja, dan ada juga yang sangat dibenci. Suatu saat, fulan ini ditangkap polisi. Dia lalu datang kepada orang yang paling disukai untuk meminta pertolongan. Tapi ternyata orang tersebut tidak bisa menolongnya,” ujar Kiai Asy’ari.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Setelah itu, lanjut Kiai Asy’ari, Fulan meminta tolong pada orang yang disukai kalau pas butuh saja. Orang itu pun tidak bisa menolong si Fulan. Dengan terpaksa, si Fulan meminta pertolongan kepada orang yang dibencinya. Dan di luar dugaan, orang yang dibenci tersebut, malah siap memberikan pertolongan.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Sebenarnya, polisi dalam cerita tersebut ya malaikat. Sedangkan ketiga tipe orang tersebut merupakan gambaran dari harta, tetangga dan amal jariah. Ketika orang sudah meninggal, harta tidak akan mampu menolong. Begitu juga dengan tetangga. Hanya amal jariyah-lah yang mampu menolong,” jelas Kiai Asy’ari.?

Ketika orang meninggal, lanjut Kiai Asy’ari, hanya ada tiga hal yang pahalanya tidak pernah putus, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih. Dan Insya’allah KH Abdul Hadi As-Syafi’I memiliki ketiga-tiganya.?

Di akhir pembicaraan, Kiai Asy’ari berpesan kepada para hadirin agar mempersiapkan putra-putri yang shalih sebagai bekal ketika sudah meninggal nanti. (Nur Rokhim/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bahtsul Masail, Ubudiyah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 24 Juli 2017

Kecepatan Kereta Api Indonesia

Karena kondisi fisik tidak sehat, Gus Dur dilarang oleh dokter pribadinya untuk bepergian jauh dengan menggunakan pesawat terbang. Ya. Tapi kali ini Gus Dur bepergian menggunakan kereta api.

Si dokter tidak bisa melarang. "Anda mau pergi naik kereta api Gus? Memangnya Anda pikir bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?" ledek si dokter.

Kecepatan Kereta Api Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
Kecepatan Kereta Api Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

Kecepatan Kereta Api Indonesia

"Anda jangan meremehkan kereta api Indonesia. Kereta api itu cepat banget loh!" jawab Gus Dur.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat terbang?"

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Eh... Jangan salah. Semua kereta api bisa lebih cepat dari pesawat."

"Semua orang juga tahu kalau pesawat itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api!"

"Memang sekarang ini pesawat lebih cepat. Tapi itu karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api Indonesia nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari. Pasti bakalan jauh lebih cepat dari pesawat," kata Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter. (Ahmad Syaefudin/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sejarah, Ulama, Olahraga PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 22 Juli 2017

Kajian Penerapan Adat pada Masyarakat Muslim Indonesia

Oleh? Siti Rahmawati

Konflik perdata di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data Mahkamah Agung tahun 2011, sengketa perkawinan mencapai 504 atau 75,22 persen, ? waris 20 persen, hibah 1, 79 persen, wakaf ? 0,30 persen, dan istbat nikah 0,30 persen. Dari data tersebut sengketa perkawinan menduduki jumlah terbanyak, hal ini didukung oleh hasil penelitian bahwa konflik terbanyak terjadi dalam perkawinan. Oleh karena itu, manajemen konflik yang tepat diperlukan dalam menjawab permasalahan ini. Resolusi konflik yang tepat mengantarkan pada hubungan sukses sebaliknya resolusi konflik yang gagal berakibat putusanya hubungan (Felicia Ohwovoriole: 2011).?

Secara teoritis, penyelesaian konflik atau sengketa dapat diperoleh dari dua proses, pertama proses litigasi dalam pengadilan, kedua proses non-litigasi yang dilaksanakan di luar pengadilan. Pada tataran praktik, non-litigasi dewasa ini diperankan oleh lembaga-lembaga adat dengan hukum adatnya.?

Terdapat dua pandangan teoritis pihak yang bersengketa memilih menyelesaikan sengketa melalui negosiasi adat (Hifdhotul Munawaroh: 2015). Pertama, pandangan yang merujuk pada kebudayaan sebagai faktor dominan, cara penyelesaian melalui konsensus atau mufakat dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat, karena pendekatan itu cocok dengan cara pandang kehidupan masyarakat. Masyarakat mewarisi tradisi kebudayaan yang menekankan nilai keharmonisan dan kebersamaan dalam kehidupan. Kedua, peradilan adat lebih mudah untuk diakses, cepat, murah dan fleksibel. Selaras dengan itu, fokus peradilan adat berusaha melakukan rekonsiliasi dalam menyelesaikan konflik atau sengketa (R.Udphzrun dan Kehinde A Bolaji). Karena pentingnya nilai adat ini, sehingga Simon Fisher mengaskan bahwa untuk menangani konflik secara efektif perlu memahami nilai-nilai sosial, norma-norma, praktik-praktik yang dapat diterima oleh pihak yang terlibat dalam situasi dan lembaga tertentu.

Kajian Penerapan Adat pada Masyarakat Muslim Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
Kajian Penerapan Adat pada Masyarakat Muslim Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

Kajian Penerapan Adat pada Masyarakat Muslim Indonesia

Eksistensi lembaga adat sebagai media resolusi konflik telah dipraktikkan di belahan dunia, termasuk di negara Islam. G.H Bousqet menemukan bahwa Tunisia mengadopsi hukum adat dalam menyelesaikan kasus hak atas tanah dan pengelolaan wakaf. Begitu juga di Libya melegalkan hukum adat sebagai media rekonsiliasi dalam kasus pembunuhan suku Tibawi untuk mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, hal ini juga di praktikkan di Afganistan, hukum adat digunakan dalam menyelesaikan kasus pada daerah-daerah tertentu. Sedangkan di Indonesia menggunakan lembaga adat sebagai media resolusi atas konflik pidana maupun perdata. Hal ini terlihat pada masyarakat etnis dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa pada wilayah masing-masing daerah. Penyelesaian konflik di daerah-daerah masih disandarkan pada hukum adat. Hukum adat lahir sebagai warisan interaksi masyarakat terdahulu (leluhur) yang berfungsi sebagi pranata sosial dan masih dipraktikkan oleh masyarakat. Baik masyarakat yang belum menerima Islam maupun masyarakat yang telah menerima Islam sebagai kepercayaan dan penuntun dalam melaksanakan ibadah ritual masyarakat.?

Masyarakat adat Aceh menggunakan lembaga adat gampong dalam menyelesaikan konflik perkawinan, masyarakat adat angkola di Medan mengenal istilah dalihannatolu yang memiliki wewenang masing-masing, terdiri dari mora (legislatif), anakboru (eksekutif) dan k-ahanggi (yudikatif). Ketiga institusi tersebut berpadu dalam menyelesaikan konflik-konflik termasuk konflik perkawinan, hal ini juga terjadi pada masyarakat (bugis) yang berpegang pada konsep pangangderreng (undang-undang sosial) terdiri unsur adeq (adat-istiadat) dan saraq (syariat Islam). Pampawaadeq dipangku raja sekaligus mengatur roda pemerintahan, sementara pampawasaraq dipangku kadi, imam, khatib, bilal dan doja (penjaga masjid) menangani persoalan yang berhubungan dengan fiqih Islam (Ismail Suardi Wekke). Perpaduan keduanya terlihat dalam penyelesaian kasus kesusilaan (malaweng) di Sulawesi Selatan. Pada situasi yang sama, masyarakat adat Tolaki di Sulawesi Tenggara mengunakan adat Tolaki dalam menyelesaikan sengketa.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Peran adat tersebut jika dikaji lebih jauh sesungguhnya memberi gambaran posisi adat (kultur) dalam menyelesaikan masalah (konflik), mendapat porsi besar di masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari pandangan bahwa peradilan adat memiliki falsafah yang dianggap lebih cocok dengan masyarakat adat atau komunitas lokal. Norma-norma adat memiliki kekuatan dalam membentuk pola prilaku masyarakat.

Perdamaian Persfektif Islam

Teori perdamaian menurut Islam bermakna keadilan. ? Keadilan didasarkan atas persamaan hak dan kesempatan bagi manusia untuk mencapai pemenuhan dan mengatasi penindasan. Peneliti perdamaian Islam seperti Qamarul Huda mengartikan perdamaian tidak hanya berhentinya perang, namun lebih bermakna harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan, di mana manusia mempertahankan hubungan yang sehat antara dirinya dengan Tuhannya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Perbedaan dan pertentangan dalam hubungan manusia merupakan natural law (hukum alam), karena Allah menciptakan manusia dengan keragaman warna kulit, ras, bahasa, budaya, pola pikir dan perbedaan kepentingan. Namun demikian, dinamika masyarakat Islam dapat dipersatukan setidaknya dengan lima prinsip dasar.

Pertama, kesatuan (unity), memadukan keseluruhan aspek-aspek manusia, horizontal maupun vertikal. Kedua, keseimbangan (equilibrum), menggambarkan dimensi horisontal ajaran Islam yang berhubungan pada keseluruhan harmoni pada alam semesta. Ketiga, Kehendak bebas (ikhtiyar), manusia diberikan kebebasan dalam melakukan transaksi atau perjanjian. Keempat, pertanggungjawaban, untuk memenuhi keadilan dan kesatuan diperlukan sikap tanggung jawab pada jiwa dan raga, person dan keluarga, individu dan sosial, antara suatu mayarakat dengan masyarakat lain. Kelima kebenaran (kebajikan dan kejujuran). Kebajikan merupakan tindakan yang dapat memberikan keuntungan bagi orang lain.?

Prinsip-prinsip tersebut menurut Alwi Syhab dapat dilaksanakan dengan sikap toleransi dan pluralisme. Toleransi merupakan upaya menahan diri agar potensi konflik dapat ditekan, sedangkan pluralisme dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kemajemukan, tidak menonjolkan keunggulan-keunggulan dan merasa paling benar kepada pihak lain. Jika ajaran agama diletakan dalam peta kebudayaan, krisis dan konflik yang bermula dari masalah sosial, ekonomi politik maupun keagamaan dapat diuraikan jalan penyelesaiannya. Hal ini senada dengan makna jihad dalam tubuh spiritual Islam, yakni pertempuran batin, melawan kejahatan fikiran dan keinginan terhadap konflik. Dengan demikian, dalam teori perdamaian Islam, konflik dapat diselesaikan jika difokuskan pada moralitas, pluralisme budaya, solidaritas komunal, keadilan sosial dan iman (Uzma Rehman: 2016).

Islam bersifat universal dan mengakomodasi praktik-praktik empiris di masyarakat. Prakatik empiris masyarakat terdiri dari prilaku (model for) menjadi refleksi (model of) dari sistem kepercayaan (system of beliefe), maka ketika terjadi konflik harus kembali pada nilai-nilai primordialistik yang menjadi sistem kepercayaan (system of beliefe). Contohnya, masyarakat Madura mengenal istilah carok dalam membela kehormatan, masyarakat berpegang pada falsafah (ango’a poteya tolang atembang poteya mata) dari pada hidup menanggung malu lebih baik mati membela kehormatan. Jika terjadi konflik terkait kehormatan, maka resolusi konflik yang tepat harus kembali pada nilai-nilai primordialistik masyarakat madura (Thoha Hamim: 2007). Bagi masyarakat adat, penyelesaian konflik secara kekeluargaan merupakan pilahan yang tepat, penyelesaian konflik atau sengketa melalui adat dilaksanakan dengan tujuan mendamaikan kedua bela pihak, masyarakat lebih patuh dan memahami arti dan makna-makna adat dalam kehidupannya.

Adat memiliki sinkronisasi dengan agama Islam, Islam secara terminologis bermakna penyerahan diri, perdamaian dan keselamatan. Oleh karena itu, Islam tidak hanya sebuah agama ? tetapi ia juga terwujud sebagai sebuah peradaban (civilicatioan).

Perdebatan Teoritik; Peran Adat dan Agama sebagai Pranata Sosial

Peran dan keberhasilan lembaga adat dalam menyelesaikan sengketa di masyarakat menunjukkan efektifitas dari mekanisme-mekansime pengaturan masyarakat (self regulation) yang berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (legal order). Kendati demikian, mengkaji penerapan adat di Indonesia seiring berkembangnya Islam menghasilkan pemikiran yang beragam. Teori receptie yang dicetuskan oleh Cornelis Van Vallenhoven menganggap bahwa hukum adat berlaku setelah diresepsi atau diterima oleh hukum adat. Sedangkan Sayyed Husein Nasr mengatakan bahwa pada tataran teori, syariah (divine law)? datang untuk mengatur dan menuntun masyarakat bukan sebaliknya. Manusia tidak berubah secara hakiki, meskipun terdapat perbedaan dari masa Muhammad, naik turunya tetap sama karena itu formulasi syariah tidak membutuhkan pengembangan.?

Sayyed Hossein Naser hendak menegaskan kembali bahwa agama berfungsi sebagai sistem nilai yang memuat norma tertentu. Norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Pranata sosial masyarakat bagaimana pun bentuknya harus kembali kepada hasil ijtihad ulama-ulama terdahulu.

Abdurrahman Wahid mempunyai pandangan yang berbeda, bahwa adat-istiadat adalah seni hidup (the art of living), mengandung tatanan masyarakat yang patut dipertahankan, masuknya Islam di Indonesia melalui adat dan budaya bukan melalui ekspansi sebagaimana di dunia Arab. Adat istiadat adalah unsur utama sebuah pergaulan sosial, sebuah masyarakat betapa pun sederhananya memiliki nilai-nilai dan norma-norma, norma tersebut terwujud dalam praktik sosial masyarakat. Melihat pergulatan pemikiran-peikiran tersebut, kiranya perlu mengulas kembali, bahwa sejak awal perkembangan Islam sebagai konspesi realitas telah menerima akomodasi sosio-kultural. Meski pada sisi teoritis doktrin Islam seolah berbeda dengan realitas, namun dalam aplikasinya Islam mengakomodasi kenyataan sosial budaya, sebagaimana ahli fiqih mempertibangkan faktor-faktor sosial dalam penetapan hukum pada periode awal Islam.

Kondisi sosial yang diperhadapkan dengan Islam akhirnya menghasilkan apa yang disebut oleh Azyumradi Azra sebagai “varian Islam”, maksudnya Islam dengan berbagai corak dan jenisnya. Terkait dengan itu, asumsi mengenai dogma dan realitas masyarakat yang dipandang sebagai konflik harus diarahkan pada sikap moderat dan toleransi terhadap kondisi dan realitas masyarakat yang terus berkembang.

Masyarakat sebagai pelaku budaya tidak hanya mempertahankan aspek budaya yang pernah dicapai dengan segala dimensinya, namun harus berusaha menghidupkan Islam dengan nilai-nilai ajarannya ke dalam budaya tersebut. Islam universal dan dinamis, tetap memberikan ruang yang cukup pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan penemuan-penemuan baru lainnya. Inilah yang dimaksud “moderenizing society”, yakni masyarakat yang mulai mengatur masa depannya, tetapi belum meninggalkan masa lalunya.

Pemikiran ini juga terpancar pada pemahaman terhadap agama, ada yang memandang bahwa agama adalah alat konservatis dan mempertahankan tradisi ada pula yang berpandangan secara aplogetik bahwa agama adalah pendorong kemajuan. Hooker menjelaskan bahwa Islam mempunyai nilai akomodatif terhadap pranata sosial seperti hukum adat tidak saling menyisihkan dan berlaku sejajar pada masyarakat adat Indonesia. Bahkan Syaukani menjelaskan dalam teori interdependensi bahwa semua sistem hukum tidak berdiri sendiri, pembentukannya selalu berinteraksi dengan sistem hukum lainnya.?

Lebih jauh, Jalal al-Din ‘Abd Al-Rahman menjelaskan bahwa adat (‘urf) mempunyai tempat dalam hukum Islam sebagai sumber pengambilan hukum selama tidak bertentangan Al-Qur’an dan Hadits. ‘urf atau ‘adah dapat dihubungkan dengan term hadits dan sunah (tradisi nabi), para ahli hukum Islam memegang prinsip umum bahwa suatu yang dikatakan, diperbuat atau ditetapkan oleh nabi akan membentuk apa yang dikenal dengan sunah, sumber kedua setelah Al-Qur’an. Jadi ‘adah pada masa nabi dapat dipandang sebagai suatu sumber untuk menformulasikan hukum-hukum. Hakikatnya norma-norma agama itu tidak mempunyai korelasi dengan modornisasi maupun tradisionalisme sebab agama mempunyai dimensi yang tidak selalu dapat diukur dengan dimensi modernisasi maupun tradisionalisme.

Sebuah Refleksi

Berdasarkan teori-teori yang telah di paparkan, penulis berasumsi bahwa tedapat relevansi antara hukum adat sebagai media resolusi konflik dengan hukum Islam. Nilai-nilai Islam dan hukum adat mengajarkan manusia untuk hidup rukun, menjunjung tinggi nilai persaudaraan, persatuan dan kesatuan. Konflik dalam skala yang besar atau dalam skala yang kecil diselesaikan melalui rekonsiliasi (islah).

Konflik tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Masyarakat adat berpegang kepada hukum adat sebagai alat pemersatu untuk pertentangan konseptual dan sosial. Meski ilmuwan mazhab struktural beranggapan bahwa adat (culture) berperan sebatas pemicu konflik, sebab masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi bisa hidup berdampingan sepanjang diikat oleh manajemen konflik yang baik. Oleh karenanya penyelesaian konflik harus diarahkan pada perbaikan struktur sosial bukan pada adat.

Praktik masyarakat adat dalam menyelesaikan konflik ? mempunyai relevansi dengan nilai-nilai Islam ketika bersentuhan dengan hukum adat, khusunya mengenai penyelesaian konflik. Lebih jauh, gambaran yang kongkrit keterkaitan antara pranata sosial masyarakat dengan agama dipahami dari tulisan Clifford Geertz mengenai kelompok masyarakat abangan, santri dan priyayi. Meski kemudian Mark Woodward mengkritisi Clifford Geertz bahwa ada kesalahpahaman serius dalam melihat Islam Jawa, ? namun perbedaan pandangan tidak menjadi soal dalam tulisan ini, kedua penelitian tersebut jelas menunjukkan bahwa agama dan masyarakat mempunyai kaitan yang erat dalam praktik sosial.?

Peradaban Islam telah menyumbangkan aset berharga bagi pengembangan tradisi ilmiah. Banyak buku ditulis, disadur dan diterjemahkan melalui kreativitas ilmuan Muslim. Namun dalam beberapa abad terakhir Islam secara teriotik sangat komprehensip namun dianggap lemah ketika dihadapkan dengan realitas masyarakat. Hal ini tidak lain disebabkan oleh pemahaman dalam menginterpretasikan wujud Islam. Islam lahir dengan sifatanya yang dinamis dan mengakomodir praktik sosial masyarakat yang mengandung norma dan pranata.





Penulis adalah Finalis Kompetisi Penulisan Esai, International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil) PBNU?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hikmah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PWNU Jatim Desak Pemerintah Segera Bentuk BRR Lumpur

Surabaya, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mendesak pemerintah untuk segera membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Lumpur, seperti halnya BRR Aceh dalam menangani tsunami selama empat tahun.

"Masyarakat menilai penanganan lumpur Lapindo selama ini masih bersifat main-main. Bahkan Tim Nasional (Timnas) yang dibentuk dengan Keppres juga gagal," ujar Ketua PWNU Jatim Dr KH Ali Maschan Moesa MSi di Surabaya, Selasa.

PWNU Jatim Desak Pemerintah Segera Bentuk BRR Lumpur (Sumber Gambar : Nu Online)
PWNU Jatim Desak Pemerintah Segera Bentuk BRR Lumpur (Sumber Gambar : Nu Online)

PWNU Jatim Desak Pemerintah Segera Bentuk BRR Lumpur

Ia mengemukakan hal itu, menanggapi aksi demonstrasi (demo) yang dilakukan warga Perumahan Tanggulangin Aggun Sejahtera I (Perum TAS I), Sidoarjo yang tak kunjung usai, dan berakhirnya masa kerja Timnas Penanggulangan Lumpur yang diperpanjang satu bulan.

Menurut Doktor bidang Ilmu Sosial dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, Timnas sudah tak memiliki kekuatan, karena tim itu terbukti gagal dalam menangani korban dan tanggul. Bahkan upaya penutupan sumber luapan juga nihil.

"Karena itu, pemerintah jangan main-main lagi, tapi pemerintah harus menangani lumpur di Porong itu dengan membentuk BRR seperti di Aceh. Apalagi upaya penutupan sudah gagal dalam sepuluh bulan sejak 29 Mei 2006," tegasnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna, Jemurwonosari, Surabaya itu menyatakan, BRR Lumpur nantinya dapat merancang konsep yang jelas dalam menangani luapan lumpur panas dengan program jangka pendek dan jangka panjang.

"Bagaimana-pun, pemerintah harus ’cacut taliwondo’ (bekerja keras) untuk menangani lumpur yang konon akan sulit ditutup dalam waktu minimal 20 tahun. Kalau pemerintah tidak bertindak cepat, maka hal itu berarti pemerintah ingin Sidoarjo tenggelam," ungkapnya.

Anggota "Surabaya Academy" itu menilai, program BRR Lumpur harus meliputi tiga hal, yakni menangani korban dengan program pengungsian yang jelas, menangani lumpur dengan mengalirkan air lumpur ke sungai, dan menangani program penutupan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Saya usul pemerintah mendesain lokasi lumpur sebagai tempat penelitian dan wisata. Karena apa yang terjadi di Porong itu merupakan kejadian pertama di dunia, sehingga menarik bagi peneliti asing dan domestik. Tentu, peneliti harus bayar, termasuk mereka yang sekedar berwisata," ucapnya.

Tentang dana untuk penanganan lumpur melalui BRR itu, ia menilai, pemerintah harus bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Sedangkan pertanggungjawaban Lapindo Brantas Inc masih harus menunggu proses hukum di Pengadilan Negeri (PN).

"Jadi, BRR Lumpur itu tak jauh berbeda dengan BRR Aceh yang anggarannya dari pemerintah pusat, mengingat masalah pertambangan merupakan urusan pemerintah pusat. Tapi saya juga setuju Lapindo juga berkomitmen membantu, sebab sumur Banjar Panji 1 adalah miliknya," kilahnya.

?

Oleh karena itu, paparnya, warga Perum TAS juga harus ditanggung pemerintah pusat sepenuhnya, dan hal itu akan cepat bila ada badan khusus yang sengaja dibentuk untuk itu. "Kalau seperti sekarang, nasib warga Perum TAS tidak jelas," tuturnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menunjuk mantan Mentamben Kuntoro Mangkusubroto sebagai Ketua Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias (16/4/2005).

Penunjukan Kuntoro itu berdasarkan Keppres Nomor 63/M/2005 yang juga menetapkan keanggotaan dewan pengarah, dewan pengawas, dan pejabat pelaksana badan pelaksana. Dewan Pengarah yang terdiri atas 17 orang diketuai Menko Polhukam Widodo AS.

Badan itu akan selama empat tahun dan dapat diperpanjang jika diperlukan. BRR memiliki kantor pusat di Aceh dengan kantor cabang di Nias dan kantor perwakilan di Jakarta. (ant/mad)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Berita, Lomba PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 21 Juli 2017

Awalnya, Syekh Buthi Membuat "Gerah" Salafi-Wahabi

Syekh Said Ramadhan Al-Buthi adalah tokoh utama kelas dunia dari kalangan Sunni atau Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang sufi, namun juga ahli syariat sekaligus ahli hakikat, dan argumentator Sunni terhadap serangan-serangan non-Sunni. Ini diakui baik di Suriah maupun di dunia Muslim lainnya.

Salah satu dari kehebatan Syekh Buthi adalah kemampuannya berargumentasi terhadap serangan-serangan kelompok takfiriyah yang suka mengkafirkan kelompok Asy’ari (Sunni), juga suka mengkafirkan amalan-amalan fadhilah dan lain sebagainya. Syekh Buthi ini paling gigih dan paling jitu untuk melawan mereka. 

Awalnya, Syekh Buthi Membuat Gerah Salafi-Wahabi (Sumber Gambar : Nu Online)
Awalnya, Syekh Buthi Membuat Gerah Salafi-Wahabi (Sumber Gambar : Nu Online)

Awalnya, Syekh Buthi Membuat "Gerah" Salafi-Wahabi

Ada dua karya Syekh Buthi yang membuat “gerah” kelompok Wahabi dan Salafi yang ada di Suriah dan di dunia muslim pada umumnya. Pertama bukunya yang berjudul al-La Mazhabiyyah: Akhtoru Bidatin Tuhaddidus Syariah Islamiyyah, yang artinya bahwa pemikiran non madzhab adalah bid’ah baru yang dapat merusak pemikiran syariah. Ringkasnya, buku itu menjelaskan bahwa orang memahami Islam itu harus dengan pola berfikir. Nah pola berfikir itu dengan metodologi ijtihad yang tidak bisa hanya diserahkan orang-perorang yang tidak memenuhi syarat untuk itu. Menurut Syekh Buthi, bagi mereka yang melakukan itu samalah artinya dia merusak Islam karena dia akan memelencengkan makna yang sesungguhnya dari Islam itu sendiri. Buku ini sangat terkenal dan jitu sekali untuk melawan Wahabiyah dan kelompok takfiriyah tadi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kedua, buku Syekh Buthi yang berisi uraian tentang Salafi yakni As-Salafiyyah. Bahwa menurutnya, Salafi ini bukan madzab tapi suasana keagamaan pada zaman as-salafus salih. Jadi Salafi bukan merupakan pola pemikiran tapi fakta kehidupan darus salam itu yang damai. 

Dua buku itu betul-betul membikin kelompok Wahabi dan Salafi kelabakan, sehingga sudah lama sebenarnya ada pertentangan sektarian antara Wahabi-Salafi dengan Syekh Buthi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Penasihat Presiden

Bersamaan dengan itu Syekh Buthi menjadi penasihat Presiden. Dalam keadaan normal ia memberikan nasihat di bidang agama. Namun karena adanya konflik yang membelah pemerintah dan masyarakat pemberontak, dalam hal ini juga dikompori oleh luar negeri, maka terjadi kolaborasi antara faktor agama dan konflik politik.

Sementara itu di pemerintahan sendiri banyak unsur Syiah Alawiyahnya yang tidak disukai oleh jamaah-jamaah takfiriyah yang dimotori oleh Slafi-Wahabi, meskipun Syekh Buthi sendiri bukan orang Syiah. Syekh Buthi sendiri sebenarnya berada di pemerintahan dengan maksud ingin mencari keseimbangan antara Sunni dengan Syiah Alawiyah itu.

Konflik Suriah memang terus berlanjut. Faktor yang lebih dominan sebenarnya adalah politik. Pertama sebenarnya karena Israel itu ingin menghancurkan Suriah karena dia negara yang paling depan berhadapan dengan mereka. Di sana dihuni kekuatan-kekuatan militan yang melawan Israel. Seperti kekuatan Syiah yang dikendalikan oleh Iran, lalu kekuatan Hamas yang dikendalikan oleh Khalid Massal dan beberapa kekuatan Syiah sebagai bagian dari Hezbollah yang dipimpin oleh Hasan Nasrollah. Tiga kekuatan ini yang membuat Suriah menjadi musuh utama Israel ditambah bahwa pemerintahan Basyar sendiri cenderung ke Syiah Alawiyah.

Karena faktor politik ini, tentu sebagaimana juga penyerangan terhadap negara Islam yang lain pasti Amerika ikut campur. Dan dapat diduga bahwa dia pasti membantu pemberontak, pertama karena tidak suka dengan pemerintahan, kedua Salafi-Wahabi itu selalu pro Saudi-Amerika, termasuk di dalamnya jamaah takfiriyah.

Sementara negara-negara yang ‘sudah direformasi” seperti Mesir, Libya dan sebagainya yang diam-diam berpihak kepada Amerika, dan di sini mereka berpihak pada pemberontak. Nah karena itu maka Iran menyeret Cina dan Rusia untuk masuk dalam pertempuran ini karena faktor perlawanan terhadap Amerika, sebenarnya bukan karena faktor agama, namun untuk menjaga keseimbangan Barat dan Timur.

Maka terjadilah carut marut politik di Suriah, dan Syekh Buthi berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena beliau sebagai orang Sunni, sebagai penasihat pemerintah itu pun dia harus berhadapan dengan Syiah Alawi, sementara yang takfiri ini menganggap bahwa Syekh Buthi berpihak pada kedzaliman.

Karena Syekh Buthi itu dianggap sangat besar kekuatannya terutama dalam Islam maka kemudian beliau diserang dengan cara seperti itu. Syekh buthi meninggal dalam aksi serangan bunuh diri. Saya kira penyerangan ini tidak jauh dari kelompok takfiriyah, atau gerakan-gerakan politik yang anti pemerintah.

Propaganda Negatif

Setelah Syekh Buthi meninggal dengan cara seperti itu, kelihatannya pihak barat dan dari pihak Salafi-Wahabi ini mengkhawatirkan dukungan ulama dunia, atau simpati umat dunia terhadap beliau. Maka direkayasalah terhadap beberapa ulama untuk menjelekkan Syekh Buthi, seperti Syekh Qaradhawi. Ada statemen beliau yang cenderung memojokkan. Nah itu sebetulnya adalah bagian dari gerakan politik untuk meredam dukungan dan simpati kepada Syekh Buthi.

Kita mendengar orang yang menjelekkan Syekh baik di media cetak maupun elektronik internasional. Padahal di dalam orang Islam orang yang meninggal itu tidak usah dijelekkan. Ada haditsnya yang nenyebutkan, ‘Udzkuru ma hasina mautakum’. Nah tapi untuk kepentingan supaya tidak ada reaksi maka Syekh Buthi dijelekkan. Jadi kita tidak perlu memperbesar kontroversi ini karena termasuk bagian dari konspirasi orang lain.

Menurut ahlissunnah wal jamaah, orang yang shalih tetaplah shalih. Bahwa pilihan politik berakibat sesuatu itu kita tidak masuk dalam penilaian pribadi dan agamanya seperti dulu pada waktu zaman pertentangan Sayydina Ali dan Sayyidina Utsman. Orang Sunni mengatakan, ‘Apa yang terjadi di dalam sahabat itu kita diam”, karena itu bukan dari faktor agama tetapi faktor lain. Sehingga dari kelompok Sunni di dunia lebih senang kalau dia tidak menghujat Syekh Buthi dan ini lebih kepada masalah politik bukan masalah sektarianisme agama sekalipun masalah sektarianisme agama ini menjadi sumbu disebabkan karena permainan global untuk memainkan antara sektor itu. 

Hubungan dengan NU

Sewaktu ke Suriah, saya sempat bertemu dengan Syekh Buthi bersama beberapa kiai, antara lain KH Idris Marzuki, KH Masruri Mughni (alm.), dan KH Nur Muhammad Iskandar. Beliau sudah memberikan ijazah langsung untuk menyebarkan semua karyanya. 

Salah satu karyanya yang paling terkait dengan NU adalah Syarah Al-Hiham, karena Al-Hikam sendiri adalah kitab tasawuf andalan yang dikaji di pesantren. Menurut saya, kelebihan kitab yang ditulis Syekh Buthi dibanding syarah hikam lainnya, pertama karena beliau memulai Hikam itu dari syariatnya kemudian masuk hakikat. Jarang ada syarah Hikam seperti itu. Biasanya hakikatnya itu saja yang disyarahi. Jadi dari syariat beliau mengungkapkan dalil-dalilnya, baru baru masuk ke hakikat.

Yang kedua Syekh Buthi ini memperlengkapi Hikam ini dengan dalil-dalil yang muktabar baik Al-Qur’an maupun hadits nabi, karena hikam sendiri didalamnya tidak ada dalil hanya menyinggung sedikit tentang ayat, tapi belum proporsional pada setiap qoul ada dalilnya. 

Di NU memang Sykeh Buthi ini kalah populer dibanding dengan misalnya Syekh Wahbah Zuhaili dan Qaradhawi. Itu karena masalah silaturrahim saja, karena beliau sudah sepuh. Syekh Wahbah masih sering datang ke Indonesia, sementara Syekh Buthi hanya diwakilkan kepada putranya, Dr Taufik.

Kedua, kitab-kitab Syekh Buthi bukan kategori fikih praktis, meskipun banyak sekali yang terkait dengan fikih dan ushul fikih, tapi beliau lebih dikenal dengan ulama sufi dan argumentator Sunni. Namun mestinya para ulama itu tidak bisa secara simpel dipetakan sebagai ahli fikih atau tasawuf. Seperti imam Syafi’i adalah ahli fikih padahal beliau sangat sufi. Imam Hanafi adalah ahli ra’yi tapi beliau juga sangat sufi. Jadi kita lebih sering melihat pada disiplin ilmu apa yang menonjol. Namun, "apa yang ada di gudang itu kan tidak semua terlihat di etalase."

Salah satu pemikiran Sykeh Buthi yang menurut saya perlu dikembangakan adalah komprehensi antar disiplin-disiplin pecahan ilmu agama, misalnya konprehensi antara fikih dengan tafsir, tasawuf dengan ilmu kalam. Ini dilakukan supaya integral. Saya bisa mengatakan bahwa syekh buti ini bisa disebut Imam Ghazali kedua baik di dalam mengutarakan argumentasi maupun mengutuhkan kembali ilmu-ilmu Islam itu yang selama ini pecah: fikih jauh dari tarekat, tarekat jauh dari ilmu kalam, teknologi jauh dari tauhid, dan seterusnya. Ini tidak benar.

Nah pecahan pecahan ilmu agama itu disatukan lagi oleh Syekh Buthi dalam ceramah-ceramah dan pengajian. Keistemewaan lain Syekh Buthi adalah ceramahnya yang sistematik dan terukur, serta bisa langsung ditranskrip dan dicetak tanpa editing. Maka karya-karya beliau tercatat cukup banyak dan sebagian besar sudah sampai ke berbagai pesantren di Indonesia.

 

* Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), Rais Syuriyah PBNU

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah IMNU PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah