Sabtu, 17 Juli 2010

PBNU: Proses Berdemokrasi Jangan Dirusak dengan Isu SARA

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj memberi perhatian terhadap proses demokrasi yang sudah berjalan dengan baik di Indonesia. Namun, ia juga tidak memungkiri, demokrasi saat ini telah tercoreng dengan penggunaan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

PBNU: Proses Berdemokrasi Jangan Dirusak dengan Isu SARA (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU: Proses Berdemokrasi Jangan Dirusak dengan Isu SARA (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU: Proses Berdemokrasi Jangan Dirusak dengan Isu SARA

Setidaknya menurut Kiai Said, isu SARA ini terlihat ketika perhelatan Pilkada Provinsi DKI Jakarta untuk memilih gubernur dan wakil gubernur 2017 lalu. Demokrasi yang jujur dan fair harus dijaga mengingat 2018 juga dihelat pilkada di 171 daerah dan 2019 memasuki pemilihan presiden dan legislatif.

Dalam berdemokrasi, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini menyayangkan sejumlah kelompok masih kerap menggunakan SARA, agama jadi isu untuk kepentingan politik sesaat.

“Demokrasi silakan, misal ada dua calon, nggak seneng ini gak usah dipilih, nggak seneng si A gak usah dipilih, gak seneng si B gak usah dipilih, buat apa harus menggunakan isu agama dan SARA, jangan sampai memburu kekuasaan yang hanya lima tahun tetapi merusak tatanan kebangsaan yang sudah berjalan bertahun-tahun,” tegas Kiai Said, Rabu (3/1) di Jakarta.

“Jadikan bangsa Indonesia dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia sebagai kiblat perdamaian, budaya, peradaban bagi dunia internasional,” imbuhnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Bercermin dari kasus Pilkada DKI, lanjutnya, kontestasi politik dapat mengganggu kohesi sosial akibat penggunaan sentimen SARA, penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian (hate speech).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Dan ini semakin parah karena massifnya penggunaan internet dan media sosial,” ungkap guru besar ilmu tasawuf ini.

Maka, tandasnya, PBNU perlu mengimbau warganet (netizen) agar bijak dan arif menggunakan teknologi internet sebagai sarana menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan perdamaian, bukan fasilitas untuk menjalankan kejahatan dan merancang permusuhan. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal, Habib, Anti Hoax PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 13 Juli 2010

GP Ansor Kubu Raya Gelar PKD Perdana

Kubu Raya, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebanyak 50 pemuda mengikuti Pelatihan Kader Dasar sebagai kaderisasi jenjang dasar di tubuh GP Ansor. Selama tiga hari, Jumat-Ahad (28-31/8), mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan kaderisasi di madrasah Miftahul Huda desa Sungai Malaye yang diadakan untuk pertama kali oleh GP Ansor Kubu Raya, Kalbar.

GP Ansor Kubu Raya Gelar PKD Perdana (Sumber Gambar : Nu Online)
GP Ansor Kubu Raya Gelar PKD Perdana (Sumber Gambar : Nu Online)

GP Ansor Kubu Raya Gelar PKD Perdana

Tampak hadir dalam pembukaan PKD ini ialah Pengurus NU Kubu Raya, Romawi Martien dari PP GP Ansor, Ketua GP Ansor Kalbar Nurdin, Ketua GP Ansor Mempawah Rajuini, Sekda Kubu Raya, Kepala Dinas Kemenag Kubu Raya, PMII Kubu Raya, serta para ulama Kubu Raya.

Selain dari Kubu Raya, peserta PKD juga berasal dari kabupaten Landak, Mempawah, Kota Pontianak, kata Ketua GP Ansor Kubu Raya Junaidi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Junaidi mengharapkan peserta PKD kali ini meneguhkan diri sebagai pelanjut perjuangan ulama terdahulu.

Sementara Nurdin mengingatkan warga NU di Kalbar agar tidak terlena dengan kebesaran warga NU di Indonesia. “Meskipun NU sangat besar dibandingkan organisasi lainnya, hanyak kaderisasi yang bisa dijadikan ukuran kebesaran NU. Karenanya, kaderisasi sangat penting untuk digerakan setiap pengurus daerah.” (Firman/Alhafiz K)

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah AlaSantri, Doa, Pahlawan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 20 Juni 2010

Fungsi Dosen PAI di PTU Diambil Alih Organisasi Kemahasiswaan

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebuah keironisan terjadi terkait Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU). Peran dan fungsi pendidikan agama lebih banyak dilakukan oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan dan organisasi kemasyarakatan dibanding dosen PAI itu sendiri.?

Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama (Puslitbang Penda) Balitbang dan Diklat Kemenag RI tahun 2015. Sedangkan pihak PTU sendiri tidak bisa mengontrol setiap kegiatan keagamaan yang dilakukan mereka sehingga penanaman ideologinya pun tak bisa dikendalikan.

Fungsi Dosen PAI di PTU Diambil Alih Organisasi Kemahasiswaan (Sumber Gambar : Nu Online)
Fungsi Dosen PAI di PTU Diambil Alih Organisasi Kemahasiswaan (Sumber Gambar : Nu Online)

Fungsi Dosen PAI di PTU Diambil Alih Organisasi Kemahasiswaan

Sedangkan fakta di lapangan yang terjadi selama ini, paham-paham Islam transnasional justru banyak berkembang di PTU. Alasan inilah yang harus menjadi perhatian penuh dosen PAI di PTU agar pemahaman agama tidak bergeser dari semangat kebangsaan Indonesia yang plural.

Kenyataan bahwa pendidikan agama di PTU lebih banyak dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan memberikan kesan, peran dan tanggung jawab dosen PAI telah diambil alih oleh organisasi-organisasi tersebut.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam penelitian, meskipun diakui bahwa pendidikan agama masih selaras dengan wawasan kebangsaan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, pendidikan agama yang masih sesuai dengan semangat kebangsaan tersebut hanya berlangsung seper sekian menit ketimbang kegiatan dan aktivitas pendidikan agama di luar perkuliahaan.?

Penelitian itu mengungkapkan, kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lakukan bersifat transnasional. Seperti yang telah kita mafhumi bersama, ideologi Islam transnasional bertujuan merongrong dasar negara Pancasila. Padahal Pancasila terbukti mampu menyatukan bangsa Indonesia yang majemuk ini.

Penelitian tersebut juga menyatakan, sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik baik kuantitas maupun kualitasnya dan juga dari segi sarana dan prasarana pendidikan agama Islam masih belum maksimal.?

Selain dari segi kuantitas dan kualitas SDM, keberadaan dosen agama masih sangat terbatas. Belum satupun dosen PAI (sasaran penelitian) yang telah mencapai posisi akademik tertinggi yaitu guru besar atau profesor. (Fathoni)

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pendidikan, Nahdlatul, Khutbah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 18 Juni 2010

Yang Lebih Buruk dari Fir’aun dan Iblis

Dalam kitab an-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Mishri al-Qulyubi asy-Syafi‘i dikisahkan, suatu kali Iblis mendatangi Fir’aun dan berkata, “Apakah kau mengenaliku?”

“Ya,” sahut Fir’aun.

Yang Lebih Buruk dari Fir’aun dan Iblis (Sumber Gambar : Nu Online)
Yang Lebih Buruk dari Fir’aun dan Iblis (Sumber Gambar : Nu Online)

Yang Lebih Buruk dari Fir’aun dan Iblis

“Kau telah mengalahkanku dalam satu hal.”

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Apa itu?” Tanya Fir’aun penasaran.

“Kelancanganmu mendaku sebagai tuhan. Sungguh, aku lebih tua darimu, juga lebih berpengetahuan dan lebih kuat ketimbang dirimu. Tapi aku tidak berani melakukannya.”

“Kau benar. Tapi aku akan bertobat,” kata Fira’un.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Jangan buru-buru begitu,” bujuk Iblis la’natullah ‘alaih, “Penduduk Mesir sudah menerimamu sebagai tuhan. Jika kau bertobat, mereka akan meninggalkanmu, merangkul musuh-musuhmu, dan menghancurkan kekuasaanmu, hingga kau tesungkur dalam kehinaan.”

“Kau benar,” jawab Fir’aun, “Tapi, apakah kau tahu siapa penghuni muka bumi ini yang lebih buruk dari kita berdua?”

Kata Iblis, “Ya. Orang yang tidak mau menerima permintaan maaf orang lain. Ia lebih buruk dariku dan darimu.” (Mahbib/Sindikasi Media)





* Dari kitab an-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Mishri al-Qulyubi asy-Syafi‘i (Surabaya: Al-Haramain), h. 57

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah AlaSantri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 17 Juni 2010

Jambore Pelajar-Santri Nusantara Lengkapi Pra-Kongres

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sedikitnya 500 pelajar dan santri akan berkumpul di Bumi Perkemahan Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (28/11). Mereka melaksanakan Jambore Pelajar-Santri Nusantara dan Apel Akbar Corp Brigade Pembangunan (CBP) IPNU.

Kegiatan ini termasuk rangkaian acara Pra-Kongres XVII Ikatan Pelajar Nahdaltul Ulama (IPNU) yang digelar di Palembang, 30 November hingga 4 Desember. Menurut Nurudin, ketua panitia, jumlah tersebut terdiri dari 350 anggota CBP IPNU dan sekitar 200 pelajar dan santri.

Jambore Pelajar-Santri Nusantara Lengkapi Pra-Kongres (Sumber Gambar : Nu Online)
Jambore Pelajar-Santri Nusantara Lengkapi Pra-Kongres (Sumber Gambar : Nu Online)

Jambore Pelajar-Santri Nusantara Lengkapi Pra-Kongres

Dalam jambore atau perkemahan besar tingkat nasional ini, pelajar dan santri akan digembleng dengan sejumlah materi dan latihan-latihan tertentu. Sementara CBP IPNU, selain apel, mereka akan turut mengamankan keberlangsungan acara kongres.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Mereka semua nanti juga akan ada bakti sosial,” ujar Nurudin.

Sejak Mei lalu, Pra-Kongres IPNU dimulai dengan ToT dan Pembentukan Kader Antinarkoba di Bogor, dilanjutkan dengan Workshop Pra-Kongres XVII IPNU di Bandung, serta Pendidikan Latihan Khusus Nasional CBP IPNU di Mojokerto.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rencananya, acara Pra-Kongres IPNU akan ditutup dengan pengajian akbar bertema “Islam itu Indah” bersama Rais Syuriyah PBNU KH Hasyim Muzadi dan Ust M. Nur Maulana di Masjid Agung Palembang, Jumat (30/11).

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bersama Menteri Pemuda dan Olahraga RI Andi Mallarangeng dijadwalkan hadir membuka acara.

Redaktur: A. Khoirul Anam

Penulis   : Mahbib Khoiron

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kajian PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 15 Juni 2010

AGH Sanusi Baco: Umat Moderat Ditandai Tiga Ciri

Makassar, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah?



Rais Syuriyah NU Sulawesi Selatan Anregurutta KH M Sanusi Baco menjelaskan dakwah wasathiyah, artinya moderat. Secara bahasa berada pada dua sisi, tidak berlebih-lebihan.

AGH Sanusi Baco: Umat Moderat Ditandai Tiga Ciri (Sumber Gambar : Nu Online)
AGH Sanusi Baco: Umat Moderat Ditandai Tiga Ciri (Sumber Gambar : Nu Online)

AGH Sanusi Baco: Umat Moderat Ditandai Tiga Ciri

“Al-wasathiyah bisa dipahami sebagai umat wasathiyah yang berarti umat Islam,” katanya pada Halaqah Dakwah Wasathiyah An Nahdliyah yang digelar PWNU Sulawesi Selatan di auditorium KH Muhyiddin Zain Universitas Islam Makassar, Sabtu (20/5).

Menurut AGH Sanusi, wasathiyah ditandai dengan 3 sifat yakni, umat yang adil, umat yang selalu menegakkan kebenaran, dan umat yang selalu menjaga keseimbangan dalam segala hal.

“Salah satu definisi keadilan adalah keseimbangan antara kewajiban dan hak. Kalau keduanya seimbang, maka itulah umat wasathiyah. Orang yang memiliki sifat wasathiyah biasanya adalah orang pemurah. Jadi orang-orang NU itu semuanya pemurah,” ungkapnya disambut tawa hadirin.

Dalam berdakwah pun, NU senantiasa dengna pendekatan wasathiya, menjaga keseimbangan, menyebarkan nilai-nilai toleransi, serta selalu menganjurkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pemateri halaqah di antaranya Guru Besar UIN Alauddin yang juga Ketua Lembaga Dakwah NU Sulsel, M. Ghalib, Katib Syuriyah NU Sulsel KH Ruslan, Rais Syuriyah NU Makassar KH Baharuddin HS, Ketua PW Muslimat NU Sulsel Majdah Agus Arifin Numang dan salah satu Mubaligh NU Makassar Ust. Amirullah Amri. (Andy Muhammad Idris/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hadits, Kajian PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 29 Mei 2010

Mematri Pancasila ala Nahdlatul Ulama

Oleh M. Rikza Chamami

Salah satu aspek penting salam beragama dan bernegara adalah aturan kehidupan. Agama Islam mengenal aturan hidupnya dengan syariah. Sedangkan negara Indonesia menetapkan Pancasila sebagai ruh kehidupan berbangsa.

Jelang hari lahir ke-92 Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 2018 mendatang, sesuai kalender miladiyah, butuh renungan mendasar mengenai cara warga bangsa mengenali kembali hakikat agama dan Pancasila.

Mematri Pancasila ala Nahdlatul Ulama (Sumber Gambar : Nu Online)
Mematri Pancasila ala Nahdlatul Ulama (Sumber Gambar : Nu Online)

Mematri Pancasila ala Nahdlatul Ulama

Soal beragama, NU tegas dengan paham Ahlussunnah wal Jamaah yang kemudian dispesifikasikan dengan annahdliyyah (Aswaja khas NU). Kaidah dasar agama ini dicerminkan dengan model Islam rahmatan lil alamin berkarakter moderat.

Dalam kaitan memahami Pancasila, NU juga tegas. Kenapa? Sebab tokoh-tokoh NU terlibat langsung dalam perumusan Pancasila yang diyakini akan menjadi perekat bangsa Indonesia yang multikultur ini.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menghadapi gerakan transnasional yang mulai mengoyak dan mempersoalkan Pancasila dianggap tidak Islami, rasanya bagi NU itu kuno. Sebab yang demikian sudah ada sejak zaman perumusan Pancasila dengan mempertentangkan antara piagam Jakarta atau rumusan final Pancasila terutama sila pertama.

Maka ada baiknya mengingatkan kembali sikap resmi NU dalam hal mematri Pancasila dalam kehidupan berbangsa. NU secara historis tidak pernah berkhianat soal keyakinan berpancasila.

Ada tiga alasan kenapa NU menerima Pancasila sebagaimana dijelaskan KH Muchit Muzadi dalam bukunya Apa dan Bagaimana Nahdlatul Ulama:

Pertama, soal tujuan NU sejak berdiri secara organisatoris tegas menyatakan asas organisasinya Islam dan sejak jadi partai 1952 baru mencantumkan ideologinya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kedua, Islam bukan ideologi tapi agama. Sebab ideologi adalah pemikiran manusia. Ketiga, asas organisasi tidak harus agama, boleh dengan asas kerakyatan, keadilan, kekeluargaan yang semuanya itu ada dalam Pancasila.

Penegasan NU dalam mematri Pancasila termaktub jelas dalam deklarasu hubungan Pancasila dan Islam saat Muktamar ke-27 tahun 1984.

Ada lima isi deklarasi tersebut, yakni: Pancasila sebagai dasar dan falsafah NKRI (bukan agama), sila ketuhanan yang maha esa dijiwai dengan tauhid dan keimanan, Islam adalah aqidah dan syariat yang menghubungkan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, penerimaan dan pengamalan Pancasila adalah wujud pelaksanaan syariat, dan NU berkewajiban mengamalkan pengertian Pancasila secara murni dan konsekuen.

Isi deklarasi inilah yang patut direnungkan oleh segenap bangsa Indonesia. Tidak ada satupun yang bisa berkhianat dengan Pancasila dalam menjaga NKRI.

Maka dari itu, dalam forum-forum resmi NU selalu dipekikkan kalimat: Pancasila jaya dan NKRI harga mati. Itu adalah amaliyah warga NU sesuai deklarasi NU tahun 1984 dan menjalankan dawuh para ulama sejati.

Penulis adalah PW GP Ansor Jawa Tengah.

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syariah, Halaqoh, Sholawat PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah