Senin, 30 Maret 2015

Sosiolog: Polemik Pesantren Radikal Seharusnya Tak Terjadi

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Profesor Bambang Pranowo mengatakan polemik terkait pesantren radikal seharusnya tidak terjadi.

Sosiolog: Polemik Pesantren Radikal Seharusnya Tak Terjadi (Sumber Gambar : Nu Online)
Sosiolog: Polemik Pesantren Radikal Seharusnya Tak Terjadi (Sumber Gambar : Nu Online)

Sosiolog: Polemik Pesantren Radikal Seharusnya Tak Terjadi

"Pondok pesantren di Indonesia hampir 50 ribu, sedangkan yang terlibat terorisme mungkin belasan. Itu sangat kecil. Apa yang terjadi kemarin itu sebenarnya soal bahasa dan pengemasan saja," kata dia di Jakarta, Selasa.

Bambang mengemukakan itu menanggapi polemik yang dipicu pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution pada tanggal 2 Februari lalu soal 19 pesantren terindikasi paham radikal.

"Sebenarnya ini psikologis saja. Kalau pernyataan terkait radikalisme ini keluar dari Kementerian Agama, reaksinya biasa saja. Beda kalau lembaga lain seperti BNPT," katanya.

Menurut Bambang, pernyataan Kepala BNPT itu seharusnya dipahami sebagai bagian dari pencegahan terorisme. Sebagai lembaga negara yang bertugas melakukan pencegahan terorisme, BNPT memang harus melakukan program pencegahan di segala lini masyarakat.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Apalagi, lanjut Bambang, Kepala BNPT hanya menyebut segelintir orang santri dan guru yang terindikasi radikalisme itu.?

"Ini tidak usah dimasalahkan lagi karena tugas pencegahan terorisme kedepan sangat berat," kata dia.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ke depan, kata Bambang, soft approach di dalam pencegahan terorisme harus lebih ditingkatkan.?

Untuk itu, BNPT harus lebih erat bergandengan tangan dengan NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, selain ormas lokal yang bertebaran di seluruh Indonesia.

Ketua Rabithah Mahad Islamiyah atau Asosiasi Pesantren NU Abdul Ghofarrozin Sahal Mahfud mengatakan dari puluhan ribu pesantren di Indonesia hampir semuanya berbasis kultural dan kedaerahan, hanya 19 pesantren yang terindikasi radikalisme.

"Pesantren selalu berhasil untuk berdampingan dengan budaya dan masyarakat setempat. Jadi, kalau ada pesantren terindikasi radikalisme, itu jelas telah menyalahi tujuan dan hakikat keberadaan pesantren," katanya. (Antara/Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fragmen PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 26 Maret 2015

Ulama Yordania: Pemuda NU Mampu Pelopori Peradaban Islam Dunia

Malang, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sejarah perkembangan Islam di Nusantara tak sama dengan perkembangan Islam di Timur Tengah. Jika di sana umumnya Islam disebarkan dengan cara penaklukan (peperangan), maka di Indonesia agama tersebut tersebar melalui jalur yang damai. Sehingga, Indonesia mampu menjadi negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Demikian disampaikan Syekh Aun Al-Qaddoumi, ulama Ahlussunnah wal Jamaah dari Yordania saat memberikan ceramah dalam forum Seminar Internasional “Peran Pemuda dalam Kebangkitan Peradaban Islam di Era Global” di Ruang Sidang Rektorat Universitas Islam Malang, Senin (17/2).

Ulama Yordania: Pemuda NU Mampu Pelopori Peradaban Islam Dunia (Sumber Gambar : Nu Online)
Ulama Yordania: Pemuda NU Mampu Pelopori Peradaban Islam Dunia (Sumber Gambar : Nu Online)

Ulama Yordania: Pemuda NU Mampu Pelopori Peradaban Islam Dunia

Menurut dia, Indonesia adalah negara dengan tingkat kerukunan hidup beragama yang sangat tinggi. Syekh Aun Al-Qaddoumi melontarkan apresiasinya terhadap Nahdlatul Ulama yang dianggap berperan serta dalam mewujudkan toleransi beragama di Indonesia.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia juga mendukung usaha NU dalam mengembangkan Islam yang ramah di Indonesia, yang selama beberapa waktu terakhir ini telah diperluas ke lingkup berskala internasional. “Saya melihat Indonesia ini seperti gambaran Islam di Madinah yang dibina oleh Rasulullah,” kata Syekh Aun.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Syekh Aun juga memuji pemikiran-pemikiran para ulama pendiri NU. Dia mengaku sangat yakin bahwa Nahdlatul Ulama ke depan akan menjadi pelopor dalam membangun peradaban Islam di dunia.

“Ke depan, Nahdlatul Ulama sangat memungkinkan untuk melanjutkan membangun peradaban Islam di dunia dengan generasi mudanya yang potensial. Dengan bimbingan para Kiai Nahdlatul ulama tentunya,” tambahnya.

“Mulai zaman dulu, sejak Zaman Rasulullah yang membawa sebuah peradaban Islam dalam setiap periode masa, selalu muncul tokoh-tokoh Islam yang membangun peradaban. Seperti Umar bin Al-Khattab, Shalahuddin Al-Ayyubi (dari Dinasti Ayyubiyah) dan Muhammad Al-Fatih (dari Dinasti Turki Utsmani),” kata Syaikh Aun.

Berkali-kali ia menyebutkan dalam ceramahnya bentuk jamak (plural) dari kata ‘kiai’ dengan ‘kiaiat’. Syekh Aun berbicara di hadapan sekitar 60 mahasiswa pascasarjana dan para civitas akademika Universitas Islam Malang (Unisma). Habib Jamal bin Toha Baagil juga hadir dalam kesempatan itu sebagai penerjemah.

Turut hadir dalam forum ini Pembantu rektor I Unisma Badat Muwakhid, Pembantu Rektor III Masykuri Bakri,? Direktur Pascasarjana Unisma Bashori Muchsin, Ketua Program Studi (KPS) Pendidikan Islam Pascasarjana Unisma Ilyas Tohari, dan Dekan Fakultas Agama Islam Unisma Abdul Munir Ilham. (Ahmad Nur Kholis/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Daerah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 25 Maret 2015

Ratusan Pemuda Bersaing Wakili Indonesia di ASEAN Skills Competition

Bekasi, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ratusan pemuda dari penjuru tanah air mengikuti  Seleksi Nasional ASEAN Skills Competition (ASC) 2017 di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Bekasi (BBPLK) Bekasi, Jawa Barat, pada 5-9 September 2017. Mereka bersaing untuk menjadi yang terbaik pada 20 bidang kejuruan yang dilombakan.

“Masing-masing kejuruan akan dipilih tiga terbaik, untuk mewakili Indonesia pada ajang ASC XII 2018 di Thailand,” kata Sekretaris Jenderal Kementrian Ketenagakerjaan, Hery Sudarmanto, Kamis (7/9).  

Ratusan Pemuda Bersaing Wakili Indonesia di ASEAN Skills Competition (Sumber Gambar : Nu Online)
Ratusan Pemuda Bersaing Wakili Indonesia di ASEAN Skills Competition (Sumber Gambar : Nu Online)

Ratusan Pemuda Bersaing Wakili Indonesia di ASEAN Skills Competition

ASEAN Skill Competition merupakan kegiatan rutian dua tahunan, yang melombakan berbagai jenis keterampilan. Tujuannya untuk mempererat hubungan antara negara anggota ASEAN, sekaligus untuk mengetahui kompetensi tenaga kerja muda.

Menurut Hary, selain sebagai ajang kompetisi, ASC juga dapat dijadikan ajang untuk mempromosikan kualifikasi tenaga kerja Indonesia di kancah ASEAN. 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Direktur Standardisasi Kompetensi dan Pelatihan Kerja Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Sukiyo mengatakan, dua puluh kejuaraan yang dikompetisikan yaitu automobile technology, beauty theraphy, briklaying, cabint marking, cooing, elecical  installation, electronics, fashion technology, graphic design technology, hair dreasing, induatrial automation, IT network system administration, IT sofware solution for bussness, mechanical engineering design, mechatronics, mobile robotics, Refrigeration and Air Conditioning, restaurant service, web design technology dan welding.

“Tiap kejuruan akan dipilih tiga terbaik untuk mewakili Indonesia,” ujarnya. Mereka yang terpilih, selanjutnya akan mengikuti pemusatan latihan dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Seleksi ASC diikuti 300 peserta. Mereka terdiri dari  167 orang juara pertama seleksi daerah tingkat propinsi, 35  orang juara pertama dari Lembaga Ketrampilan Siswa (LKS) dan 98 peserta dari industri/Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). 

 

Seleksi tidak hanya dipusatkan di BBPLK Bekasi, namun juga di BBPLK Serang, BLK Bandung, BLK Semarang, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung,  Pusat Pelatihan Industri Kayu (PPPIK-PIKA) Semarang, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan  (PPPPTK)-BOE Malang, LPP Mooryati Soedibyo Jakarta, Puspita Martha International Beauty School Jakarta dan Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta. (Red: Fathoni)

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fragmen, Nahdlatul Ulama, Sunnah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 14 Maret 2015

Peringati Hari Pahlawan, LAZISNU Tangsel Adakan Santunan Anak Yatim

Tangerang Selatan, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menyambut dan memperingati Hari Pahlawan 10 November, NU Care-LAZISNU Tangerang Selatan menggelar acara “Santunan dan Makan Bersama dengan Anak Yatim”. Kegiatan dijadwalkan dilaksanakan pada Ahad, 13 November 2016 di Restauran McD Perempatan Duren, Tangerang Selatan.

“Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengenang jasa dan peran para pahlawan dengan semangat berbagi, beramal dan berbahagia bersama anak yatim,” tutur Ketua Panitia Rizky Subagia, saat dihubungi PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (2/11) malam.

Peringati Hari Pahlawan, LAZISNU Tangsel Adakan Santunan Anak Yatim (Sumber Gambar : Nu Online)
Peringati Hari Pahlawan, LAZISNU Tangsel Adakan Santunan Anak Yatim (Sumber Gambar : Nu Online)

Peringati Hari Pahlawan, LAZISNU Tangsel Adakan Santunan Anak Yatim

Rizky menambahkan sasaran peserta kegiatan ini adalah anak yatim berusia di bawah 12 tahun atau mereka yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Rizky menyampaikan, untuk para Donatur yang ingin ikut berbagi kebahagian bersama dalam kegiatan tersebut, Panitia menyediakan Paket Infaq sekaligus undangan menghadiri kegiatan.?

“Ada tiga Paket Infaq yang disediakan Panitia. Para Donatur dapat memilih salah satu dari Paket-paket Infaq yang kami sediakan,” lanjut Rizky.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ada pun Paket Infaq yang dapat dipilih adalah:

Paket Infaq 1 dengan menyumbang senilai Rp. 75.000 (Tujuh puluh lima ribu rupiah). Dengan mengambil paket ini, donatur dapat mengikuti kegiatan makan bersama dengan anak yatim di lokasi kegiatan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Paket Infaq 2 senilai Rp. 125. 000 (Seratus dua puluh lima ribu rupiah), yang akan memungkinkan para Donatur makan bersama dengan anak yatim, dan pemberian goodie bag berupa seperangkat alat tulis untuk anak yatim.?

Paket Infaq 3 senilai Rp. 200.000 (Dua ratus ribu rupiah). Donatur akan makan bersama dengan anak yatim, pemberian goodie bag berupa seperangkat alat tulis, dan pemberian uang santunan.

Sebanyak minimal 100 anak yatim ditargetkan akan terlibat dalam kegiatan ini. Paniti membuka layanan informasi dan pendaftaran Donatur melalui Kantor NU-Care Tangerang Selatan di nomor 081313165757 dan Rizky Subagia di nomor kontak 085730449167. (Kendi Setiawan/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hadits, Sholawat, Santri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 11 Maret 2015

Hukum Memilih “Kotak Kosong” dalam Pilkada

Oleh: KH Ahmad Nadhif Abdul Mujib



Hukum Memilih “Kotak Kosong” dalam Pilkada (Sumber Gambar : Nu Online)
Hukum Memilih “Kotak Kosong” dalam Pilkada (Sumber Gambar : Nu Online)

Hukum Memilih “Kotak Kosong” dalam Pilkada

Tulisan ini semata-mata berangkat dari keprihatinan penulis terhadap fatwa yang berisi “vonis sesat dan zalim” terhadap calon pemilih kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pembahasan ini tidak bermaksud untuk menggiring opini, mengajak, atau menyerukan memilih salah satu dari dua pilihan yang sudah dijamin oleh konstitusi yang sah.



Pertama; “vonis sesat dan zalim” atas calon pemilih kotak kosong adalah vonis yang tidak berdasar sama sekali, baik dalam kacamata agama maupun kacamata hukum negara. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa hak memilih kotak kosong adalah hak yang dijamin oleh undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Karenanya, menghormati hak konstitusi adalah wajib menurut agama.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah



Dalam Bughyatul Mustarsyidîn, kitab yang berisi tentang ringkasan fatwa para ahli hukum Islam (fuqahâ`) karya Sayyid Abdurrahman (w. 1320 H), mufti Hadlramaut Yaman, pada halaman 189 disebutkan:



PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

? ? ? ? ? ? ? ? ? ?





“Wajib mentaati segala perintah pemimpin dalam segala hal yang menjadi kewenangannya”.



Dalam hal ini pemerintah memiliki kewenangan mengatur jalannya Pemilu atau Pilkada, di mana di antaranya dinyatakan bahwa “hak memilih kotak kosong adalah hak yang legal”.






Masih dalam kitab dan halaman yang sama disebutkan:? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?



? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ?



“Kesimpulannya adalah wajib menaati pemimpin dalam setiap perintahnya secara lahir dan batin selama tidak haram atau makruh. Maka (yang semula) wajib, menjadi semakin kuat (kewajibannya atas perintah pemimpin), dan (yang semula) sunnah, menjadi wajib (atas perintah pemimpin) dan demikian juga yang mubah.”




Kesimpulan poin pertama adalah bahwa hak memilih siapa
pun dan apa pun adalah hak konstitusional dan Islam memberikan tambahan legalitas atas hak tersebut, sehingga tidak ada alasan untuk menganggap sesat calon pemilih kotak kosong, sebagaimana juga tidak ada alasan mengecam secara agama dan negara bagi yang menjatuhkan pilihan kepada pasangan calon.

Kedua; Jika orang yang memberikan fatwa atas sesat dan zalim memilih kotak kosong berdalih bahwa kewajiban memilih pimpinan adalah “memilih orang” bukan “memilih kotak”, maka itu hanya permainan kata-kata belaka.





Semua orang paham bahwa tidak mungkin kotak kosong akan menjadi pemimpin. Ini hanya merupakan permainan kata yang tidak layak disampaikan di muka umum dalam situasi menjelang Pilkada.





Memilih kotak kosong bukan berarti menjadikan kotak kosong sebagai pemimpin, melainkan sebagai bentuk keinginan dilaksanakannya pengulangan Pilkada supaya terbuka peluang pencalonan yang lebih dari satu pasangan calon.





Dalam kacamata agama, hal ini sama sekali tidak ada madlarat-nya, tidak ada kerugiannya. Barangkali ada yang memiliki pemahaman bahwa jika Pilkada diulang, maka akan menghambur-hamburkan anggaran negara. Jika demikian halnya, maka dapat dinyatakan pemikiran seperti berikut: “Dalam Pilkada biasa terdapat pasangan calon lebih dari satu, kemungkinan pengulangan Pilkada menjadi dua putaran juga akan tetap terbuka lebar dan kas negara telah menyiapkan back-up anggaran untuk Pilkada yang berlangsung lebih dari satu putaran.”





Ketiga; Tugas ulama adalah sebagai pengayom ummat, bukan pemberi vonis. Dalam Islam ada aturan “nahnu du’ât, lâ qudlât (kita hanya bisa menyeru, bukan menghakimi)”. Hanya hakim pengadilan yang berhak memberi vonis soal-soal duniawi. Dan hanya Allah yang berhak memberi vonis di akhirat.





Keempat; wajib ditandaskan sekali lagi, bahwa hak memilih apa pun dan siapa pun adalah hak legal dan tidak sesat, apalagi zalim.





Kelima; yang lebih wajib lagi adalah menjaga kesatuan dan persatuan warga baik sebelum maupun sesudah Pilkada.





Tulisan ini hanya ingin memberikan tanggapan terhadap fatwa yang menyatakan “sesat” memilih kotak kosong dalam Pilkada. Apalagi sebenarnya soal nashbul imâm atau memilih pemimpin hukumnya fardlu kifâyah (kewajiban komunal yang cukup ditunaikan oleh satu atau dua orang sebagai perwakilan), bukan fardlu ‘ain (kewajiban individual). Karena itu, memilih kotak kosong dalam Pilkada jelas tidak ada kaitannya dengan sesat atau zalim. Tak kurang dan tidak lebih. Soal menjatuhkan pilihan adalah soal hati nurani, tidak ada yang berhak merampas kebebasan individu untuk memilih “ini” atau “itu”. Wallahu A’lam bi-shshawâb.





Penulis adalah Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU?

?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Olahraga, Hadits, Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 05 Maret 2015

Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah

Kondisi pendidikan di Tanah Air masih menyiratkan banyak pertanyaan. Sejumlah gugatan teralamat kepada beragam persoalan, mulai dari ideologi nasional, pemerataan kebijakan, penataan kurikulum, penerapan standar kelulusan, hingga kesejahteraan guru dan kelayakan gedung sekolah.

Sebagai ormas Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) adalah unsur signifikan yang perlu mendapat sorotan. Populasi warganya yang membludak dan mayoritas dinilai cukup menentukan sekaligus menjadi alat ukur untuk membaca kondisi umum pendidikan nasional, utamanya yang menimpa pendidikan berlembaga swasta dan berbasis keagamaan. Bagaimana sesungguhnya kondisi lembaga pendidikan (dasar) NU di tengah pusaran kebijakan nasional? Berikut hasil wawancara Mahbib Khoiron dari PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU) Masduki Baidlawi.

Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah (Sumber Gambar : Nu Online)
Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah (Sumber Gambar : Nu Online)

Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah

Posisi LP Ma’arif NU dalam Sistem Pendidikan Nasional seperti apa?. Posisi Ma’arif (baca: LP Ma’arif NU, red) dengan 12.000 lembaga pendidikan yang dimiliki dalam sistem pendidikan nasional masih sangat inferior. Posisinya ada di pinggir. Kalau kita berbicara di pinggir itu bukan dalam konteks kuantitas atau jumlah lembaga pendidikan, tetapi kita berbicara dalam konteks mutu pendidikan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mengapa saya katakan di pinggir? Karena data terakhir dari penelitian perwakilan UNESCO yang ada di Jakarta pada tahun 2011 lalu menyatakan bahwa output pendidikan nasional kita secara keseluruhan itu hanya ada 6 % yang mampu bersaing secara internasional atau global. Mereka adalah hasil lulusan sekolah-sekolah yang memang dirancang untuk go internasional. Mereka adalah yang sering diwacanakan dengan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) atau sekolah-sekolah internasional yang diselenggarakan atas kerjasama dengan asing. Sekolah-sekolah itu sengaja didesain untuk go global dan tentu biayanya sangat mahal. Dan itu bukan Ma’arif saya kira karena Ma’arif secara akses pendanaan tidak memadai.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kemudian, ada 24 % dari output pendidikan nasional kita itu sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP), sebagaimana dituangkan pada PP No.19 tahun 2005. Di situ ada delapan standar (isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan pengelolaan pendidikan, red). SNP itu merupakan satu ukuran pencapain mutu yang paling bawah. Jadi seumpama tingkat pendidikan itu 10, maka SNP itu baru tingkat 1. Maka sebenarnya, ketika kita berbicara yang 6 % itu, berarti grade-nya di atas SNP ini. Seluruh siswa diharapkan memenuhi SNP yang ditetapkan ini.

Lalu, sisanya 70 % adalah masih berada di SPM (Standar Pelayanan Minimal). Itu adalah sebuah konsep yang jauh dari SNP. Kalau kita tadi membahas output pendidikan paling bawah adalah SNP, maka SPM ini lebih parah lagi, yakni di bawah SNP.

Kalau ditanyakan di mana posisi Ma’arif itu? Ya di yang 70 % ini. Artinya, pemerintah perlu segera memberikan afirmasi pemihakan kepada yang 70 % ini. Kalau tidak, pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ini gagal menyelenggarakan pendidikan nasional karena hasilnya yang masih jauh dari SNP.

Kedua, hasil penelitian Dikbud sendiri terhadap mutu guru. Ternyata grade rata-rata guru kita itu di bawah 5, bahkan ada yang 3 atau 2. Yang terbaik dari guru-guru kita adalah guru-guru TK (Taman Kanak-Kanak). Ini untuk kemampuan guru dalam hal belajar-mengajar. Jadi kita itu prihatin. Dari sisi guru, kita di bawah standar, dari sisi murid juga di bawah standar.

Sekali lagi, kalau ditanya, di mana posisi Ma’arif, ya di situ. Terdapat 12.000 lembaga pendidikan yang posisinya di bawah standar minimal itu!

Perhatian pemerintah sejauh ini sampai mana?. Kalau pemihakan dalam artian good will saya kira ada. Cuma pemerintah banyak salah kaprah dalam penerapan kebijakan. Contohnya, UN (Ujian Nasional). UN itu mubazir. Bagaimana mau dilaksanakan UN kalau kondisinya seperti tadi. Gurunya nggak bermutu, murid-muridnya outputnya seperti itu. Mau dilaksanakan UN seperti apa, itu nggak ada gunanya. Karena, UN itu adalah kebijakan yang berorientasi pada hasil akhir dalam pendidikan. Padahal, dalam teori pendidikan itu kan ada input, proses, output, outcome dan seterusnya.

Yang terpenting dalam pendidikan adalah pendidikan sebagai proses. Sementara UN itu berada pada posisi output, hasil akhir. UN telah banyak menghabiskan ratusan miliar per tahun. Padahal posisi guru kayak gini, kondisi pendidikan kita seperti itu. Jadi, sebenarnya orientasi UN itu mubazir, nggak ada gunanya. Dan banyak sekali dana-dana mubazir kaya gitu, kurang tepat sasaran. Itu penglihatan dari segi dana pendidikan kita. Dan masih banyak lagi penggunaan dana-dana yang tidak efisien.

Terus  upaya LP Ma’arif sendiri menghadapi kondisi ini?. Lembaga Pendidikan Ma’arif dalam konteks hubungannya dengan pemerintah itu kan ada dua, yang satu ke Dikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, red) dan yang kedua ke Depag (Departemen Agama). Posisi Ma’arif itu kan sebenarnya jembatan. Jembatan antara sekolah yang ada dengan pemerintah. Posisi jembatan ini kita lakukan terus, tetapi belum maksimal. Sebab, baik Depag maupun Dikbud sampai saat ini belum menjadikan Ma’arif sebagai prioritas meskipun yang jadi menteri sekarang adalah kader-kader NU. Katanya, Pak Nuh (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh, red) itu NU, katanya Menteri Agama Suryadarma Ali itu NU, tetapi saya melihat beliau-beliau ini belum melihat Ma’arif sebagai lembaga pendidikan yang perlu mendapatkan pemihakan-pemihakan. Padahal, sudah selayaknya bahwa Ma’arif menjadi bagian dari pemihakan, karena selama ini kan yang dizalimi oleh negara adalah pendidikan swasta yang miskin seperti Ma’arif ini. 

Dengan adanya kader NU menjadi menteri, pemihakan itu seharusnya menjadi pasti kepada lembaga-lembaga pendidikan Ma’arif. Pak Nuh kalau berpidato di depan kalangan NU selalu menunjukkan komitmennya tentang utang pemerintah kepada NU, dan seterusnya. Tetapi dalam realisasinya tidak terjadi sebagaimana pidato-pidato yang beliau kemukakan di depan ulama-ulama NU. Kita berharap, pidato yang meluap-luap di depan para ulama itu dapat direalisasikan dalam bentuk pemihakan yang lebih konkret gitu. 

Sebagai lembaga pendidikan milik NU, apa yang dikembangkan secara khas oleh LP Ma’arif?. Kalau kita tadi bicara soal SNP sebagai “obat generik”, yang sama antara satu dengan yang lain, Ma’arif itu menginginkan di samping SNP itu harus ada kekhasan yang dimiliki. Makanya, inilah prioritas program yang hendak dirumuskan sebagai Standar Mutu Ma’arif. Standar Mutu Ma’arif itu, ya “SNP Plus”. “Plus” itu adalah kearifan-kearifan lokal NU. Salah satu kearifan itu, misalnya, ke-Aswaja-an dalam bentuk-bentuk yang sifatnya best practice. Kita sudah punya beberapa contoh, misalnya, RSBI Sekolah Menengah Kejuruan di Kebumen sudah mempunyai kekhasan-kekhasan seperti itu. Jadi pendidikannya unggul di satu sisi—artinya merupakan SMK-SMK terbaik di Jawa Tengah—tetapi di sisi lain punya kekhasan, di mana Aswaja diajarkan dalam bentuk praktikum, tidak hanya pengajaran Aswaja dalam bentuk teks atau yang diomongkan. Misalnya, guru-guru itu kalau mengajar mengaji harus secara fasih sehingga lulusan dari sekolah itu rata-rata mampu membaca al-Qur’an dengan fasih, bertajwid, dan lain sebagainya. 

Yang lainnya, upaya bagaimana siswa mengenal kesejarahan Aswaja dalam konteks kesejarahan nasional. Termasuk otomatis nilai-nilai ke-NU-an seperti tasamuh (toleransi), tawasuth (moderat) tawazun (seimbang), dan i’tidal (tegak) karena kita fokusnya pada pendidikan karakter. SNP Plus kekhasannya terletak di situ. 

Bagaimana Bapak melihat perkembangan pesantren yang terseret arus sistem pendidikan nasional sehingga mengalami penggerusan nilai dan materi kepesantrenan?. Salah satu kesalahan terbesar dari sistem pendidikan nasional kita itu bermula dari SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri. Itu terjadi waktu Mu’ti Ali sebagai Menteri Agama, Syarif Tayeb sebagai Menteri Pendidikan Nasional, dan Amir Mahmud sebagai Menteri Dalam Negeri di zaman Orde Baru. Jadi itu yang memaksa sekolah agama seperti Madrasah Aliyah dan pendidikan pesantren zaman Orde Baru mengkuti kurikulum nasional.

Kurikulum nasional itu sebenarnya adalah kurikulum yang dirumuskan secara sekuler. Setelah itu, mau nggak mau pesantren-pesantren harus merespon SKB Tiga Menteri itu. Dan kelemahan mendasar lain dari kurikulum nasional sejak dulu hingga sekarang bahwa watak kurikulum nasional itu tidak mampu menciptakan semangat entrepreneurship dari lulusannya. Lulusan-lulusan yang dihasilkan kurikulum nasional rata-rata mengarah pada keinginan menjadi pegawai negeri. Ia tidak menciptakan lulusan bagaimana menjadi kader bangsa dan bisa menjadi entrepreneur. Mengapa para entrepreneur kebanyakan dari kalangan China? Karena mereka tidak tergantung pada kurikulum kita. Kalaupun sekolah dengan kurikulum kita, keluarganya itu menciptakan suatu mental kewirausahaan yang baik dengan berbagai cara. Watak kurikulum kita dari dulu seperti itu. Nah, banyak lulusan pesantren sekarang juga sama, orientasinya ingin menjadi pegawai.

Nah, sekarang mampukah bersaing seorang yang dicetak oleh kurikulum nasional? Bisa anda bayangkan, antara lulusan pesantren dengan lulusan sekolah negeri, yang satu dari MA dan yang satunya SMA, lebih besar mana diterimanya sebagai pegawai negeri? Pasti orang dari sekolah umum yang lebih memiliki kans untuk diterima sebagai pegawai negeri daripada orang dari pesantren. 

Penggerusan nilai-nilai pesantren lewat kurikulum itu sudah terjadi. Itu sebenarnya kerugian yang tidak disadari oleh pimpinan-pimpinan pesantren dari kurikulum itu. Dan baru setelah reformasi kita mengenal yang namanya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Itu pun sampai sekarang realisasinya tidak mampu menciptakan  kurikulum berbasis lokal, yang bisa dihayati oleh sekolah sehingga menjadi ciri khas yang bisa digali betul. Kekhasan-kekhasan lokal yang dimiliki pesantren, misalnya.

Jadi, KTSP realisasi di bawah belum ada karena tidak ada semangat dari pemerintah untuk menjadi jembatan bagaimana agar sekolah-sekolah itu memunculkan semangat KTSP itu. Artinya, KTSP itu baru sebuah konsep yang nihil pelaksanaanya di daerah. Dengan demikian, Ma’arif dan pesantren sampai sekarang masih dalam posisi yang sedang terintervensi oleh negara dan belum bisa bangkit. 

Kalau mau diadakan perubahan kira-kira dari mana pintu masuknya?. Kalau mau diadakan perubahan, pertama yang harus dilakukan adalah mengoreksi sebenarnya apa itu ideologi pendidikan nasional. Jadi perubahan bersifat makro. Ideologi nasional itu kan kita harus mengacu pada dua dasar, pertama Pancasila, kedua UUD ‘45. Di Pancasila jelas diterangkan tentang dasar religiusitas sebagai satu sistem nilai yang mewakili sila-sila lainnya. Dan yang paling pokok, Pancasila itu anti-neoliberal. Sekarang pendidikan kita kan arus utamanya mengarah ke neolib. Watak dari neolib adalah siapa yang punya uang, dia yang mendapatkan pendidikan bermutu, dan siapa yang tidak punya uang, dia tidak mendapatkan pendidikan bermutu. 

Nah, ideologi pendidikan nasional tidak seperti itu. Karena Undang-Undang Dasar ’45 dalam preambule menyatakan bahwa tugas pendirian negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tidak boleh pilih kasih: miskin juga bangsa, kaya juga bangsa. Keduanya sama-sama layak dicerdaskan. Kalau mau mengadakan perubahan, ya ubah orientasi pendidikan neoliberal ini kepada pendidikan yang berorientasi ideologi nasional. 

Salah satu kunci pokok pendidikan nasiona itu apa? Konstitusi kita menyatakan telah menjamin pendidikan dasar, yakni tingkat Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar dan SMP/Madrasah Tsanawiyah. Pendidikan dasar ini ditanggung oleh negara. Gratis. Gratis itu bukan berarti tidak bermutu. Sekarang ini kan gratis identik dengan pendidikan tidak bermutu. Kalau merujuk pada preambule UUD, berarti ya gratis dan bermutu baik SMP/MTs atau SD/MTs. Itu adalah kewajiban negara. Bahkan untuk SMA hingga perguruan tinggi. Tentu kewajiban negara itu makin terbagi. Kalau untuk pendidikan dasar menjadi sepenuhnya tanggung jawab negara, maka untuk SMA/MA/SMK tidak hanya menjadi kewajiban negara tapi juga kewajiban keluarga. Perguruan tinggi juga seperti itu. Tapi kata-kata mencerdaskan kehidupan bangsa itu tetap menjadi aliran utama dari tanggung jawab pendidikan di semua tingkatan karena ia merupakan ideologi pendidikan nasional. Nah, perubahan dimulai dari sini. Ini untuk perubahan di tingkat negara. Lalu bagaimana perubahan ditingkat masyarakat?

Masyarakat juga harus mengalami perubahan. Bagaimana? Sebenarnya kita kan sudah punya konsep yang sudah lama dilaksanakan oleh pemerintah setidak-tidaknya secara normatif, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS menjelaskan bahwa pihak sekolah lah penentu kelulusan siswa. Sekolah lah yang sebenarnya menentukan segalanya baik kurikulum maupun ukuran keberhasilan seseorang. Tidak ditentukan oleh negara atau pemerintah baik pemerintah pusat, propinsi atau kabupaten/kota.

Manajemen Berbasis Sekolah memiliki watak bottom up. Tidak top down, tapi benar-benar tumbuh dari masyarakat. Contohnya ya pesantren itu. Pesantren kan tidak ditentukan oleh siapa-siapa. Semua apa kata kiai, apa kata santri, apa kata guru, berdasarkan pertimbangan musyawarah. Nah, itulah yang mestinya dilakukan kalau kita menginginkan output pendidikan nasional kita itu baik. Tidak menghasilkan lulusan yang melulu bermental pegawai, tapi lebih bermental wirausaha. 

Jadi di satu sisi secara nasional di puncaknya ada ideologi nasional yang diterapkan; tidak berbasiskan neoliberal melainkan berbasiskan konstitusi kita. Tapi di sisi lain harus diterapkan Manajemen Berbasis Sekolah yang berwatak buttom up itu. Kalau itu bisa dilaksanakan, saya kira itu akan baik. Dan pemerintah harusnya mendorong itu. Ma’arif sebagai jembatan juga bisa mendorong itu bila ada good will dari pemerintah dan lainnya. Kalau tidak, gimana, lha wong berbagai kebijakan itu mengandung dana dan dananya sangat besar.

Untuk menghadapi realitas kebijakan yang sudah terlanjur ada dan tetap dilaksanakan, seperti Ujian Nasional, himbauan LP Ma’arif apa?. UN itu memang nggak bisa nggak masih tetap dilaksanakan. Pemerintah sudah dikritik kayak apa juga tetap bandel. Ma’arif sudah menyatakan tidak setuju juga masih dilaksanakan. Ya udah, tapi setidak-tidaknya harus ada imbangan kebijakan bahwa akses dan kesenjangan pendidikan kita harus segera diterobos dong. Gap mutu sekolah itu luar biasa, gap mutu guru itu juga luar biasa antara satu daerah dengan yang lain, seperti gap antara sekolah yang ada di Jawa dengan sekolah yang ada di luar Jawa. Pemerintah mesti segera menembus itu semua. Mutu sebenarnya yang lebih prioritas dari sekadar melaksanakan UN. Mutu itu apa? Seperti yang saya katakan tadi, mutu terletak di proses. Artinya, kalau belajar Matermatika, Kimia, dan Fisika, ya pemerintah harus memfasilitasi. Jangan uangnya dimubazirkan untuk UN dan segala macem itu, sementara ada sekolah-sekolah di berbagai daerah yang kekurangan laboratorium, misalnya. 

Bagaimana kesiapan Ma’arif terhadap UN yang diselenggarakan oleh pemerintah?. Nggak ada sekolah yang tidak siap karena memang dipaksa siap. Tapi itu kan akhirnya sekolah-sekolah hanya menjadi lembaga kursus, bukan lembaga pendidikan. Kalau lembaga kursus itu kan yang terpenting bisa menjawab ujian. Tidak memanusiakan manusia. Padahal sekolah itu kan intinya memanusiakan manusia. Membudayakan orang yang tak berbudaya. Bukan sekedar menjawab soal. Kalau cuma itu ya laksanakan UN. Tapi kalau pendidikan ingin memanusiakan manusia, ya jangan seperti itu. Itu berbahaya sekali.

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul, AlaNu, Santri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 04 Maret 2015

Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik

Sidoarjo, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Faktor resiko utama terjadinya kaki diabet adalah adanya gangguan saraf dan gangguan aliran darah pada penderita diabetes mellitus. Di mana hal tersebut biasanya dialami oleh penderita diabetes mellitus yang sudah lama, serta diperberat oleh pengendalian gula darah yang tidak baik. Pernyataan tersebut disampaikan dokter Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Sidoarjo, dr. Atik Yuniani kepada PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (27/9).

?

Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik (Sumber Gambar : Nu Online)
Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik (Sumber Gambar : Nu Online)

Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik

Dijelaskan Atik, ada beberapa keadaan yang mempermudah terjadinya kaki diabet, yaitu kelainan bentuk kaki, kelainan tulang kaki, peningkatan tekanan atau beban pada kaki, kelainan pertumbuhan kuku, pemakaian sepatu yang tidak sesuai, riwayat luka pada kaki serta kurangnya perhatian penderita terhadap perawatan kaki.

?

"Bagi penyandang diabetes mellitus, masalah kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi penyakit yang paling ditakuti, karena dapat menyebabkan pembusukan dan amputasi kaki, belum lagi mengingat dampak ekonomis yang sangat besar, baik terhadap pasien, keluarga, maupun pemerintah," jelas Atik.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pasien dengan kaki diabetik membutuhkan perawatan yang lama, biaya yang tidak sedikit serta risiko amputasi yang cukup besar. Kaki diabetes biasanya diawali adanya luka. Pengenalan terhadap faktor-faktor risiko dan pengenalan kelainan dini pada kaki diabetik akan sangat bermanfaat terhadap usaha pencegahan atau menurunkan kejadian kaki diabetik.

?

Gangguan saraf yang sering dikeluhkan penderita diabetes mellitus yakni rasa nyeri pada kaki seperti rasa terbakar, rasa tebal pada kaki, perasaan panas atau dingin, penurunan ambang rasa sakit-mati rasa terhadap suhu, rasa getar, produksi keringat yang menurun, kulit yang kering dan pecah-pecah dan kaki terasa lebih hangat.

?

Lebih lanjut Atik menjelaskan, gangguan aliran darah pada penderita diabetes di karenakan adanya pengerasan pada dinding pembuluh darah, penyempitan lubang pembuluh darah maupun adanya sumbatan pembuluh darah. Selain tingginya kadar gula darah, faktor tekanan darah, kadar kolesterol serta merokok merupakan faktor resiko untuk timbulnya sumbatan pada pembuluh darah. Sehinggga pengendalian yang optimal terhadap kadar gula darah, kolesterol, tekanan darah serta berhenti merokok merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh penderita diabetes mellitus.

?

"Gangguan aliran darah pada penderita diabetes mellitus ditandai nyeri saat istirahat, terutama malam hari, ujung-ujung jari yang menghitam, luka yang tidak sembuh-sembuh, luka pada kaki atau jari-jari, kaki yang pucat saat diangkat ke atas, kulit kering dan bersisik, otot kaki yang mengecil, bulu-bulu rambut yang menipis," ungkapnya.

?

Upaya pencegahan kaki diabetik menjadi sangat penting. Beberapa upaya yang bisa dilakukan di antaranya memeriksaan kaki secara berkala, mengenali faktor resiko terjadinya kaki diabetic, edukasi pada pasien, keluarga dan petugas kesehatan, gunakan alas kaki yang sesuai, atasi kelainan kaki yang ada sebelum timbul luka serta penanganan luka segera.

?

"Materi edukasi yang harus disampaikan kepada penyandang diabetes mellitus dan keluarga yakni melakukan pemeriksaan kaki setiap hari, jika pasien tidak dapat melakukannya harus ada seseorang yang melakukannya, cuci kaki setiap hari secara teratur dan langsung dikeringkan sampai sela-sela jari, selalu gunakan alas kaki saat berjalan baik saat di dalam maupun di luar rumah," katanya.

?

Tak hanya itu saja, sambung dokter yang bertugas di Rumah Sakit NU ini, gunakan kaos kaki yang menyerap keringat jika memakai sepatu, jika menggunakan air hangat untuk mandi atau mencuci kaki, temperatur air tidak boleh lebih dari 37 derajat Celcius, gunakan thermometer untuk mengukur temperatur air, jangan gunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan kalus (penebalan pada telapak kaki), periksa bagian dalam sepatu setiap akan dipakai, jika ada gangguan pada penglihatan, sebaiknya jangan memotong kuku sendiri.

?

Selain itu, gunakan pelembab atau krim untuk kulit kaki yang kering kecuali pada sela jari kaki, hindari penggunaan krim yang mengandung alkohol, ganti kaos kaki setiap hari, gunakan kaos kaki dengan lipatan menghadap keluar atau pilih kaos kaki yang tanpa lipatan.

?

"Penggunaan alas kaki yang tidak sesuai dengan bentuk kaki, merupakan salah satu faktor penting timbulnya luka diabetik. Penyandang diabetes mellitus yang belum mengalami gangguan saraf, gangguan aliran darah maupun yang belum mengalami kelainan biomekanik pada kaki. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau terlalu longgar. Pilih sepatu yang lebih panjang sekitar 1-2 centimeter dari panjang telapak kaki. Lebar sepatuh arus sama dengan lebar kaki," ujarnya.

?

Mencoba sepatu baru sebaiknya pada posisi berdiri dan dilakukan pada sore hari. Cobalah sepatu pada kedua ? kaki. Jangan memilih bentuk sepatu yang runcing pada bagian depan. Untuk wanita hindari pemakaian sepatu dengan hak tinggi. Jika sudah terdapat tanda- tanda kelainan pada kaki, seperti terdapatnya penonjolan tulang sebaiknya pasien disarankan untuk konsultasi pada seorang ahli pembuat sepatu pada unit rehabilitasi medik Rumah Sakit terdekat. (Moh Kholidun/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Cerita, AlaSantri, Budaya PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 02 Maret 2015

SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Yenny Wahid akhinya resmi melepas masa lajangnya, menikah dengan Dhohir Farisi. Dalam akad nikah yang berlangsung di masjid Al Munawwarah Ciganjur, Kamis siang, Dhohir mengucapkan ijab Kabul dengan saksi presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla. Gus Dur sendiri didampingi oleh Gus Mus.

Sebagaimana tradisi yang berlaku di lingkungan pesantren, saat akad, Yenny tidak dihadirkan. Ia berada di rumah Gus Dur sampai kemudian dipertemukan setelah selesainya acara ijab kabul itu.

SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi (Sumber Gambar : Nu Online)
SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi (Sumber Gambar : Nu Online)

SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi

Yenny mendapatkan mahar berupa 10 ekor sapi, yang diserahkan dalam bentuk sertifikat kepemilikan. Mahar sapi merupakan simbol kebudayaan orang Madura sebagai kesiapan membangun rumah tangga. Dhohir Farisi masih keturunan Madura, tetapi tinggal di Probolinggo. Sasrahan lain yang diberikan adalah perhiasan emas, perlengkapan sholat dan beberapa perlengkapan pribadi wanita.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Pengantin pria memberikan 10 ekor sapi, karena sapi identik dengan orang Madura. Karena itu binatang piaraan orang Madura," kata Humas Panitia Pernikahan Yenny-Farisi, Akuat Supriyanto di kediaman Gus Dur.

Sebagai tuan rumah dari mempelai wanita, keluarga Gus Dur menggunakan adat Surakarta seperti masang bleketepe yang dilakukan oleh Gus Dur langsung dan serangkaian adat lainnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Kemarin waktu acara adat Yenny itu pake baju kebaya jadul, karena ingin seperti pernikahan ibunya dulu. Dan yang musti diingat ini adalah mantu pertama Gus Dur yang punya trah NU. Karena Farisi sejak kesil suka nganterin majalah NU pake sepeda di Probolinggo," terang Akuat

Beberapa undangan yang hadir dalam acara akad nikah diantaranya dr Umar Wahid, Hasyim Muzadi, KH Nuril Huda, KH Tolhah Hasan, Prabowo Subianto, Siti Fadillah Supari, KH Said Aqil Siradj, Syaifullah Yusuf, Mahfud MD, Effendy Choirie, KH Nur Iskandar SQ, KH Salahuddin Wahid, KH Mutawakkil Allallah, Soerjadi Soedirdja serta beberapa tamu lainnya. (mkf/min)Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Cerita PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah