Kamis, 28 Mei 2015

Kini Terbit Buku Fiqih Jenazah ala NU

Surabaya, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tidak banyak yang bisa merawat jenazah. Praktis dalam keseharian, "tugas" ini hanya dibebankan kepada para modin dan tokoh agama setempat. Inilah yang mendorong Kiai Maruf Khozin menulis buku tentang itu agar semua orang mudah melaksanakannya dan tetap sesuai syariat.

Kini Terbit Buku Fiqih Jenazah ala NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Kini Terbit Buku Fiqih Jenazah ala NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Kini Terbit Buku Fiqih Jenazah ala NU

Ia menerbitkan buku berjudul "Fikih Jenazah An-Nadliyah". Kelebihannya antara lain di samping berbicara teknis pelaksanaan, juga mengulas dalil amaliah, baik sebelum serta sesudah kematian. "Melengkapi dan penyempurnaan dari sejumlah buku serupa yang beredar di pasaran," kata Kiai Maruf Khozin saat dihubungi PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Senin (23/2).

Keterpanggilan menerbitkan buku ini juga berdasarkan masukan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak. "Bahan yang saya peroleh adalah dari sejumlah pengajian ke sejumlah masjid, mushalla maupun pengurus MWCNU serta bahan tambahan dari pertanyaan yang disampaikan jamaah," kata salah seorang fungsionaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jatim ini.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Buku ini juga secara khusus dijadikan sebagai bantahan terhadap maraknya buku-buku Wahabi tentang masalah kematian," terangnya. Pada saat yang sama, buku yang diterbitkan Muara Progresif Surabaya ini diharapkan kian memantapkan bagi warga NU bahwa apa yang dilakukan selama ini memiliki keabsahan dalil sehingga diamalkan oleh ulama salaf, lanjutnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam pandangan aktivis PW Aswaja NU Center Jatim tersebut,? "Justru seperti kelompok Wahabi lah yang tidak memiliki catatan historis dengan ulama salaf dan cenderung memutus amaliah dari ulama terdahulu," ungkapnya.

Kiai Maruf Khozin menandaskan bahwa amaliah yang dilakukan Nahdliyin cukup banyak, mulai membacakan Yasin, kesaksian, tahlilan, membaca al-Quran di makam, sedekah atas nama al-marhum dan sebagainya.

"Tujuan utamanya yaitu agar mendapat ampunan karena orang meninggal sangat membutuhkan rahmat dari Allah, terlebih lagi kuburan adalah jalan penentu keselamatan seseorang ke alam barzah," katanya sembari menyitir hadits shaheh dari Turmudzi.

Kiai Maruf Khozin menyadari bahwa sejumlah dalil dan hujjah yang dicantumkan dalam bukunya adalah rangkuman dari beberapa kitab ulama salaf. Tidak berhenti sampai di situ, sebelum buku diterbitkan, naskah yang ada dimintakan tashih kepada sejumlah kiai dan ulama terkemuka.

"Khusus kepada KH Muhyiddin Abdusshomad yang juga menjabat Rais Syuriah PCNU Jember serta KH Asyhar Shafwan selaku Ketua LBM PWNU Jatim saya mengucapkan terima kasih karena berkenan memberi kata sambutan," katanya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada KH Abdurrahman Navis (Direktur PW Aswaja NU Center Jatim), Ustadz Idrus Ramli, serta sejumlah pihak yang telah mendukung percepatatan bagi terbitnya buku tersebut.

Tirmidzi Munahwan selaku pemilik Penerbit Muara Progresif menandaskan bahwa kehadiran buku dengan muatan fikih praktis sangat ditunggu masyarakat. "Apalagi dengan disertai dalil baik dari al-Quran maupun hadits, serta pendapat ulama tentu sangat bermanfaat bagi umat," katanya.

Bagi Tirmidzi, sapaan akrabnya, warga NU dan juga umat Islam harus selalu diberikan pendampingan dan pengetahuan atas sejumlah amaliyah yang selama ini menjadi kebiasaan sehari-hari. "Agar ada kemantapan dalam menjalankan ibadah, bukan semata ikut-ikutan," pungkas alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini. (Syaifullah/Mahbib)

?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama, AlaNu PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 25 Mei 2015

Muslim Indonesia di Belgia Minta PBNU Bantu Perizinan Dirikan Masjid

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Umat Islam Indonesia yang tergabung? dalam Keluarga Pengajian Muslim Indonesia (KPMI) Belgia berniat merenovasi bangunan untuk Inonesian and Islamic Cultural Center (IICC). Di dalam bangunan di area seluas 230 m persegi tersebut akan dijadikan di antaranya masjid, lembaga pendidikan anak-anak, serta pertemuan-pertemuan keagaamaan.

Menurut salah seorang warga muslim Indonesia di Belgia, M Najib Yuliantoro, bangunan dan tempat tersebut sudah dibeli dan izin dari Gemeente (setingkat provinsi) sudah diberikan. Gemeente sudah memberikan greenlight (lampu hijau) untuk melakukan renovasinya.

Muslim Indonesia di Belgia Minta PBNU Bantu Perizinan Dirikan Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)
Muslim Indonesia di Belgia Minta PBNU Bantu Perizinan Dirikan Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)

Muslim Indonesia di Belgia Minta PBNU Bantu Perizinan Dirikan Masjid

Namun, ketika dilakukan public hearing dengan warga Belgia oleh Gemeente, terjadi resistensi yang cukup tinggi. “Ada sekitar 700 surat yang datang ke Gemeente melakukan penolakan tersebut,” terang peneliti doktoral di Vrije Universiteit Brussel di kantor Redaksi PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Senin (5/9).? ?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Penolakan itu , kata dia, disebabkan adanya Islam fobia di masyarakat Belgia. Salah satu penyebabnya dipicu aksi terorisme yang terjadi di Eropa belakangan ini. Sebagian warga Eropa menganggap Islam Indonesia dengan Islam yang sama saja, melakukan dan mendukung aksi terorisme.

Karena alasan tersebut, tambahnya, bahkan pihak bank menutup rekening untuk penggalangan dana renovasi, secara sepihak.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Oleh karena, Wakil Sekreetaris PCINU Belgia tersebut, meminta PBNU untuk menjelaskan kepada Pemerintah Belgia, bahwa Islam Indonesia bukan Islam yang melakukan tindak terorisme.

Ketika hal itu disampaikan kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil SIroj, ia menyanggupi permintaan tersebut. Bahkan ia akan menyampaikan secara langsung kepada Menteri Luar Negeri Indonesia untuk turut membantu menyelesaikan izin tersebut meluli diplomasi antarnegara.

Di Belgia, terdapat 2 ribu orang Indonesia. Dan sekitar 200 orang mayoritas kultural NU aktif di Keluarga Pengajian Muslim Indonesia (KPMI) Belgia.? Yayasan KPMI saat ini diketuai Baktiar Hasan. Di dalam KPMI tersebut terdapat beberapa pengurus NU di antaranya Mustasyar PCINU Belgia dan juga Dubes Indonesia untuk Belgia, Yuri O. Thamrin. (Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Warta, Ubudiyah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pendekatan Dakwah untuk Kaum Dluafa

Oleh KH MA Sahal Mahfudh. Dalam mengatasi kemiskinan, dakwah setidaknya bisa ditempuh melalui dua jalan. Pertama, memberi motivasi kepada kaum muslimin yang mampu untuk menumbuhkan solidaritas sosial. Akhir-akhir ini, di kalangan umat Islam, ada kecenderungan solidaritas sosial menurun. Kedua, yang paling mendasar dan mendesak adalah dakwah dalam bentuk aksi-aksi nyata dan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan. Ini sering disebut orang dengan dakwah bil hal.

Dakwah dalam bentuk yang kedua ini, sebenarnya sudah banyak dilaksanakan kelompok-kelompok Islam, namun masih sporadis dan tidak dilembagakan, sehingga menimbulkan efek kurang baik, misalnya dalam mengumpulkan dan membagikan zakat. Akibatnya lalu, fakir miskin yang menerima zakat cenderung menjadi orang yang thama (dependen). Itu hanya karena teknis pembagian zakat yang tidak dikelola dengan baik. Dalam hal ini ada beberapa pesantren yang sudah mencoba melembagakan atau mengatasi masalah itu.

Pendekatan untuk mengatasi masalah kemiskinan ini seperti disebutkan di atas adalah pendekatan basic need approach (pendekatan kebutuhan dasar). Tentu saja dalam hal ini tidak bisa dilaksanakan dengan menggeneralisasi. Kita harus membagi masyarakat miskin menjadi beberapa kelompok dengan melihat kenyataan yang berkembang dalam lingkungan masyarakat miskin itu sendiri. Apa kekurangan mereka? Apa yang menyebabkan mereka miskin? Bisa jadi mereka miskin karena kebodohan atau keterbelakangan. Dalam hal ini kita harus berusaha agar mereka dapat maju, tidak bodoh lagi. Bisa juga karena kurangnya sarana, sehingga mereka menjadi miskin atau bodoh. Untuk mengatasinya, adalah dengan cara melengkapi sarana tersebut.

Pendekatan Dakwah untuk Kaum Dluafa (Sumber Gambar : Nu Online)
Pendekatan Dakwah untuk Kaum Dluafa (Sumber Gambar : Nu Online)

Pendekatan Dakwah untuk Kaum Dluafa

Karena gerakan yang sporadis dan tidak dikelola dengan baik, akhirnya fakir miskin cenderung menjadi orang thama’. Maksud saya, pengembangan masyarakat miskin tidak begitu caranya. Kita jangan memberi ‘ikan’ terus menerus, tapi harus memberi kailnya. Tetapi dengan memberi kail saja tentu tidak cukup, karena mereka juga harus diberitahu, cara mengail yang baik, lahan yang baik dan bagaimana ia dapat menggunakan kail untuk mendapatkan ikan.

Berarti mereka tidak hanya cukup dengan diberi modal, tetapi mereka juga harus diberi keterampilan. Inilah yang saya maksudkan dengan pendekatan itu. Masalah yang dihadapinya, keterbelakangan atau kebodohan harus diatasi dengan memberikan keterampilan, dan baru kemudian modal. Ini juga belum bisa meyakinkan sepenuhnya, sepanjang belum ada uji coba.

Kadang-kadang, masyarakat miskin di kampung lebih menyukai hal yang paling praktis, maunya mencukupi tapi juga mudah dan praktis. Untuk itu di samping kita memberi keterampilan dan modal, kita harus meyakinkan atau memberikan motivasi hingga fakir miskin itu memiliki kemauan berusaha dan tidak hanya menanti dan boros.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

***

Menurut pandangan Islam, secara formal zakat yang diberikan langsung oleh muzakki (pembayar zakat), idak melalui imam yang dalam hal ini adalah pemerintah, harus dibayarkan dalam bentuk harta zakat itu, tidak boleh ditukar dengan bentuk yang lain. Zakat langsung harus dalam bentuk mal. Dan harta itu bisa dijadikan modal.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sebaliknya menurut apa yang saya ketahui dari petunjuk-petunjuk dalam fiqih, zakat yang dikelola pemerintah justru dibayarkan bukan dalam bentuk uang. Kalau si mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) punya keterampilan menjahit, maka berilah mesin jahit. Kalau keterampilannya hanya mampu mengemudikan becak, berilah becak. Tetapi itu sebenarnya bisa diatur. Saya sudah mencobanya.

Ada tiga desa yang saya coba dengan memberikan motivasi kepada masyarakat desa itu. Kemudian, zakat di desa itu dilembagakan. Salah satu di antaranya dilembagakan dalam bentuk koperasi. Panitia (bukan amil) bertugas hanya sekadar mengumpulkan zakat dan mengatur pembagiannya. Hasilnya tidak langsung dibagikan dalam bentuk uang, tetapi diatur demikian rupa supaya tidak bertentangan dengan agama. Mustahiq diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai tabungannya untuk keperluan pengumpulan modal.

Dengan cara ini, mereka menciptakan pekerjaan dengan modal yang dikumpulkan dari harta zakat. Ternyata berhasil. Meskipun kita tidak bisa melenyapkan atau menghapuskan kemiskinan sama sekali, paling tidak kita telah berhasil menguranginya.

Pernah suatu kali, saya mencobanya terhadap seorang pengemudi becak di kota Pati. Saya lihat dia memang tekun mangkal di pasar untuk bekerja sebagai tukang becak. Pada saat kesempatan pembagian zakat tiba, saya zakati dia. Hasil zakat bulan Syawal itu, berupa zakat mal, zakat fitrah dan infaq, dikumpulkan dan saya salurkan dengan membelikan untuknya, sebuah becak. Sebelumnya dia hanya pengemudi becak milik orang non-pribumi. Namun sekarang dia telah memiliki dua buah becak.

Usahanya ini berkembang, dan sehari-harinya ia tidak harus mengemudikan becak dengan mengejar target setoran. Dengan mengemudikan becak hingga jam tiga sore, hasilnya sudah cukup untuk makan dan menjaga kesehatan. Setelah itu ia bisa kumpul-kumpul mengikuti pengajian. Dengan cara ini, meskipun dia tidak menjadi kaya, tetapi jelas ada perubahan sosial.

Untuk lebih jelasnya, apa yang saya kembangkan di tiga desa itu adalah sebagai berikut. Zakat dari pihak muzakki diberikan kepada panitia, yang kebetulan salah seorang atau beberapa di antaranya memang ada yang pantas menerima zakat (mustahiq). Pembagiannya diatur sedemikian rupa, sehingga apa yang diterimanya itu dijadikan modal. Kepentingan-kepentingan sosial lainnya, seperti keperluan lembaga, tentu saja juga diberikan bagiannya.

Untuk lebih menyebar luaskan gagasan seperti itu, tentu saja lembaga-lembaga sosial keagamann dapat mengambil peran. Kalau kita berbicara mengenai peran para ulama dalam hal pembangunan dan khususnya dalam mengatasi masalah kemiskinan ini, mereka dapat berperan sebagai inisiator, bisa pula sebagai motivator dan sekaligus bisa menjadi fasilitator, tergantung kemampuan dan kenyataan lingkungan di daerahnya masing-masing.

Dalam hal ini saya tidak membicarakan peranan Majelis Ulama, tetapi ulama. Sedangkan bagi MUI sendiri, menurut hasil Munas ketiga, masalah itu sudah dibicarakan. Keputusan Majelis Ulama menyinggung masalah-masalah yang berkenaan dengan kemiskinan, kebodahan dan sebagainya. Lalu tugas majelis adalah koordinasi di antara ormas-ormas Islam yang mempunyai lapangan dan basis.

Kini, masalahnya adalah bagaimana Majelis Ulama mampu dengan kredibilitas yang dimiliki, mengatasi perbedaan-perbedaan yang berkembang di masing-masing ormas Islam. Tentu saja hal itu tidak sulit dilakukan. Namun, apa yang sebenarnya menjadi masalah, saya sendiri tidak tahu, karena tidak terlibat dalam Majelis Ulama Pusat.

***

Sudah jelas, bahwa ajaran Islam tidak menghendaki kemiskinan. Berbagai macam komponen ajaran Islam sendiri menunjang pernyataan itu. Namun harus diakui, hingga sekarang masalah itu belum mendapat perhatian serius dari kaum muslimin. Menurut ajaran Islam, memberi nafkah kepada golongan fakir miskin adalah kewajiban kaum muslimin yang mempunyai kemampuan, dan itu memang relatif. Ajaran seperti itu belum pernah disinggung, apalagi dijabarkan, dan bahkan hal itu kurang disadari.

Berkenaan dengan infaq, kalau ada keinginan untuk melembangakannya, kita harus mampu menginventarisasi, paling tidak menyensus ekonomi kaum muslimin. Sehingga, kita mempunyai data, siapa yang disebut mampu dan siapa pula yang tidak mampu. Terhadap yang mampu, dikenakan kewajiban memberikan nafkah bagi orang yang tidak mampu, sesuai dengan ajaran fiqih. Tetapi hingga sekarang kita tidak mempunyai bait al-mal yang teratur. Bait al-mal-nya saja belum ada, apalagi teratur. Jadi di luar zakat dan sedekah, masih ada kewajiban umat Islam yang mampu, hukumnya wajib bagi orang-orang muslim yang mampu untuk memberi rafkah kepada fakir miskin, dalam keadaan tidak adanya bait al-mal al-muntadhim (yang teratur). Inilah jalan Islam.

Kewajiban zakat itu, persuasif atau tidak, ini juga masalah, karena kecenderungan turunnya solidaritas sosial (takaful al-ijtimai) di kalangan umat Islam. Tetapi menurut pandangan saya, gagasan yang terakhir ini sangat mungkin dilakukan. Sekarang organisasi-organisasi Islam banyak memiliki ahli dalam bidang penelitian. Kita tinggal menambah dengan baberapa spesialis lainnya yang juga banyak dimiliki umat Islam, bagaimana mengadakan sensus ekonomi dan bagaimana desain ekonomi untuk menentukan si Polan ini miskin dan si Polan itu mampu. Apakah yang mampu sudah memenuhi kewajiban? Apakah dibayarkan langsung atau tiidak? Sekarang sudah saatnya kita membicarkan masalah konsep tersebut.

Kalau kita tetap menginginkan pola ekonomi itu, ini tidak terlepas dari. Undang-undang Dasar dan Pancasila, di mana pasal 33 menyebutkan bahwa ekonomi (melalui koperasi) adalah usaha bersama dan kekeluargaan. Tentu saja perlu dijabarkan dalam bentuk peraturan-peraturan koperasi. Bahwa koperasi harus berkembang, tidak bisa ditolak. Nah sekarang, sebenarnya kita harus terpanggil untuk mempertanyakan konsepnya bagaimana? Bagaimana koperasi menurut Islam?

Belum seorang pun membicarakan konsep koperasi menurut Islam. tetapi sudah keburu, lembaga-lembaga Islam mendirikan koperasi, sesuai dengan aturan dari luar. Mereka menggunakan anggaran dasar sedemmian rupa. Tetapi praktek-praktek koperasi yang dijalankan kelompok-kelompok Islam, tidak pernah dipersoalakan apakah sesuai dengan muamalah yang harus kita patuhi? Sesuaikah dengan ajaran Islam? Ini belum pernah dijabarkan.

Masalahnya adalah karena kita belum membuat konsep. Saya sendiri belum mempunyai suatu konsep tertulis dan matang, tetapi pikiran-pikiran seperti di atas sudah lama muncul dan saya lontarkan di forum-forum tertentu, terutama di kalangan NU, setelah muktamar (1984). Terkadang dengan terlalu berani saya munculkan di forum-forum Syuriyah NU; Sekarang ini kita perlu mengurangi pembicaraan tentang masalah-masalah yang hanya menjawab halal dan haram! Ini bukan berarti kita tidak menyetujuinya.

Kalau kita sudah menyetujuinya sebagai yang halal, kita juga harus membicarkan pendekatan konseptualnya untuk umat. Kalau haram, kita diharuskan membicarakan bagaimana pemecahannya agar umat tidak menyimpang dari nilai-nilai Islam. Untuk itu perlu konsep. Konsep seperti apa? Kalau kansep itu bersifat individual tentu tidak mungkin diterapkan secara massal, sebelum diterima umum.

Uji coba yang sedang saya kembangkan belum sepenuhnya berupa koperasi. Saya masih membatasinya pada usaha bersama (UB). Sebab, saya telah mencoba membuat proposal untuk mengadakan diskusi mengenai pembangunan koperasi dalam bentuk qiradl. Tetapi hingga sekarang proposal itu belum ada yang setuju, sehingga dengan demikian saya belum bisa menerapkan koperasi sesuai dengan konsep yang sudah matang.

Keinginan saya, kalau ini bisa, hasil diskusi itu bisa dibukukan dan akan bermanfaat bagi anggota masyarakat yang membutuhkannya. Sekarang kita harus dapat menyusun konsep-konsep aktual. Masyarakat memang menerima bentuk koperasi. Namun apakah itu syirkah atau qiradl, itu soal lain. Tetapi akan ngawur saja, kalau bekerja tanpa memiliki konsep yang jelas. Kelompok-kelompok cendekiawan muslim dari berbagai sangat dibutuhkan keterlibatannya, karena itu tentu saja tidak bisa dengan biaya dan upaya individual.

Meskinya, gagasan itu tumbuh dari ormas-ormas Islam. Mengharapkan terjadinya pertumbuhan secara alami, akan sulit terjadi. Barangkali dalam hal ini, MUI bekepentingan berperan sebagai inisiator, untuk menumbuhkan gagasan itu dan melemparkannya kepada ormas Islam yang ada. Kalau perlu, bahkan mengeormas tersebut hingga mempunyai gagasan serupa. Kumpulkan cendekiawan-cendekiawan berdasarkan kelompok tertentu. Tetapi pertemuan itu tentu saja tidak berakhir begitu saja. Pertemuan itu harus diakhiri dengan perumusan suatu keputusan yang konseptual dan utuh.

Hasil seminar yang pernah kita lakukan, selalu tidak diikuti dengan implementasi. Hal itu bisa jadi karena konsep seminar berorientasi pada ilmu pengetahuan bukan beroritentasi pada strategi. Kita harus membedakan antara konsep yang berorientasi pada ilmu dan konsep yang berorientasi pada strategi. Namun konsep apapun harus dirumuskan dan implementabel.

Berkenaan dengan gagasan mewujudkan lembaga bait al-mal al-muntadhim, saya berpendapat, lembaga itu adalah wewenang pemerintah. Dalam hal ini dana yang dapat dijadikan sumber adalah infaq dan shadaqah bisa pula ghanimah (harta rampasan perang). Namun masalah yang akan muncul kemudian adalah masaIah manajemen.

Yang terpenting adalah, soal kesamaan wawasan. Potensi umat Islam secara kuantitatif dan kualitatif dapat mendukung dan mengatasi masalah di atas. Saya melihat kenyataan itu. Di Jawa Tengah, kelompok pengusaha menengah muslim sangat banyak, bahkan ada di antaranya yang dapat dikategorikan sebagai kelompok atas. Jelas mereka mampu, tetapi wawasan dan kecenderungan belum ada titik singgung di antara kita. Titik temu itu perlu diusahakan. Tetapi siapa yang harus memprakarsai?

***

Masalah kemiskinan sangat terkait dengan masalah lingkungan. Sebelum berbicara soal lingkungan menurut konsepsi Islam, lebih dahulu harus diklasifikasi masalah lingkungan dari segi fisik dan non-fisik. Dari segi non-fisik, ajaran Islam memang tidak menghendaki terjadinya kerusakan. Katakanlah kerusakan moral, tidak dikehendaki Islam.

Saya melihat, kaum muslimin sekarang ini sedang dihadapkan pada tantangan perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi telah mengiring masyarakat dari orientasi pada nilai-nilai Islam kepada orientasi pada nilai-nilai ekonomi. Ini berbahaya. Dewasa ini setiap kegiatan akan diperhitungkan sesuai dengan untung-rugi berdasarkan nilai ekonomi. Perbuatan apa pun dilakukan, tanpa memperhitungkan resikonya terhadap moral masyarakat, tapi didasarkan pada pertimbangan untung rugi secara ekonomi.

Berkenaan dengan lingkungan fisik, kita harus kembali kepada manusia untuk menggunakan dan memanfaatkan apa yang ada di alam ini, disertai upaya melestarikan lingkungan hidup. Sudah baran tentu, kalau manusia tidak memanfaatkannya, itu adalah mubazir dan bisa mencelakakan. Intinya bahwa penggunaan alam harus harus didasarkan pada manfaat dan maslahat.

Menurut ajaran Islam, kebutuhan dapat dibagi menjadi; pertama yang bersifat dlaruri (primer) atau sifat haji (mendasar) dan kedua yang bersifat sekunder. Manfaat dan maslahat memang sulit diukur, tetapi itu bisa dirasakan dan dilihat. Semuanya harus diarahkan pada kepentingan hidup, kepentingan bersama, kepentingan agama dan lain-lain. Tidak perlu membagi-baginya menurut kepentingan ukhrawi, kepentingan moral atau akhlak, kepentingan dunia dan lain sebagainya, karena tentu saja kepentingan ukhrawi tidak mungkin tanpa adanya kepentingan-kepentingan duniawi.

Selama ini majelis-majelis taklim, nampaknya belum menyentuh masalah-masalah seperti itu, belum menyentuh masalah-masalah riil dalam masyarakat. Masih berkisar pada masalah moral atau akhlak. Namun para ulama, saya kira tidak bisa disalahkan, karena antara ulama dan umara yang berwenang masih sering terjadi miskomunikasi. Masalah yang timbul seharusnya diinformasikan kepada para ulama. Kalau dalam masalah lingkungan, ulama masih bersikap statis, itu 1ebih disebabkan karena ketidaktahuan.

Belum adanya partisipasi mereka dalam hal ini, karena mereka tidak banyak mengelola masalah lingkungan. Itu sebabnya mereka masih terbatas pada masalah-masalah moral. Kalau mereka tahu, tanpa perlu diimbau, mereka akan berpartisipasi. Untuk itu komunikasi dan informasi masalah ini perlu digalakkan, karena masalahnya memang terletak di sana.

***

Sudah jelas, Islam mendorong orang untuk bekerja. Ada hadits yang mengatakan, "Asyaddu al-naas azaban yauma al-qiyamah al-maghfiy al-bathil" (Siksaan paling berat pada hari kiamat, adalah bagi orang yang hanya mau dicukupi orang lain dan hidup menganggur). Al-Quran juga menyebutkan, "Apabila kamu telah selesai menunaikan shalat Jumat, menyebarlah untuk mencari rezki Tuhanmu”.

Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya pengangguran. Faktor pendidikan yang rendah, keterampilan kurang memadai, di samping kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja terbatas. Anak-anak sekarang hanya menunggu pekerjaan, bukan mencari dan menciptakan pekerjaan. Yang saya maksudkan menunggu pekerjaan, adalah mencari pekerjaan pada lapangan kerja yang sudah mapan dan jelas. Sedangkan mencari kerja, adalah orang tidak hanya terfokus pada satu sasaran pekerjaan, namun berusaha secara kreatif menciptakan lapangan kerja.

Dalam mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, imbauan saya kepada kelompok muda adalah, jangan cepat putus asa. Sebab dengan putus asa, kreativitas mandeg. Bagaimana kecilnya kreativitas itu, ia akan selalu tumbuh dan berkembang.

?

? *) Tulisan ini pernah dimuat dalam majalah Mimbar Ulama. Juga bisa ditemukan di buku KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS), dengan judul yang sudah diubah, “Dakwah untuk Kaum Dlu’afa”.



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Khutbah, Sejarah, Tokoh PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 21 Mei 2015

Semarak Seni Tradisi dalam 50 Tahun LESBUMI

Jogjakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Siang yang terik tidak menghalangi orang-orang Dusun Klenggotan Bantul untuk berkumpul di Pesantren Kaliopak, Bantul Rabu (2/5). Tua, muda, dan anak-anak sibuk sendiri-sendiri, bermain, ngobrol, membeli jajanan dan sebagainya.



Semarak Seni Tradisi dalam 50 Tahun LESBUMI (Sumber Gambar : Nu Online)
Semarak Seni Tradisi dalam 50 Tahun LESBUMI (Sumber Gambar : Nu Online)

Semarak Seni Tradisi dalam 50 Tahun LESBUMI

Namun, keramaian itu mendadak terhenti, ketika seorang perempuan paruh baya menembangkan lagu-lagu Jawa. Alunan musik gamelan mengiringinya. Makin lama makin rancak terdengar. Lagu-lagu Jawa tersebut menjadi penanda acara tasakuran 50 Tahun Lesbumi yang dilesenggarakan Pengurus Wilayah Lesbumi Jogjakarta.

Tak lama para pasukan berkuda masuk ke tengah-tengah arena. Dengan formasi lengkap, seni Jathilan bergerak, menari, mengikuti musik dengan gerakan harmonis. Geraka kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu memancing hadirin untuk tepuk tangan. Suasana ramau, meriah, dan guyub.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tapi sesaat setelah itu, penontot sontak, tergaket-kaget, padangan mereka tertuju salah seroang penonton. “Wonten sing kerasukan, (ada yang kerasukan, red.),” kata salah seorang penonton.

Semua orang penonton berhamburan menjauhi yang kerasukan, tapi seorang anggota Jathilan langsung mendekat memberi pertolongan. Tidak lama setelah itu, penonton yang diketahui bernama Aris kembali tersadar. 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jathilan adalah salah satu dari seni budaya yang menjadi tradisi di Jawa. Tiap kali akan mengadakan acara, orang Jawa dahulu pada umumnya akan menanggap Jathilan sebagai hiburan. Kini, Ditengah derasnya arus globalisme yang kian mengikis seni tradisi nusantara, kesenian Jathilan mulai tersisihkan. 

Acara yang mengetengahkan tema “Menggali Kearifan Hidup Berbangsa dalam Khazanah Seni Nusantara” ini, selain Jathilan, juga menampilakan Tari Saman Jolosutro, Emprak, Ibu-ibu PKK, Pentas Musik Ki Ageng Ganjur pimpin Sastro Ngatawi serta pidato kebudayaan Budaya oleh Agus Sunyoto.Malam harinya, halaman Pesantren Kaliopak juga dipenuhi oleh masyarakat sekitar, mahasiswa dan pemerhati budaya. Mereka sengaja datang untuk menyaksikan satu-satunya seni Saman asli Yogyakarta. 

Menurut M. Jadul Maula, Pengasuh Pesantren Kaliopak, “Tari Saman adalah seni yang sangat tua. Meski selama ini tari Saman diindentikkan dengan Aceh, tapi ternyata sejak abad ke-XVI sudah ada di Yogyakarta. Tentu ada ciri-ciri yang sama, tapi tentu juga banyak variasi-variasi lokal yang berbeda.”

Setelah Tari Saman, ibu-ibu pemenang Lomba Kartini Rukun Tetangga setempat turut menunjukkan kebolehan menampilkan paduan suara. Kemudian tampil grup musik Ki Ageng Ganjur berkolaborasi dengan Seni Emprak yang merupakan asuhan Pesantren Kaliopak.

“Acara ini sangat bagus untuk generasi bangsa, biar mereka sadar bahwa bangsa ini mempunyai identitas. Seni merupakan media yang bagus untuk kita pertahankan,” komentar Muhyidin, mahasiswa Aqidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga. 

Sementara itu, Agus Sunyoto dalam pidatonya menegaskan bahwa seni tradisi nusantara penting untuk dipertahankan, karena di dalamnya terkandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai yang dapat membentuk karakter dan jati diri bangsa. “Hilangnya jati diri bangsa bukan tidak mungkin dalam era globalisasi ini. Sebab saat ini, gejala-gejala ancaman globalisasi sudah tampak. Kita tak lagi menjadi subyek, melainkan telah terjajah untuk selalu menjadi obyek,” jelas Sunyoto.

Menurutnya, sebagai salah satu tulang punggung khittah Nahdatul Ulama, Lesbumi memiliki arti tersendiri bagi NU. 

“Salah satu makna keberadaan Lesbumi di dalam NU adalah meneguhkan kecintaan NU pada tanah air dengan cara memelihara dan mengembangkan budaya bangsa dalam keragaman bentuknya,” terangnya.

Bulan Budaya

Tasyakuran 50 tahun Lesbumi tersebut juga menjadiacara pembukaan bulan budaya yang diselenggarakan Lesbumi Jogjakarta. 

Ketua Lesbumi Jogjakarta M. Jadul Maula menjelaskan bulan budaya akan diisi Lomba Cipta Film, Penulisan Esai, Pekan Film dan Launching Bioskop Lesbumi yang akan diadakan pada 20-24 Mei 2012 di Ngeban Resto, Pagelaran Seni Nusantara yang akan dilaksanakan pada 1-3 Juni 2012 di Pesantren Kaliopak. 

“Semua rangkaian Harlah 50 Tahun Lesbumi akan ditutup dengan acara Lesbumi Award yang insya allah akan dilaksanakan 29 Juni 2012 di Gedung PBNU,”kata Jadul. 

 

Kontributor: Khanif Rosidin dan Windha Larasati

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 13 Mei 2015

Wayang, Karya Para Wali yang Menyimpan Berkah

Bantul, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Wakil Ketua PWNU DI Yogyakarta M. Jadul Maula meyakini bahwa wayang adalah karangan para wali yang pasti ada berkahnya. Menurutnya, pesan para wali tidak semata-mata terdapat pada dialognya, tapi juga pada tokoh yang terinternalisasi dalam diri kita.

Wayang, Karya Para Wali yang Menyimpan Berkah (Sumber Gambar : Nu Online)
Wayang, Karya Para Wali yang Menyimpan Berkah (Sumber Gambar : Nu Online)

Wayang, Karya Para Wali yang Menyimpan Berkah

Hal itu dikatakannya saat mengisi acara Seminar Nasional bertajuk Wayang dan Krisis Manusia Nusantara, Senin (17/11) siang, di Aula Pesantren Kaliopak Piyungan Bantul. Hadir pula sebagai pembicara Wakil Katib Syuriah PBNU KH Yahya Cholil Staquf, yang juga Pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang; dan Guru Besar Antropologi UGM Prof Dr Heddy Shri Ahimsaputra.

Menurut Kang Jadul, panggilan akrabnya, meski saat ini banyak yang tidak bisa memahami bahasa yang digunakan dalam pagelaran wayang, ia memandang bahwa alasan itu adalah alasan yang manja. Hal itu terbukti dengan Al-Qur’an yang walaupun tidak semua dapat memahami tapi tidak ada yang menghindari. “Kenapa? Karena ada aspek lain di luar kognitif, yaitu aspek spiritual” tandasnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ia menambahkan bahwa dengan alasan seperti itu berarti kita sudah mulai tidak adil dalam pikiran kita sendiri terhadap tradisi kita. “Inilah yang menjadikan krisis jati diri pada manusia nusantara. Orientasi jati diri bangsa kita saat ini adalah orang Islam pengen jadi Arab, ABG pengen jadi Korea, dan Politisi orientasinya ke Amerika,” ungkapnya dengan nada prihatin.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Oleh karenanya, sosok yang juga Pengasuh Pesantren Kaliopak itu yakin bahwa wayang dapat menjawab krisis manusia yang selama ini tidak lahir dari diri sendiri dan hanya mencerna dari luar.

Sementara itu menurut Prof Dr Heddy Shri Ahimsaputra, jika dikaji secara antropologi wayang merupakan model of kehidupan atau cermin kehidupan manusia. Karena di sana terdapat pergulatan yang terus menerus antara kebaikan melawan keburukan, sehingga wayang menjadi alat penjelas yang dapat memberikan makna tentang kehidupan.

Selain itu, lanjutnya, wayang juga merupakan model for, model untuk kehidupan manusia. Dengan kata lain, orang Jawa dapat menggunakan wayang sebagai blueprint kehidupan sehingga mengetahui apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. (Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Aswaja, IMNU PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 08 Mei 2015

Salim Ajukan Saksi yang Meringankan

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sidang lanjutan kasus penggelapan aset tanah milik Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan terdakwa Salim Muhammad (75) diisi dengan kesaksian oleh 2 orang saksi yang diajukan terdakwa. Salim mengajukan saksi yang meringankan dalam sidang yang dipimpin Heru Pramono SH di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.

Saksi pertama, H. Luwandi, salah seorang guru, menjelaskan, sekolah di bawah Yayasan Waqfiyah yang dimiliki PBNU itu telah dipindah. Ia mengaku telah menerima uang sebesar Rp 2 Milyar untuk pendirian bangunan dan sewa tanah selama 30 tahun.

Salim Ajukan Saksi yang Meringankan (Sumber Gambar : Nu Online)
Salim Ajukan Saksi yang Meringankan (Sumber Gambar : Nu Online)

Salim Ajukan Saksi yang Meringankan



Dalam negosiasi awal, ia meminta dana sebesar Rp 9 Milyar untuk merenovasi bangunan dan pembelian tanah. Namun, akhirnya tercapai kesepakatan sebesar Rp 2 Milyar. Sebenarnya ia masih membutuhkan dana untuk membangun tiga kelas, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Salim.

Saksi kedua, Liacun menjelaskan bahwa ia telah menerima uang sebesar Rp 1.25 Milyar dari Salim untuk pembelian tanah yang dimilikinya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kesaksian-kesaksian tersebut menguatkan bukti yang memang sudah ada sebelumnya. Namun, perihal penarikan deposito sebesar Rp 10 Milyar, pembelian rumah di Jalan KS Tubun senilai lebih dari Rp 1.2 M, pembelian rumah di Jalan MT Haryono dan Kedoya yang semuanya tidak ada kaitannya dengan kepentingan Yayasan Waqfiyah NU tidak dijelaskan.

Kasus ini bermula dari surat dari Pemerintah DKI Jakarta agar Yayasan Waqfiyah NU yang berlokasi di Kuningan Selatan meminta agar lembaga pendidikan ini dipindah karena lokasi tersebut ditetapkan bukan untuk daerah pendidikan. Dalam prosesnya, terdapat dana yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga PBNU, selaku pemilik yayasan mengajukan tuntutan. (mkf)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Warta, Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 07 Mei 2015

Produsen Film Fitna Akhirnya Temukan Kebenaran Islam

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Seorang produsen film anti Islam yang menggambarkan Nabi Muhammad secara tidak benar akhirnya menjadi pemeluk Islam dan menunaikan ibadah haji tahun ini. 

Produsen Film Fitna Akhirnya Temukan Kebenaran Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
Produsen Film Fitna Akhirnya Temukan Kebenaran Islam (Sumber Gambar : Nu Online)

Produsen Film Fitna Akhirnya Temukan Kebenaran Islam

Arnoud Van Doorn mengaku mendapat ketenangan dan kedamaian setelah menunaikan ibadah haji.

“Hati saya sekarang diantara para pengikut yang setia,” kata Arnoud Van Doorn, mantan anggota Partai Kebebasan yang dipimpin oleh Wilder, seperti dikutip oleh Saudi Gazette, Jum’at.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Saya berharap air mata penyesalah akan menghapus seluruh dosa-dosa saya setelah pertobatan,” tambahnya.

 Dia memaluk Islam awal tahun ini setelah melakukan penelitian secara ekstensif terhadap agama ini.

Dia diantara para pemimpin partai yang membantu memproduksi film ofensif berjudul “Fitna” yang menghubungkan Islam dan Qur’an dengan kekerasan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tetapi setelah terjadi protes keras terhadap film ini, Doorn mulai membaca lebih banyak tentang Islam dan Nabi Muhammad, yang mengarahkannya untuk memeluk Islam.

Doorn mengatakan bahwa sejak dia tiba di tanah suci, dia menjalani hari-hari terbaik dalam hidupnya.

Dia berharap dapat menghabiskan lebih banyak waktu di Madinah setelah dia menyelesaikan rangkaian haji.

Jumlah Muslim mencapai satu juta di Belanda dari populasi 16 juta, sebagian besar berasal dari Turki dan Marokko.

Jumlah muallaf asli Belanda telah meningkat mencapai 15 ribu dari 12 ribu dalam beberapa tahun terakhir.

Penebusan dosa

Van Doorn sangat menyesal telah ikut ambil bagian dari film Fitna yang sangat dibenci dan mengatakan dia pergi ke tanah suci untuk melakukan penebusan dosa.

“Saya merasa malu berdiri di depan makan Rasulullah. Saya telah membuat kesalahan besar dengan ikut membuat film asusila ini,” katanya.

“Saya berharap Allah memberi maaf dan menerima pertobatan saya.”

Kunjungannya ke tanah suci Makkah dan Madinah bukan untuk pertama kalinya.

Setelah ia masuk Islam, politisi Belanda ini melakukan umrah setelah menemui dua imam dari masjid Nabawi Sheikh Ali Al-Hudaifi dan Sheikh Salah Al-Badar.

Dia diberi wejangan oleh dua orang imam tersebut bagaimana menjalani hidup sebagai Muslim yang baik dan menghadapi tantangan Islam di Barat.

Ia menunjukkan kegembiraannya di Madinah dalam akun twitter, yang merefleksikan perasaannya.

“Berdoa di Raudhah yang sakral #Madinah,” kata Doorn dalam sebuah tweetnya.

“Pertemuan penuh inspirasi dengan imam masjid Ali Al-Hudayfee,” katanya dalam tweet lainnya. (onislam.net/mukafi niam)

Foto: Onislam

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kajian, Pahlawan, Nahdlatul Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah