Minggu, 16 April 2017

Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid

Sumedang, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas’udi mengatakan, gerakan menyongsong seabad NU, yakni 2026, bertolak dari dua kaki, yaitu pesantren dan masjid.

Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)
Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)

Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid

Pesantren adalah mata air, pusat hikmah dan keilmuan. Sementara masjid adalah ladang-ladang tempat untuk diisi mata air tersebut.

“Selama ini harus diakui, NU kurang memperhatikan masjid sehingga banyak diambil alih kelompok-kelompok lain,” katanya pada Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) dalam rangka konsolidasi dan koordinasi para imam, khotib, dan ta’mir masjid LTM NU Kabupaten Sumedang, di Pondok Pesantren Hikmatussalafiyah, Sabtu (16/3).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kiai Masdar kemudian menekankan pentingnya masjid dengan menukil data masjid dalam catatan Kemenag RI. Masjid di Indonesiaa ada sekitar 1.200.000.

Ia berpendapat, dari masjid sebanyak itu umumnya milik Nahdliyin. Bertolak dari masjid-masjid itu, NU akan jaya asalkan dikelola menjadi pusat pemberdayaan umat. Dalam waktu 13 tahun, NU harus bergerak cepat mewujudkannya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rapimda bertema “Wujudkan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat” tersebut difasilitasi PP LTMNU dan PT Sinde Budi Sentosa.

Penulis: Abdullah Alawi

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Lomba, Santri, Ahlussunnah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 15 April 2017

Dasar Hukum KB

Assalamualaikum,sebelumnya saya ucapkan terimakasih, saya ingin menanyakan bagaimanakah hukumnya ikut KB? Wa’alaikum salam wr. wb. (Muhammad Masruhin, jln s. Parman 150 Kabupaten Jember)

Jawaban

Dasar Hukum KB (Sumber Gambar : Nu Online)
Dasar Hukum KB (Sumber Gambar : Nu Online)

Dasar Hukum KB

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. bahwa KB merupakan salah satu program pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain program KB merupakan program perencanaan jumlah keluarga yang bisa dilakukan dengan alat-alat kontrasepsi seperti kondom dan spiral. 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Secara fiqhiyah, pada dasarnya KB diqiyaskan dengan apa yang dinamakan ‘azl yaitu mengeluarkan air mani di luar vagina. Pada zaman dulu, ‘azl dijadikan sarana untuk mencegah kehamilan. 

Sedangkan KB juga sama-sama untuk mencegah kehamilan, bedanya ‘azl tanpa alat sedangkan KB dengan alat bantu seperti kondom dan spiral. Dan keduanya dipertemukan karena sama-sama untuk mencegah kehamilan, dan sama sekali tidak memutuskan kehamilan. 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Berangkat dari penjelasan ini, maka ketika membahas KB terlebih dahulu yang harus diketahui adalah bagaimana hukumnya ‘azl. Dan jika sudah diketahui kedudukan hukum ‘azl maka kita tinggal menyamakan hukumnya saja.

Terdapat hadits yang memperbolehkan ‘azl, diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra:

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?--? ?

“Dari Jabir ia berkata, kita melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw kemudian hal itu sampai kepada Nabi saw tetapi beliau tidak melarang kami” (H.R. Muslim)  

Namun ada juga hadits yang melarang ‘azl, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Judamah binti Wahb:

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? --? ?

“Dari Judamah bin Wahb saudara perempuan ‘Ukkasyah ia berkata, saya hadir pada saat Rasulullah saw bersama orang-orang, beliau berkata, sungguh aku ingin melarang ghilah (menggauli istri pada masa menyusui)kemudian aku memperhatikan orang-orang romawi dan parsi ternyata mereka melakukan ghilah tetapi sama sekali tidak membahayakan anak-anak mereka. Kemudian mereka bertanya tentang ‘azl, lantas Rasulullah saw berkata, itu adalah pembunuhan yang terselubung”. (HR. Muslim)    

Menanggapi dua hadits yang seakan saling bertentangan tersebut, maka Imam Nawawi mengajukan jalan tengah dengan cara mengkompromikan keduanya. Menurutnya, hadits yang melarang ‘azl harus dipahami bahwa larangan tersebut adalah sebatas makruh tanzih atau diperbolehkan, sedang hadits yang memperbolehkan ‘azl menunjukkan ketidakharamannya ‘azl. Tetapi ketidak haraman ini tidak menafikan kemakruhan ‘azl.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Kemudian hadits-hadits ini yang saling bertetangan harus dikompromikan dengan pemahaman bahwa hadits yang melarang ‘azl itu menunjukkan makruh tanzih. Sedang hadits yang memperbolehkan ‘azl itu menunjukkan bahwa ‘azl tidaklah haram. Dan pemahaman ini tidak serta-merta menafikan kemakruhan ‘azl”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats, cet ke-2, 1329 H, juz, 10, h. 9)     

Karena itulah maka Imam Nawawi dengan tegas menyatakan bahwa hukum ‘azl adalah makruh (diperbolehkan walau tidak disarankan) meskipun pihak istri menyetujuinya. Alasannya adalah ‘azl merupakan salah satu sarana untuk menghindari kehamilan.

      

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“’Azl adalah menggaulinya suami terhadap istri kemudian ketika suami mau keluar mani ia melepaskan dzakarnya dan mengeluarkannya di luar farji. Hukum ‘azl menurut kami adalah makruh dalam kondisi apa saja dan pada setiap perempuan baik ia rela maupun tidak, karena ‘azl adalah sarana untuk memutuskan keturunan”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats, cet ke-2, 1329 H, juz, 10, h. 9).

Penjelasan singkat di atas setidaknya bisa dijadikan sebagai rujukan mengenai kebolehan KB. Bahkan NU pada tepatnya tanggal 21-25 Syawal 1379 H/ 18-22 April 1960 dalam Konbes Pengurus Besar Syuriyah NU ke-1 telah membahas mengenai Family Planing (Perencanaan Keluarga). Dan pada Muktamar ke-28 di Pon-pes Al-Munawwir Krapyak 26-28 Rabiul Akhir 1410 H/ 25-28 Nopember 1989 M juga telah memutuskan kebolehan menggunakan spiral sama dengan ‘azl¸ atau alat kontrasepsi yang lain. (Lihat, Ahkamul Fuqaha, Surabaya-Khalista bekerjasama dengan LTN PBNU, cet ke-1, 2011, h, 302 dan 450-452)      

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga bisa menambah wawasan kita semua dan bermanfaat. (Mahbub Ma’afi Ramdlan

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai, Doa, Tegal PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 13 April 2017

Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Affan Hasnan, mengatakan, pendataan guru NU sudah mulai dilakukan melalui online. Pendaftaran masih terus dibuka di www.pergunu.org.

“Pendataan akan makin memperkuat bergaiining positition dalam berorganisasi secara professional,” katanya, di gedung PBNU, Senin (28/4). ?

Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota (Sumber Gambar : Nu Online)
Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota (Sumber Gambar : Nu Online)

Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota

Menurut Affan, pendaftaran online disambut antusias guru-guru NU se-Indonesia. Terbukti dengan mendaftarnya anggota dari pelosok Indonesia. Sebulan dibuka sudah 2781 terdaftar. “Dari Papua hingga Aceh telah banyak yang mendaftar,” katanya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Situs tersebut, kata Affan, juga nantinya akan dijadikan wadah guru-guru NU untuk berkarya, seperti menulis karya ilmiah. “Ini bagi kami adalah hal yang luar biasa, karena guru-guru merupakan tokoh masyarakat yang dapat mempengaruhi karakter bangsa,” jelasnya.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Gatot

Sundjoto menambahkan, sebagai organisasi profesi, Pergunu harus memiliki keanggotaan yang berbasis database. ”Ini demi tertib administrasi dan keanggotaan yang jelas, by name, by phone, by address,” imbuhnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sementara Koordinator Bidang Organisasi PP Pergunu, Akhsan Ustadhi, mengatakan, pihaknya akan terus menyempurnakan sistem informasi pada website Pergunu, misalnya sistem kaamanan dan penerbitan kartu anggota secara online.

“Kami saat ini sedang menggodok menerbitkan kartu anggota secara online, dimana anggota yang telah mendaftar dapat mencetak langsung kartu anggotanya secara online. Tentunya setelah mendapat approval pengurus tingkat masing-masing,” jelas Akhsan. (Ayad Ayyada Al-Bajani/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sholawat, Pondok Pesantren PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 10 April 2017

Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengritik kapitalisme, karena ia membaca Marxisme. Tetapi mengritik Marxisme karena membaca Gramsci. Mengamini Gramsci, Gus Dur melihat Marxisme terjebak pada ‘ekonomisme kasar’ sehingga tak melihat budaya sebagai potensi perubahan.

Dari sini Grasmcipun dikritik, karena Gus Dur membaca teologi pembebasan. Kesilapan Gramsci yang tak melihat agama sebagai potensi perubahan, membuat Gus Dur tertarik pada gerakan teologi Katolik Amerika Latin, yang mengawinkan agama dengan analisa kritis Marxian. Hanya saja, di titik inilah Gus Dur kemudian mengritik teologi pembebasan, karena ia terjebak dalam ideologi. Sifat ideologis ini yang membuat para teolog pembebasan tidak bebas lagi, karena terjebak dalam ekslusivisme gerakan. Maka tak ayal, Gus Durpun akhirnya menambatkan model gerakannya pada gerakan keagamaan berwawasan struktural, non-revolusioner.

Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi (Sumber Gambar : Nu Online)
Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi (Sumber Gambar : Nu Online)

Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi

Pada poin inilah, perbincangan seputar konsepsi pembebasan (berbasis keagamaan) dalam pemikiran Gus Dur menemukan relevansinya. Satu hal yang digali oleh Syaiful Arif, dalam buku Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif ini. Barangkali ide-ide kiri banyak mempengaruhi dan menginspirasi sejumlah tendensi pemikiran dan langkah politik Gus Dur. Namun faktanya, pembaca Das Kapital pada usia 14 tahun ini tidak sungkan melemparkan kritik terhadap beberapa titik lemah dari sebuah aksi pembebasan serta sinisme atas ‘impotensi’ unsur kebudayaan tertentu, tak terkecuali predikasi miring Marx kepada agama sebagai ‘the opium of the people’. Bagi Marxisme, gerakan bisa dikatakan revolusioner, ketika ia meniadakan agama di dalam dirinya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tak sebatas kritik, Gus Dur pun menggariskan bahwa model pembebasan yang hakiki adalah pembebasan yang senantiasa berakar dan terarah pada penghargaan setinggi-tingginya terhadap kehidupan sosial manusiawi (human social life) (hal. 254). Garis ide ini tidak hanya menyadari akan pentingnya sebuah gerakan pembebasan dari jerat hegemoni penindasan demi kemanusiaan, tapi juga memberi jaminan perlakuan manusiawi tetap berlangsung dalam rangkaian prosesi maupun ‘capaian final’ gerak pembebasan itu sendiri.

Tak heran, Gus Dur akhirnya memilih aksi pembebasan yang ia sebut sebagai perubahan struktural ‘tanpa Marx’, atau transformasi struktural non-revolusioner. Poin non-revolusioner menjadi penting, karena bagi Gus Dur, revolusionerisme memiliki ‘sisi gelap’, yakni memosisikan unsur kultural tidak sebagai kebudayaan yang berdiri sendiri dan berhak hidup, tapi hanya sebagai aparat ideologis bagi tercapainya revolusi (hal. 89). Dengan demikian keragaman dikorbankan demi suksesnya revolusi, yang kemudian melahirkan penyeragaman dan kelembagaan. Dari penyeragaman ini terjadi apa yang disebut Gus Dur sebagai revolusi yang tercuri (the stolen revolution) untuk menjaga dan mengonsolidasikan kehadiran satu pihak saja yang memenangkan revolusi, seperti yang terjadi pada Revolusi Iran 1979 atau ‘pencurian’ Joseph Stalin atas Revolusi Bolsjewik 1917 yang menciptakan diktator komunisme (hal.70).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kecenderungan ideologisasi dari gerakan inilah yang dihindarkan oleh Gus Dur pada Islam, yang hanya akan menciptakan eksklusivisme dan ekstrimisme, meskipun berangkat dari ‘paradigma pembebasan’. Baginya, agama memang menyimpan kekuatan pembebasan, namun dunia memiliki mekanisme perubahan tersendiri, sehingga bahaya ketika agama diturunkan ke level ‘teknis’ (penentu), sebab ia bisa menjelma kekuasaan yang menindas atas nama ‘otoritas surga’. Ini sejalan dengan hakikat pembebasan yang ia gariskan sebagai “pembebasan tanpa dasar dan landasan apapun, kecuali manusia itu sendiri. Jadi sangat eksistensialis (hal. 87).”

Di sinilah pentingnya meletakkan Islam sebagai etika sosial. Orientasi (pembebasan) etis yang dipegang Gus Dur merujuk pada satu tujuan politik yang tidak mengandaikan adanya struktur politik tandingan dari tatanan yang ingin diubah. Sehingga, sebuah gerakan akan terselamatkan dari watak ideologis. Penekanan pada watak etis ini merupakan sinambung dari pilihan strategi pembebasan Gus Dur yang tidak bersifat sosio-politis namun lebih kepada sosio-kultural (hal. 95). Keyakinan ini pernah dipraktikkan Gus Dur ketika berhadapan dengan hegemoni pembangunanisme Orde Baru, melalui usaha membangkitkan fungsi transformatif Islam sebagai kritik atas praktik penindasan, sembari melakukan kerja-kerja praksis yang terkait langsung dengan kebutuhan riil masyarakat.

Dalam kaitan inilah ide pribumisasi Islam tak melulu bersifat budaya. Bagi Gus Dur, pribumisasi Islam adalah conditio sine qua non bagi tergeraknya fungsi etis sosial dari Islam. Karena Islam sudah melerai ketegangan dengan kebudayaan -melalui pribumisasi budaya- maka Islam tak lagi terjebak dalam perjuangan simbolis, selayak formalisasi syari’at. Islam yang telah membumikan lambaran kulturnya, akhirnya bisa naik pada tataran nilai utama (Welstanschauung) dari Islam sendiri, yang tertuju pada keadilan (al-’adalah), persamaan (al-musawah), dan demokrasi (syura). Pentingnya tiga nilai ini menjadi cita utama Islam, karena Gus Dur melihat watak universal dari Islam yang melakukan perlindungan terhadap lima hak dasar manusia (al-kulliyat al-khams) berupa, perlindungan terhadap hak hidup, berpikir, berkeyakinan, hak milik pribadi, dan kesucian keluarga. Hak dasar inilah yang menjadi tujuan utama mashlahat (ghayatul mashlahat) dan menjadi tujuan utama syari’at (maqashid al-syari’ah). Jadi, nilai keadilan, persamaan (di muka hukum), dan demokrasi adalah kondisi struktural yang harus diwujudkan demi tergeraknya perlindungan terhadap hak dasar kemanusiaan tadi.

Terma transformatif dalam buku ini menjadi epistemologi kunci bagi kelahiran ide-ide ‘segar’ dan sejumlah aksi perjuangan Gus Dur baik yang menyentuh wacana keagamaan, kebudayaan, maupun ilmu sosial. Ada kesan, penulis berusaha melampaui mainstream tipologisasi atas corak intelektualisme Gus Dur. Banyak kritik disasarkan pada sejumlah ‘bias paradigmatis’ para peneliti saat mengotakkan pemikiran Gus Dur pada isme-isme tertentu. Kendati demikian, kritik tersebut sejatinya tidak sampai menganulir secara radikal, sebab yang berbeda dari ‘temuan baru’ ini dengan? beberapa paham yang dialamatkan pada Gus Dur sebelumnya, semacam liberalisme, sekularisme, neo-modernisme, pluralisme, atau pribumisasi Islam, terletak pada cita utama? dan arah gerakan pemikiran Gus Dur. Kalau yang lain memahami watak pemikirannya sebagai kesadaran pembaruan atas ‘keloyoan’ tradisi, maka watak transformatif mengandaikan pembaruan tersebut tak ubahnya ‘jembatan’ yang terhubung dengan cita pembebasan dari struktur politik otoriter yang tidak memihak.

Buku ini menawarkan prespektif baru atas gagasan Gus Dur. Lewat buku ini kita akan menemukan sosok Gus Dur sebagai intelektual organik yang mampu menyiapkan basis teoritis bagi gerakan (Islam) pembebasan. Sebuah gerak yang dipraksiskannya selama memimpin NU vis a vis Orde Baru. Tak ayal, Gus Dur bukan an sich politisi kawakan yang selalu kalah dalam ring politik praktis, tetapi satu pioneer bagi gerakan teologi pembebasan di Indonesia, yang secara diskursif melakukan kritik atas perselingkungan pengetahuan dalam pembangunanisme. Seperti dijelaskan oleh pengantar Prof. Taufik Abdullah dalam buku ini, Gus Dur adalah penggerak ilmu sosial sebagai wacana kritis (critical discourse), yang secara cantik menggunakan pemikiran Islam sebagai counter discourse atas bangunan negara-sentrisme ilmu sosial. Sebuah buku yang menarik, yang memetakan ulang ideologi dan kekuasaan di Indonesia, serta bagaimana masyarakat sipil—terepresentasi oleh Gus Dur dan NU—menghadapinya berdasarkan kekayaan Islam di Indonesia.

Data Buku

Judul buku: Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif, Sebuah Biografi Intelektual

Penulis: Syaiful Arif

Penerbit: Koekoesan, Depok

Terbit: Juli 2009, cetakan I

Halaman: xiv+330, 14 x 21 cm

Peresensi: Mahbib Khoiron, santri Pesantren Ciganjur



* Resensi ini pernah dimuat di Harian Seputar-Indonesia, 8 Agustus 2009


Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan, Santri, Tokoh PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sowan Kiai, GP Ansor Solo Diwejangi Ikut Nguri-Uri NU

Solo, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Pengurus Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kota Surakarta bersilaturahim ke sejumlah sesepuh, kiai, dan habaib di Kota Solo dalam beberapa hari di pekan ini. Paling terbaru, mereka berkunjung ke salah satu sesepuh Masjid Tegalsari, KH M Idris Shofawi.

Menurut Ketua (Plt) PC GP Ansor Surakarta, Arif, kegiatan ini merupakan program awal yang dilakukan pengurus baru, sekaligus untuk meminta doa restu dari para ulama.

Sowan Kiai, GP Ansor Solo Diwejangi Ikut Nguri-Uri NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Sowan Kiai, GP Ansor Solo Diwejangi Ikut Nguri-Uri NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Sowan Kiai, GP Ansor Solo Diwejangi Ikut Nguri-Uri NU

“Beberapa tokoh lain yang disowani antara lain KH A. Muid Shofawi di Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, KH Abdul Karim di Pesantren Alquraniyy dan Habib Novel Alaidrus,” terang Arif, Selasa? (3/1).

Destinasi pertama, yakni Pengasuh Majelis Ar-Raudhah yang juga Penasihat PC GP Ansor Kota Surakarta, Habib Novel Alaidrus. Dalam sambutannya, ia berterima kasih atas bantuan yang senantiasa diberikan oleh para sahabat Ansor.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sebagai wujud apresiasinya, ia memiliki rencana untuk memberikan hadiah umrah bagi anggota Ansor atau Banser. “Hadiah umrah bagi anggota Banser melalui sorban nusantra biro umrah dan haji yang dimiliki Ansor,” terang Habib Novel.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Begitu pula ketika mereka sowan kepada KH Abdul Karim Ahmad. Kiai yang akrab disapa Gus Karim tersebut memberikan motivasi dan dorongan untuk lebih baik lag. “Semoga selalu setia mengabdi dalam nguri-uri (menghidupkan) NU solo,” tuturnya. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama, Warta PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 07 April 2017

Beberapa Problem Fiqih dalam Perbankan Syari’ah

Oleh Muhammad Syamsudin

Dewasa ini marak berkembang jasa-jasa produk perbankan syari’ah, seperti obligasi syariah, reksadana syariah, efek syari’ah, saham syari’ah, dan lain sebagainya. Semangat dari pendirian perbankan syariah di Indonesia ini adalah tidak luput dari karena adanya perhatian terhadap mayoritas penduduk Indonesia yang didominasi oleh umat Islam.

Hal ini berbuntut kepada kewajiban dari seorang presiden (imam) dan/atau yang mewakilinya untuk menjaga kualitas diri masyarakat yang dinaunginya dalam bingkai ajaran agamanya, sebagaimana hal ini disinggung dalam Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara melindungi dan menjamin pelaksanaan setiap pemeluk agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Dalam bingkai masyarakat yang terdiri atas umat Islam, menandakan bahwa kewajiban negara tersebut adalah mengupayakan agar perjalanan syariat agama khususnya dalam bidang muamalah yaumiyah warganya berlangsung sesuai dengan konsep ajarannya. 

Beberapa Problem Fiqih dalam Perbankan Syari’ah (Sumber Gambar : Nu Online)
Beberapa Problem Fiqih dalam Perbankan Syari’ah (Sumber Gambar : Nu Online)

Beberapa Problem Fiqih dalam Perbankan Syari’ah

Terkait dengan masalah tersebut, maka dalam bidang keuangan dan sirkulasi muamalah warganya, negara berkewajiban menyediakan fasilitas yang bisa membebaskan warganya dari praktik-praktik yang dilarang oleh syariat. Suatu misal, adalah konsep riba. Dengan demikian, maka wujud tanggung jawab negara terkait dengan upaya membebaskan warganya dari praktik riba ini, maka ia harus menyediakan sebuah badan/jasa keuangan yang zero riba.

Inilah pangkal utama berdirinya perbankan syariah yang secara lahiriah bertolak belakang dari perbankan konvensional yang justru melegalisasi riba (bunga) namun dalam konstruk yang terukur. Semangat dari kedua model perbankan ini sebenarnya adalah sama, yaitu membawa kemaslahatan bagi warga negara Indonesia. Hanya saja, untuk perbankan syariah lebih mengerucut lagi yakni kemaslahatan umat Islam dan menyediakan jasa bebas riba (zero riba). Dengan demikian, bank/jasa keuangan syariah, dalam hal ini jelas meneguhkan standing point-nya sebagai antitesa dari bank konvensional. Ia merupakan kebalikan. Jika merupakan kebalikan, maka keduanya tentu ada pangsa saing. Daya saing mutlak harus dikembangkan selama tidak keluar dari rel utama kemaslahatan dan bingkai ajaran.

Permasalahan utama peningkatan daya saing lembaga dan produk jasa syariah ini sebenarnya adalah bagaimana ia melakukan upaya menghidupi lembaga/jasa syariah ini, padahal ia harus bebas bunga? Jika dalam bank konvensional, keberadaan bunga merupakan bagian dari upaya financing terhadap perbankan, sementara dalam bank syariah harus diambil darimana?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tentu jawabnya adalah dari usaha yang dipandang legal oleh syariah. Hasil dari usaha tersebut bisa membawa kepada ribhun atau laba yang secara mutlak adalah sah dalam bingkai fiqih. Dengan demikian, ruang lingkup usaha lembaga ini pasti tidak jauh dari akad musyarakah, murabahah, mudlarabah, mudayanah (kredit), qardlu, ijarah, istishna’ (penciptaan lapangan usaha/padat karya) dan mubaya’ah (jual beli). Unsur akad lain sebagai penopang adalah dlaman, ju’alah, hiwalah, wakalah dan kafalah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari kesekian akad yang secara resmi mendapatkan legalitas syari’at tersebut, pihak perbankan syari’ah masih harus memilih lagi, yakni manakah di antara kesekian produk akad syariah yang memiliki sekuritas (jaminan usaha) yang aman bagi finansial dan funding perbankan. Mengapa? Sekali lagi adalah karena ia harus tetap berada dalam konteks zero riba, aman terhadap eksistensi lembaga, serta maslahah bagi pengguna (nasabah).

Dalam konteks mudayanah (hutang piutang/kredit), misalnya. Jika dalam bank konvensional, pihak pihak bank langsung menentukan rasio bunga setiap bulannya kepada nasabahnya. Padahal jelas, konsep ini dilarang oleh syariat. Dengan demikian, pihak perbankan syariah harus memakai konsep apa untuk menggantikan rasio suku bunga ini (rate of interest) ini? Apakah dengan murabahah (bagi hasil)? Jika memaksakan diri dengan akad murabahah, berarti pihak bank memberi beban margin pembagian hasil usaha dengan pihak nasabah.

Jika demikian, apa bedanya dengan lembaga perbankan konvensional? Jika perbankan konvensional berbeban bunga, sementara perbankan syari’ah berbeban margin. Secara produk, jika memakai murabahah ini, tentu daya saing perbankan syari’ah akan dipandang kalah oleh nasabah, dan nasabah akan banyak lari ke perbankan konvensional, karena efek jumlah total akhir margin pembagian yang bisa melebihi suku bunga yang harus ditanggung nasabah dari perbankan konvensional. Inilah yang menyebabkan kemudian perbankan syariah tidak memperkenalkan akad mudayanah dan qardlu ke dalam bagian produk jasa syari’ahnya karena faktor risiko terhadap perbankan, khususnya dalam konteks bisnis (mu’awadah). 

Pelarian kepada akad mudlarabah dan musyarakah ternyata juga membawa masalah bagi pihak penyedia jasa syariah. Mengapa? Karena selama ini yang berlaku dalam perbankan konvensional adalah menjamin keamanan dan keuntungan terhadap dana nasabah. Jaminan keamanan ini dalam jurisprudensi fiqih seharusnya tidak ditemukan, karena dalam konteks mudlarabah, adanya untung rugi merupakan tanggung jawab bersama. Kenyataannya, apa mungkin hal tersebut diberlakukan pada nasabah? Ini juga menjadi bagian permasalahan dalam bank syariah, karena bank syariah dalam ajang kompetisinya dengan bank konvensional, ia juga harus menawarkan janji kepada nasabah sebagai yang akan selalu untung. Akibatnya, tidak mungkin bagi bank untuk berbagi kerugian dengan pemilik modal (nasabah). Ini konsep yang selain membuat beban bagi bank juga tidak ditemukan dalam konsep fiqih.

Dalam suatu akad musyarakah, pihak pemodal (shahibul mâl) umumnya adalah berasal dari kedua pihak antara ‘amil dan shahibul mâl. Realitas di lapangan, pihak perbankan hanya berlaku sebagai pihak wakil dari ‘amil. Ia hanya berperan dalam mengatur dan mengorganisasikan modal tersebut ke unit-unit usaha tempat investasi (menanamkan modal). Dalam konteks ini, akad yang berlaku antara bank dan shahibul mâl adalah wakalah. Efek berantainya, adalah terjadi dua akad atau lebih dalam satu transaksi antara perbankan dan nasabah. Ini juga yang membuat dilema bagi perbankan syariah.

Berbagai dilema ini akan senantiasa berkembang seiring perkembangan zaman. Jika perbankan syari’ah tidak bisa mencari solusi bagi permasalahannya tersebut dengan tetap menyesuaikan diri dengan iklim kompetisi dengan perbankan konvensional, maka lambat laun ia akan ditinggalkan oleh nasabah. Lantas di mana letak unsur kemaslahatannya bagi umat, yang padahal dalam konsep ajaran Islam, adalah: al-Islâmu ya’lu wa lâ yu’la ‘alaih, yang artinya Islam itu unggul dan tidak terkalahkan keunggulannya? Pemikiran semacam ini yang musti disadari oleh semua kalangan demi merawat konsepsi syari’ah yang sudah terlanjur digulirkan demi kemaslahatan umat Islam pada umumnya di Negara Indonesia tercinta ini. 

Walillaahu al-musta’an!

Penulis adalah pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri P. Bawean, Kab. Gresik, Jatim

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahlussunnah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 06 April 2017

PBNU Gelar Sholat Ied Di Halaman Gedung

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) menggelar pelaksanaan Sholat Ied berjamaaah. Sholat akan di laksanakan di depan halaman gedung hingga memakan halaman jalan Kramat Raya.

Pelaksanaan sholat? Ied berjamaah di hari minggu setelah Lajnah Falakiyah memutuskan bahwa berdasarkan perhitungan hisab, puasa akan disempurnakan atau diistikmalkan menjadi 30 hari karena posisi hilal belum memenuhi syarat untuk bisa dirukyat.

Soal khatib dan imam, H. Syamsuddin, pengurus LDNU kepada PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah,? Minggu (14/11) mengungkapkan yang akan menjadi khatib untuk sholat Ied adalah KH Asrori Abdul Karim SH. Mhum., salah seorang pejabat Depag pusat. Imam sholat akan dipimpin oleh Ikhwanuddin dari PTIQ. Seperti tahun-tahun lalu, sholat Ied ini dihadiri para penduduk disekitar Gedung PBNU selain para pengurus PBNU. Juga terdapat rombongan dari majelis taklim binaan LDNU yang berasal dari Pondok Gede Bekasi. Setiap tahun mereka mengirimkan jamaahnya sebanyak 2 bis.

Sementara itu malam hari menjelang Ied juga dimeriahkan dengan pelaksanaan takbir di gedung PBNU. Para kader LDNU dan penduduk sekitar menyemarakkan acara takbiran yang dimulai bada Isya hingga jam 12 malam. Usai sholat Ied, akan dilaksanakan silaturrahmi antar pengurus PBNU dengan jamaaah untuk saling meminta maaf atas kesalahan yang terjadi selama ini. (cih)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pertandingan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PBNU Gelar Sholat Ied Di Halaman Gedung (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU Gelar Sholat Ied Di Halaman Gedung (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU Gelar Sholat Ied Di Halaman Gedung