Selasa, 18 April 2017

Imam Nahrawi Mengenang Sosok Mahbub Djunaidi

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI Imam Nahrawi hadir di acara Haul ke-22 Mahbub Djunaidi yang diselenggarakan oleh Komunitas Omah Aksoro dan PMII Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Kamis (5/10) malam.

Imam Nahrawi Mengenang Sosok Mahbub Djunaidi (Sumber Gambar : Nu Online)
Imam Nahrawi Mengenang Sosok Mahbub Djunaidi (Sumber Gambar : Nu Online)

Imam Nahrawi Mengenang Sosok Mahbub Djunaidi

Even bertajuk Mahbubian Nge-Jazz: Jazz dan Esai-esai Mahbub Djunaidi itu disambut dan diapresiasi penuh oleh Imam Nahrawi. Dirinya merasa beruntung bisa hadir dalam kegiatan tersebut.

“Malam ini saya merasa beruntung bisa hadir di sini. Mahbub adalah sosok yang menginspirasi. Mahbub adalah guru kita, inspirator bagi anak-anak muda. Pemikirannya ia tuliskan dengan tinta yang kritis dan menjadi torehan sejarah. Karena itu, kini ia melegenda di kalangan anak muda, di anak-anak PMII khususnya,” ungkapnya disambut meriah tepuk tangan hadirin.

Pada kesempatan itu, pria yang belum lama mendapat gelar doktor honoris causa di UIN Sunan Ampel Surabaya ini membacakan manakib melalui esai untuk almarhum Mahbub yang berjudul “Manusia Ruang”.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Mahbub adalah manusia ruang yang bisa menampung kebencian, kekecewaan, keindahan, dan segalanya. Dunia berada dalam genggamannya, bukan di dalam hatinya. Ia ubah tragedi menjadi komedi. Tulisannya tajam, aktual, dan terpercaya. Mirip slogan Liputan Enam. Bedanya, Liputan Enam tidak lucu,” papar pria kelahiran Bangkalan Madura yang pernah menjadi Ketua PC PMII Surabaya dan Ketua PKC PMII Jawa Timur ini.

Acara yang diselenggarakan oleh PMII Komisariat Unusia dan Komunitas Omah Aksoro itu juga berbarengan dengan peluncuran buku karya Isfandiari MD (putra Mahbub Djunaidi) dan Iwan Rasta, berjudul Bung: Memoar tentang Mahbub Djunaidi dan buku kumpulan esai dengan judul Simulakra Republik Tagar buah karya Komunitas Omah Aksoro.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menyoal buku Bung: Memoar tentang Mahbub Djunaidi, Imam Nahrawi berniat untuk meresensinya.

“Jujur, saya memang belum baca buku (Bung, red.) ini. Tapi, saya akan membaca dan berniat untuk meresensinya,” ujar Menpora, yang juga pernah menjabat sebagai Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya 1994-1995.

Usai pembacaan manakib pertama oleh Imam Nahrawi, acara dilanjutkan dengan pembacaan manakib dari berbagai tokoh dan aktivis, diiringi dan diselingi penampilan musik jazz dari Beben Jazz dan Komunitas Jazz Kemayoran (KJK).

Selain Menpora, hadir pula pada kesempatan itu Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, Ketua PBNU M. Sulton Fatoni, Ketua PBNU Syahrizal Syarif, dan Maksum Machfoedz selaku Rektor Unusia. Sedang dari pihak almarhum Mahbub, hadir putranya Isfandiari Mahbub Djunaidi dan Yuri Mahatma beserta keluarga. (Wahyu Noerhadi/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sholawat PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

IPPNU Sayangkan Masih Ada Sekolah yang Melarang Jilbab

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) menyayangkan masih adanya sekolah di Indonesia yang melarang siswanya berjilbab. Hal ini menyusul kasus siswi SMAN 2 Denpasar Bali yang mengaku disuruh pindah sekolah gara-gara ingin mengenakan jilbab.

Seperti diwartakan, pihak sekolah melarang Anita, seorang siswi SMAN 2 Denpasar, mengenakan jilbab dengan alasan tidak sesuai dengan ketentuan mengenai seragam yang berlaku. Kasus mencuat setelah Anita melaporkan kejadian itu ke sejumlah lembaga advokasi dan bantuan hukum.

IPPNU Sayangkan Masih Ada Sekolah yang Melarang Jilbab (Sumber Gambar : Nu Online)
IPPNU Sayangkan Masih Ada Sekolah yang Melarang Jilbab (Sumber Gambar : Nu Online)

IPPNU Sayangkan Masih Ada Sekolah yang Melarang Jilbab

Ketua Umum Pimpinan Pusat IPPNU Farida Farichah kepada PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (7/1) mengatakan, berjilbab merupakan hak warga negara karena menyangkut keimanan seseorang. Para kaum terdidik harus memahami Indonesia ini adalah multi agama dimana semua warga negara bebas menjalankan ajaran agama yang diyakininya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Munculnya pelarangan berjilbab di kalangan kaum pendidik ini harus menjadi perhatian dan harus diwaspadai karena ini akan memberikan dampak panjang pada mindset siswanya yang nantinya akan berpengaruh kepada mindset generasi penerus bangsa,” kata Farida.

Dikatakannya, IPPNU mendukung langkah dan tindakan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim untuk memberikan sanksi terhadap sekolah SMAN 2 Denpasar.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Semoga kasus ini jadi pembelajaran bagi semua sekolah dimanapun diseluruh Indonesia. Pemahaman tentang Indonesia merupakan negara multi agama, multi etnis dan multi budaya ini merupakan kerangka dasar pembentukan karakter kebangsaan. Dan ini harus dipahamkan kepada kaum pendidik dan yang dididik,” kata Farida.

Pihaknya berharap kalangan LSM dan organisasi perempuan yang mau menyuarakan kebebasan berjilbab, seperti halnya mereka menyuarakan dan menuntut kebebasan berekspresi termasuk  kebebasan berpakaian seperti beberapa waktu lalu.

Sementara itu terkait ketentuan penggunaan jilbab di lingkungan kepolisian, IPPNU berharap pihak Polri tidak menunda-nunda ketentuan mengenai jilbab bagi polisi wanita. “Tidak ada alasan yang mendasar bagi Polri untuk menunda keputusan tersebut,” katanya.

“Dukungan kami untuk kebebasan berjilbab bukan karena semata-mata hanya perintah agama tetapi ini salah satu dukungan terbentuknya Indonesia yang demokratis dimana masyarakatnya bisa menjalankan perintah agamanya dan tidak mengganggu kepentingan orang lain,” tambahnya. (A. Khoirul Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 17 April 2017

Organisasi Ulama Lebanon: Indonesia, Jadilah Orang Tua Muslimin Sedunia!

Beirut, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Organisasi Tajamo Ulama Muslimin Lebanon berharap Indonesia berkiprah lebih banyak di tengah kondisi umat Islam di berbagai belahan dunia, khususnya Timur Tengah, yang dilanda perpecahan dan konflik.

Tajamo Ulama Muslimin Lebanon merupakan wadah perkumpulan ulama-ulama Sunni dan Syiah di Lebanon yang mempromosikan “Muslim Unity” atau persatuan umat Islam.

Organisasi Ulama Lebanon: Indonesia, Jadilah Orang Tua Muslimin Sedunia! (Sumber Gambar : Nu Online)
Organisasi Ulama Lebanon: Indonesia, Jadilah Orang Tua Muslimin Sedunia! (Sumber Gambar : Nu Online)

Organisasi Ulama Lebanon: Indonesia, Jadilah Orang Tua Muslimin Sedunia!

Harapan kepada Indonesia tersebut mengemuka saat delegasi dari Tajamo Ulama Muslimin Lebanon mengunjungi Kedutaan Besar RI setempat di Beirut, Lebanon. Delegasi tersebut dipimpin oleh Syekh Hassan Abdallah selaku ketua organisasi itu, dan didampingi Syekh Maher Mozher sebagai humasnya, dan beberapa ulama lainnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam pertemuan yang berlangsung Selasa pagi (4/10) itu para delegasi datang untuk mendiskusikan perkembangan dunia Islam terkini dengan Duta Besar Achmad Chozin Chumaidy, khususnya mengenai apa yang terjadi di kawasan Timur Tengah.

Syekh Hassan Abdallah menjelaskan bahwa kondisi menyedihkan umat Islam saat ini menjadi tanggung jawab para ulama untuk memperbaikinya. Indonesia, katanya, sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar diharapkan dapat menjadi pemeran utama dalam merekatkan kembali barisan umat Islam tidak hanya di dalam negerinya tapi juga di dunia.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Indonesia harus menjadi orang tuanya umat Islam di dunia yang mengayomi semua madzhab dan kelompok yang ada,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Duta Besar Chozin Chumaidy juga berharap semua konflik dan permasalahan di negara-negara Islam segera berakhir. Duta Besar juga menyakinkan bahwa umat Muslim di Indonesia sangatlah moderat dan toleran yang berpegang teguh dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini menegaskan bahwa pemikiran-pemikiran yang ekstrem tidak dapat diterima di Indonesia.

“Sikap dan pemahaman Islam Indonesia, Insyaallah akan terus ditransformasikan kepada masyarakat dunia,” kata Chozin Chumaidy sebagaimana dalam siaran pers yang diterima PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari KBRI Beirut, Jumat (7/10).

Kunjungan ini bukan merupakan yang pertama kalinya. Sebelumnya juga telah diadakan pertemuan-pertemuan yang membahas kerja sama antara KBRI dan Tajamo Ulama Muslimin. (Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Makam PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 16 April 2017

Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid

Sumedang, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas’udi mengatakan, gerakan menyongsong seabad NU, yakni 2026, bertolak dari dua kaki, yaitu pesantren dan masjid.

Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)
Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)

Songsong Seabad NU, Berangkat dari Pesantren dan Masjid

Pesantren adalah mata air, pusat hikmah dan keilmuan. Sementara masjid adalah ladang-ladang tempat untuk diisi mata air tersebut.

“Selama ini harus diakui, NU kurang memperhatikan masjid sehingga banyak diambil alih kelompok-kelompok lain,” katanya pada Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) dalam rangka konsolidasi dan koordinasi para imam, khotib, dan ta’mir masjid LTM NU Kabupaten Sumedang, di Pondok Pesantren Hikmatussalafiyah, Sabtu (16/3).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kiai Masdar kemudian menekankan pentingnya masjid dengan menukil data masjid dalam catatan Kemenag RI. Masjid di Indonesiaa ada sekitar 1.200.000.

Ia berpendapat, dari masjid sebanyak itu umumnya milik Nahdliyin. Bertolak dari masjid-masjid itu, NU akan jaya asalkan dikelola menjadi pusat pemberdayaan umat. Dalam waktu 13 tahun, NU harus bergerak cepat mewujudkannya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rapimda bertema “Wujudkan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat” tersebut difasilitasi PP LTMNU dan PT Sinde Budi Sentosa.

Penulis: Abdullah Alawi

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Lomba, Santri, Ahlussunnah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 15 April 2017

Dasar Hukum KB

Assalamualaikum,sebelumnya saya ucapkan terimakasih, saya ingin menanyakan bagaimanakah hukumnya ikut KB? Wa’alaikum salam wr. wb. (Muhammad Masruhin, jln s. Parman 150 Kabupaten Jember)

Jawaban

Dasar Hukum KB (Sumber Gambar : Nu Online)
Dasar Hukum KB (Sumber Gambar : Nu Online)

Dasar Hukum KB

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. bahwa KB merupakan salah satu program pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain program KB merupakan program perencanaan jumlah keluarga yang bisa dilakukan dengan alat-alat kontrasepsi seperti kondom dan spiral. 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Secara fiqhiyah, pada dasarnya KB diqiyaskan dengan apa yang dinamakan ‘azl yaitu mengeluarkan air mani di luar vagina. Pada zaman dulu, ‘azl dijadikan sarana untuk mencegah kehamilan. 

Sedangkan KB juga sama-sama untuk mencegah kehamilan, bedanya ‘azl tanpa alat sedangkan KB dengan alat bantu seperti kondom dan spiral. Dan keduanya dipertemukan karena sama-sama untuk mencegah kehamilan, dan sama sekali tidak memutuskan kehamilan. 

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Berangkat dari penjelasan ini, maka ketika membahas KB terlebih dahulu yang harus diketahui adalah bagaimana hukumnya ‘azl. Dan jika sudah diketahui kedudukan hukum ‘azl maka kita tinggal menyamakan hukumnya saja.

Terdapat hadits yang memperbolehkan ‘azl, diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra:

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?--? ?

“Dari Jabir ia berkata, kita melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw kemudian hal itu sampai kepada Nabi saw tetapi beliau tidak melarang kami” (H.R. Muslim)  

Namun ada juga hadits yang melarang ‘azl, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Judamah binti Wahb:

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? --? ?

“Dari Judamah bin Wahb saudara perempuan ‘Ukkasyah ia berkata, saya hadir pada saat Rasulullah saw bersama orang-orang, beliau berkata, sungguh aku ingin melarang ghilah (menggauli istri pada masa menyusui)kemudian aku memperhatikan orang-orang romawi dan parsi ternyata mereka melakukan ghilah tetapi sama sekali tidak membahayakan anak-anak mereka. Kemudian mereka bertanya tentang ‘azl, lantas Rasulullah saw berkata, itu adalah pembunuhan yang terselubung”. (HR. Muslim)    

Menanggapi dua hadits yang seakan saling bertentangan tersebut, maka Imam Nawawi mengajukan jalan tengah dengan cara mengkompromikan keduanya. Menurutnya, hadits yang melarang ‘azl harus dipahami bahwa larangan tersebut adalah sebatas makruh tanzih atau diperbolehkan, sedang hadits yang memperbolehkan ‘azl menunjukkan ketidakharamannya ‘azl. Tetapi ketidak haraman ini tidak menafikan kemakruhan ‘azl.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Kemudian hadits-hadits ini yang saling bertetangan harus dikompromikan dengan pemahaman bahwa hadits yang melarang ‘azl itu menunjukkan makruh tanzih. Sedang hadits yang memperbolehkan ‘azl itu menunjukkan bahwa ‘azl tidaklah haram. Dan pemahaman ini tidak serta-merta menafikan kemakruhan ‘azl”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats, cet ke-2, 1329 H, juz, 10, h. 9)     

Karena itulah maka Imam Nawawi dengan tegas menyatakan bahwa hukum ‘azl adalah makruh (diperbolehkan walau tidak disarankan) meskipun pihak istri menyetujuinya. Alasannya adalah ‘azl merupakan salah satu sarana untuk menghindari kehamilan.

      

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“’Azl adalah menggaulinya suami terhadap istri kemudian ketika suami mau keluar mani ia melepaskan dzakarnya dan mengeluarkannya di luar farji. Hukum ‘azl menurut kami adalah makruh dalam kondisi apa saja dan pada setiap perempuan baik ia rela maupun tidak, karena ‘azl adalah sarana untuk memutuskan keturunan”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats, cet ke-2, 1329 H, juz, 10, h. 9).

Penjelasan singkat di atas setidaknya bisa dijadikan sebagai rujukan mengenai kebolehan KB. Bahkan NU pada tepatnya tanggal 21-25 Syawal 1379 H/ 18-22 April 1960 dalam Konbes Pengurus Besar Syuriyah NU ke-1 telah membahas mengenai Family Planing (Perencanaan Keluarga). Dan pada Muktamar ke-28 di Pon-pes Al-Munawwir Krapyak 26-28 Rabiul Akhir 1410 H/ 25-28 Nopember 1989 M juga telah memutuskan kebolehan menggunakan spiral sama dengan ‘azl¸ atau alat kontrasepsi yang lain. (Lihat, Ahkamul Fuqaha, Surabaya-Khalista bekerjasama dengan LTN PBNU, cet ke-1, 2011, h, 302 dan 450-452)      

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga bisa menambah wawasan kita semua dan bermanfaat. (Mahbub Ma’afi Ramdlan

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai, Doa, Tegal PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 13 April 2017

Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Affan Hasnan, mengatakan, pendataan guru NU sudah mulai dilakukan melalui online. Pendaftaran masih terus dibuka di www.pergunu.org.

“Pendataan akan makin memperkuat bergaiining positition dalam berorganisasi secara professional,” katanya, di gedung PBNU, Senin (28/4). ?

Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota (Sumber Gambar : Nu Online)
Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota (Sumber Gambar : Nu Online)

Pergunu Buka Pendaftaran Online Anggota

Menurut Affan, pendaftaran online disambut antusias guru-guru NU se-Indonesia. Terbukti dengan mendaftarnya anggota dari pelosok Indonesia. Sebulan dibuka sudah 2781 terdaftar. “Dari Papua hingga Aceh telah banyak yang mendaftar,” katanya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Situs tersebut, kata Affan, juga nantinya akan dijadikan wadah guru-guru NU untuk berkarya, seperti menulis karya ilmiah. “Ini bagi kami adalah hal yang luar biasa, karena guru-guru merupakan tokoh masyarakat yang dapat mempengaruhi karakter bangsa,” jelasnya.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Gatot

Sundjoto menambahkan, sebagai organisasi profesi, Pergunu harus memiliki keanggotaan yang berbasis database. ”Ini demi tertib administrasi dan keanggotaan yang jelas, by name, by phone, by address,” imbuhnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sementara Koordinator Bidang Organisasi PP Pergunu, Akhsan Ustadhi, mengatakan, pihaknya akan terus menyempurnakan sistem informasi pada website Pergunu, misalnya sistem kaamanan dan penerbitan kartu anggota secara online.

“Kami saat ini sedang menggodok menerbitkan kartu anggota secara online, dimana anggota yang telah mendaftar dapat mencetak langsung kartu anggotanya secara online. Tentunya setelah mendapat approval pengurus tingkat masing-masing,” jelas Akhsan. (Ayad Ayyada Al-Bajani/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sholawat, Pondok Pesantren PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 10 April 2017

Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengritik kapitalisme, karena ia membaca Marxisme. Tetapi mengritik Marxisme karena membaca Gramsci. Mengamini Gramsci, Gus Dur melihat Marxisme terjebak pada ‘ekonomisme kasar’ sehingga tak melihat budaya sebagai potensi perubahan.

Dari sini Grasmcipun dikritik, karena Gus Dur membaca teologi pembebasan. Kesilapan Gramsci yang tak melihat agama sebagai potensi perubahan, membuat Gus Dur tertarik pada gerakan teologi Katolik Amerika Latin, yang mengawinkan agama dengan analisa kritis Marxian. Hanya saja, di titik inilah Gus Dur kemudian mengritik teologi pembebasan, karena ia terjebak dalam ideologi. Sifat ideologis ini yang membuat para teolog pembebasan tidak bebas lagi, karena terjebak dalam ekslusivisme gerakan. Maka tak ayal, Gus Durpun akhirnya menambatkan model gerakannya pada gerakan keagamaan berwawasan struktural, non-revolusioner.

Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi (Sumber Gambar : Nu Online)
Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi (Sumber Gambar : Nu Online)

Gus Dur dan Pembebasan Manusiawi

Pada poin inilah, perbincangan seputar konsepsi pembebasan (berbasis keagamaan) dalam pemikiran Gus Dur menemukan relevansinya. Satu hal yang digali oleh Syaiful Arif, dalam buku Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif ini. Barangkali ide-ide kiri banyak mempengaruhi dan menginspirasi sejumlah tendensi pemikiran dan langkah politik Gus Dur. Namun faktanya, pembaca Das Kapital pada usia 14 tahun ini tidak sungkan melemparkan kritik terhadap beberapa titik lemah dari sebuah aksi pembebasan serta sinisme atas ‘impotensi’ unsur kebudayaan tertentu, tak terkecuali predikasi miring Marx kepada agama sebagai ‘the opium of the people’. Bagi Marxisme, gerakan bisa dikatakan revolusioner, ketika ia meniadakan agama di dalam dirinya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tak sebatas kritik, Gus Dur pun menggariskan bahwa model pembebasan yang hakiki adalah pembebasan yang senantiasa berakar dan terarah pada penghargaan setinggi-tingginya terhadap kehidupan sosial manusiawi (human social life) (hal. 254). Garis ide ini tidak hanya menyadari akan pentingnya sebuah gerakan pembebasan dari jerat hegemoni penindasan demi kemanusiaan, tapi juga memberi jaminan perlakuan manusiawi tetap berlangsung dalam rangkaian prosesi maupun ‘capaian final’ gerak pembebasan itu sendiri.

Tak heran, Gus Dur akhirnya memilih aksi pembebasan yang ia sebut sebagai perubahan struktural ‘tanpa Marx’, atau transformasi struktural non-revolusioner. Poin non-revolusioner menjadi penting, karena bagi Gus Dur, revolusionerisme memiliki ‘sisi gelap’, yakni memosisikan unsur kultural tidak sebagai kebudayaan yang berdiri sendiri dan berhak hidup, tapi hanya sebagai aparat ideologis bagi tercapainya revolusi (hal. 89). Dengan demikian keragaman dikorbankan demi suksesnya revolusi, yang kemudian melahirkan penyeragaman dan kelembagaan. Dari penyeragaman ini terjadi apa yang disebut Gus Dur sebagai revolusi yang tercuri (the stolen revolution) untuk menjaga dan mengonsolidasikan kehadiran satu pihak saja yang memenangkan revolusi, seperti yang terjadi pada Revolusi Iran 1979 atau ‘pencurian’ Joseph Stalin atas Revolusi Bolsjewik 1917 yang menciptakan diktator komunisme (hal.70).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kecenderungan ideologisasi dari gerakan inilah yang dihindarkan oleh Gus Dur pada Islam, yang hanya akan menciptakan eksklusivisme dan ekstrimisme, meskipun berangkat dari ‘paradigma pembebasan’. Baginya, agama memang menyimpan kekuatan pembebasan, namun dunia memiliki mekanisme perubahan tersendiri, sehingga bahaya ketika agama diturunkan ke level ‘teknis’ (penentu), sebab ia bisa menjelma kekuasaan yang menindas atas nama ‘otoritas surga’. Ini sejalan dengan hakikat pembebasan yang ia gariskan sebagai “pembebasan tanpa dasar dan landasan apapun, kecuali manusia itu sendiri. Jadi sangat eksistensialis (hal. 87).”

Di sinilah pentingnya meletakkan Islam sebagai etika sosial. Orientasi (pembebasan) etis yang dipegang Gus Dur merujuk pada satu tujuan politik yang tidak mengandaikan adanya struktur politik tandingan dari tatanan yang ingin diubah. Sehingga, sebuah gerakan akan terselamatkan dari watak ideologis. Penekanan pada watak etis ini merupakan sinambung dari pilihan strategi pembebasan Gus Dur yang tidak bersifat sosio-politis namun lebih kepada sosio-kultural (hal. 95). Keyakinan ini pernah dipraktikkan Gus Dur ketika berhadapan dengan hegemoni pembangunanisme Orde Baru, melalui usaha membangkitkan fungsi transformatif Islam sebagai kritik atas praktik penindasan, sembari melakukan kerja-kerja praksis yang terkait langsung dengan kebutuhan riil masyarakat.

Dalam kaitan inilah ide pribumisasi Islam tak melulu bersifat budaya. Bagi Gus Dur, pribumisasi Islam adalah conditio sine qua non bagi tergeraknya fungsi etis sosial dari Islam. Karena Islam sudah melerai ketegangan dengan kebudayaan -melalui pribumisasi budaya- maka Islam tak lagi terjebak dalam perjuangan simbolis, selayak formalisasi syari’at. Islam yang telah membumikan lambaran kulturnya, akhirnya bisa naik pada tataran nilai utama (Welstanschauung) dari Islam sendiri, yang tertuju pada keadilan (al-’adalah), persamaan (al-musawah), dan demokrasi (syura). Pentingnya tiga nilai ini menjadi cita utama Islam, karena Gus Dur melihat watak universal dari Islam yang melakukan perlindungan terhadap lima hak dasar manusia (al-kulliyat al-khams) berupa, perlindungan terhadap hak hidup, berpikir, berkeyakinan, hak milik pribadi, dan kesucian keluarga. Hak dasar inilah yang menjadi tujuan utama mashlahat (ghayatul mashlahat) dan menjadi tujuan utama syari’at (maqashid al-syari’ah). Jadi, nilai keadilan, persamaan (di muka hukum), dan demokrasi adalah kondisi struktural yang harus diwujudkan demi tergeraknya perlindungan terhadap hak dasar kemanusiaan tadi.

Terma transformatif dalam buku ini menjadi epistemologi kunci bagi kelahiran ide-ide ‘segar’ dan sejumlah aksi perjuangan Gus Dur baik yang menyentuh wacana keagamaan, kebudayaan, maupun ilmu sosial. Ada kesan, penulis berusaha melampaui mainstream tipologisasi atas corak intelektualisme Gus Dur. Banyak kritik disasarkan pada sejumlah ‘bias paradigmatis’ para peneliti saat mengotakkan pemikiran Gus Dur pada isme-isme tertentu. Kendati demikian, kritik tersebut sejatinya tidak sampai menganulir secara radikal, sebab yang berbeda dari ‘temuan baru’ ini dengan? beberapa paham yang dialamatkan pada Gus Dur sebelumnya, semacam liberalisme, sekularisme, neo-modernisme, pluralisme, atau pribumisasi Islam, terletak pada cita utama? dan arah gerakan pemikiran Gus Dur. Kalau yang lain memahami watak pemikirannya sebagai kesadaran pembaruan atas ‘keloyoan’ tradisi, maka watak transformatif mengandaikan pembaruan tersebut tak ubahnya ‘jembatan’ yang terhubung dengan cita pembebasan dari struktur politik otoriter yang tidak memihak.

Buku ini menawarkan prespektif baru atas gagasan Gus Dur. Lewat buku ini kita akan menemukan sosok Gus Dur sebagai intelektual organik yang mampu menyiapkan basis teoritis bagi gerakan (Islam) pembebasan. Sebuah gerak yang dipraksiskannya selama memimpin NU vis a vis Orde Baru. Tak ayal, Gus Dur bukan an sich politisi kawakan yang selalu kalah dalam ring politik praktis, tetapi satu pioneer bagi gerakan teologi pembebasan di Indonesia, yang secara diskursif melakukan kritik atas perselingkungan pengetahuan dalam pembangunanisme. Seperti dijelaskan oleh pengantar Prof. Taufik Abdullah dalam buku ini, Gus Dur adalah penggerak ilmu sosial sebagai wacana kritis (critical discourse), yang secara cantik menggunakan pemikiran Islam sebagai counter discourse atas bangunan negara-sentrisme ilmu sosial. Sebuah buku yang menarik, yang memetakan ulang ideologi dan kekuasaan di Indonesia, serta bagaimana masyarakat sipil—terepresentasi oleh Gus Dur dan NU—menghadapinya berdasarkan kekayaan Islam di Indonesia.

Data Buku

Judul buku: Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif, Sebuah Biografi Intelektual

Penulis: Syaiful Arif

Penerbit: Koekoesan, Depok

Terbit: Juli 2009, cetakan I

Halaman: xiv+330, 14 x 21 cm

Peresensi: Mahbib Khoiron, santri Pesantren Ciganjur



* Resensi ini pernah dimuat di Harian Seputar-Indonesia, 8 Agustus 2009


Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan, Santri, Tokoh PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah