Sabtu, 14 April 2012

Merawat Tuah Pesantren

Oleh Islah Gusmian

Sebelum era awal 1970-an, peran dunia pesantren jarang diperbincangkan di ruang akademik oleh para akademisi dan peneliti. Kemenangan partai NU pada Pemilu 1955—fakta politik tentang pengaruh besar kiai pesantren di bidang politik—tidaklah banyak dilihat sebagai peran pesantren yang ditopang oleh kiai. Sejarah nasional yang diajarkan di sekolah-sekolah di era rezim Orde Baru juga tidak menyediakan ruang yang leluasa tentang peran pesantren dan orang-orang pesantren dalam perjuangan fisik di masa revolusi.

Merawat Tuah Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Merawat Tuah Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Merawat Tuah Pesantren

Setelah gerakan Islam transnasional berjubel di Indonesia dan tumbuhnya pesantren-pesantren yang menopangnya, dalam konstelasi global, dunia pesantren justru lebih sering (di)muncul(kan) sebagai sarang teroris. Bahkan, dalam konteks nasional muncul sejumlah pesantren—yang bisa jadi tidak terdaftar dalam database Kementerian Agama RI—dengan tanpa ragu dan rasa malu menolak nasionalisme, emoh NKRI, serta dengan nyinyir menuding Pancasila sebagai thaguth.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tulisan singkat ini akan melihat tiga tradisi penting yang dibangun oleh dunia pesantren, yaitu tradisi pendidikan, jejaring, serta gerakan sosial dan politik. Ketiganya merupakan tuah yang harus dirawat dengan baik dalam kerangka Islam dan keindonesiaan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pendidikan Pesantren



Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan nasional, pernah mencita-citakan dan ingin mengembangkan sistem pendidikan pesantren sebagai sistem pendidikan nasional, yang secara praktis kemudian diwujudkan oleh muridnya, Ki Sarino Mangunpranoto, ketika mengembangkan sekolah Farming di Ungaran, Semarang. Dalam kongres Permusyawaratan Perguruan Indonesia di Solo, Juni 1935,? dr. Sutomo juga pernah mengusulkan pendidikan pesantren sebagai pendidikan nasional. Sayang, oleh Takdir Alisyahbana, usulan itu ditanggapi dengan dingin dan dianggap sebagai anti intelektualisme.

Sutomo melirik dunia pesantren bukan tanpa alasan. Setidaknya ada lima hal mengapa pesantren menjadi pilihan, yaitu dalam dunia pesantren ada hubungan akrab dan intens antara santri dan kiai; lulusannya ternyata mampu masuk dalam dunia lapangan pekerjaan secara merdeka; kehidupan kiai yang sederhana; dan? model pendidikannya berjalan duapuluh empat jam.

Karakteristik pendidikan pesantren memang berbeda dengan pendidikan ala Barat. Dalam dunia pesantren, praktik pendidikan bukan sekadar soal transfer ilmu pengetahuan (golek ilmu), tetapi juga transfer nilai (olah laku) dan spritual (olah rasa). Dalam hal transfer ilmu pengetahuan, berbagai bidang ilmu keagamaan dipelajari dan menghormati sistem sanad keilmuan, mulai dari bidang fiqih, ushul fiqih, tauhid, ilmu Al-Qur’an dan tafsir, tasawuf, mantiq, tata bahasa, sastra, hingga ilmu ketabiban dan doa-doa.

Keragaman bidang ilmu ini menjadi salah satu latar tumbuhnya pesantren-pesantren yang berciri khusus dengan satu bidang ilmu, meskipun bidang ilmu yang lain juga dipelajari. Misalnya, pesantren Al-Munawwir Krapyak, Al-Muayyad Solo, dan Kalibeber Wonosobo, dikenal sebagai pesantren Al-Qur’an. Ada pesantren yang dikenal di bidang ilmu tata bahasa, misalnya pesantren Sarang Rembang dan Ploso Kediri. Ciri khusus ini dinisbahkan pada kepakaran kiai yang ngesuhi pesantren-pesantren tersebut.

Oleh karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa keilmuan yang dikembangkan pesantren hanya berkisar pada bidang fiqih dan tasawuf tidaklah sepenuhnya tepat, karena pada kenyataannya di pesantren diajarkan beragam disiplin ilmu. Secara intelektual, para kiai pesantren membuktikannya melalui berbagai anggitan dalam bidang yang beragam. Misalnya, kiai pesantren juga menulis tafsir: Kiai Saleh Darat Semarang menulis tafsir Faidl al-Rahmân, Kiai Muhammad ibn Sulaiman ibn Zakaria Solo menulis Tafsîr Jâmi’ al-Bayân min Khulashah Suwar al-Qur’ân al-‘Adhîm, Kiai Ahmad Sanusi Sukabumi menulis tafsir Raudlah al-‘Irfân, Kiai Bisri Mustafa Rembang menulis Al-Ibrîz? dan Kiai Misbah Mustafa Bangilan menulis? Al-Iklîl fi Ma’âni al-Tanzîl, dan Kiai Baidhawi Siraj Kajen menulis Madhraf al-Basyîr ‘ala Nadh ‘ilm Tafsîr, penjelas atas karya Syekh Abdul Aziz.

Dengan model sorogan, bandongan, dan klasikal, pendidikan pesantren menumbuhkan penguasaan santri atas subjek-subjek keilmuan secara terbuka, utuh, dan detil. Ditambah pula, tradisi musyawarah keilmuan yang hidup di kalangan santri, secara alamiah mengajarkan kesadaran tentang prinsip-prinsip ilmiah (pentingnya maraji’ dan i’tibar yang jelas dan akurat) dan penghargaan atas pandangan serta analisis yang beragam dan berbeda. Terkait hal ini, dalam “kamus” pesantren dikenal istilah qîla dan wa qâla ba’dluhum. Istilah ini menunjukkan tentang kesadaran adanya keragaman pandangan dalam satu masalah keagamaan. Keragaman pandangan ini diperkenalkan bukan hanya di bidang fiqih, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu lain, seperti ilmu tata bahasa, yang di dalamnya diperkenalkan keragaman pandangan, misalnya adapandangan ulama Basrah dan ulama Kufah.

Kesadaran tentang keragaman dan perbedaan pandangan ini merupakan aset utama dalam merajut ukhuwah, toleransi, dan saling menghargai antarsesama Muslim. Betapapun kerasnya perbedaan pandangan keagamaan, sejauh tidak mengusik pondasi dan prinsip keimanan, dalam tradisi pesantren tidak pernah dikenal sikap mudah mengkafirkan orang. Orang-orang pesantren menyadari bahwa salah satu tugas pesantren adalah mengislamkan orang kafir, bukan sebaliknya: mengkafirkan orang Islam. Bagi orang-orang pesantren, dakwah Islam itu dilakukan dengan mengajak, bukan mengejek; merangkul bukan memukul. Dan orang-orang pesantren mempunyai kemampuan adaptasi dan adopsi yang sangat lincah dan indah atas nilai-nilai dan tradisi lokal serta tidak terjebak pada sikap puritanistik.

Selain kultur ilmiah dalam tradisi keagamaan, pesantren juga mewariskan tradisi transfer nilai. Hubungan dan menyatunya kiai-santri selama 24 jam dalam satu ruang sosial, tidakl hanya bersifat keilmuan, tetapi juga bersifat praktis dan emosional. Di sini, pendidikan bukan melulu urusan kesuksesan membaca kitab kuning yang dikenal rumit, tetapi juga bagaimana santri meneladani kiai dan kiai memberikan keteladanan dalam masalah-masalah sosial keagamaan. Dengan demikian, aspek praktis dari sebuah ilmu terinternalisasi dalam tindakan individu. Santri diajak untuk mengerti, memahami dan melaksanakan nilai-nilai sosial, budaya, dan politik. Kenyataan inilah menjadi alasan Ki Hadjar Dewantoro dan Sutomo kesengsem pada pola pendidikan pesantren.

Dalam memori para santri, kiai dan guru di pesantren menjadi satu miniatur penting sebagai pembentuk moralitas dan karakter yang berperan dalam meniti serta mengarahkan masa depan kehidupannya. Banyak catatan ditulis dan pengalaman dikisahkan di kalangan orang-orang pesantren tentang sikap, perilaku, dan pandangan para kiainya. Semua ini mencerminkan tentang adanya pengalaman yang terus hidup dan memberikan warna dalam dinamika kehidupan yang mereka jalani.

Spiritualitas dan Jejaring Dunia Pesantren

Hubungan yang intens antara kiai-santri dan ingatan personal yang terbangun, hidup, serta tumbuh, karena adanya bangunan spiritual dan keikhlasan para kiai dan kepatuhan santri. Kita sering mendengar kisah-kisah tentang spiritualitas kiai dalam mendidik para santri. Misalnya, KH Ahmad Umar Abdul Manan (1916-1980), pengasuh Pesantren Al-Muayyad, Solo yang tidak mengeluarkan santri-santri nakal dari pesantren yang ia pimpin, tetapi mereka justru ditempatkan pada urutan pertama dalam doa-doa beliau di setiap usai salat tahajud, agar kelak mereka menjadi orang yang baik, sukses, dan bermanfaat. Dan benar, santri nakal yang didoakan itu menjadi kiai dan sukses secara sosial dan spiritual. Saya dulu ngaji kitab Alfiah secara khusus kepada KH Zakwan Kajen, bersama lima teman satu kampung. Kami adalah anak dari keluarga biasa. Untuk mengikuti acara pengajian itu kami tidak dipungut syahriah, bahkan setiap malam, di akhir pengajian, oleh sang kiai, kami disuguhi bubur hangat.

Spiritualitas semacam ini, yang tak mudah ditemukan dalam sistem pendidikan di luar pesantren. Ini adalah merupakan olah roso yang membangun ingatan spiritual para santri. Hal-hal yang tampaknya mudah dan biasa, karena dilakukan dengan ikhlas dan penuh dedikasi, secara spiritual menjadi pengikat dalam jejaring yang tumbuh antar santri dan kiai. Hubungan semacam ini menyadarkan kita bahwa pendidikan tidak melulu bersifat intelektualisme, tetapi juga bersifat spiritual dan huduriyah. Kiai dan guru menjadi jalan dan penyambung bagaimana spiritualitas santri bergerak dengan benar dan agama sebagai sistem nilai sebagai ageman (pegangan).

Hal-hal semacam itu, mestinya didayagunakan sebagai salah satu bagian utama dalam membangun solidaritas dan ukhuwah di kalangan umat Islam sekarang, baik dalam konteks keagamaan maupun sosial. Disadari bahwa pesantren memiliki jejaring yang luas dalam membangun dunia spiritual yang tidak setiap lembagai pendidikan dan keagamaan memiliknya.

Cinta Tanah Air dan Pemberdayaan Umat

Harus diungkapkan dengan tegas dan terbuka bahwa orang-orang pesantren berada di garda depan dalam mempertahankan kemerdekaan negara dan bangsa. Dengan konsep cinta tanah air, orang-orang pesantren berhasil meramu konsep jihad dalam ruang kebangsaan dan kenegaraan. Kiai Subeki Parakan, misalnya, adalah tokoh penting di balik kehebatan bambu runcing. Sayangnya, nama beliau tidak ditulis dalam sejarah nasional yang diajarkan di sekolah-sekolah ketika berkisah tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia. KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren? merekamnya dengan detil sekaligus mendebarkan tentang peran beliau. Hadratus Syaikh Hasim Asy’ari adalah tokoh penting di balik peristiwa 10 Nopember dengan resolusi jihad yang beliau maklumatkan. Kecintaan pada NKRI juga digelorakan oleh Kiai Wahab Hasbullah dengan menggubah mars Ya Ahla al-Wathan.

Jauh sebelum kisah para kiai itu, pada era abad 18 M. kita mengenal Kiai Ahmad Rifa’i yang gigih melawan penjajah Belanda melalui syair-syair yang ditulisnya dalam aksara pegon. Dalam Abyân al-Hawâij khorasan 10, misalnya ia menulis syair:

Tanbihun, wong kafir melebu negoro Islam

Dadi raja negoro Jawi wus dawam

Iku satrune mukmin khas lan awam

Iku fardhu ain diperangi kafaham

Ngelawan raja kafir kinaweruhan

Ratu Islam maring raja kafir anutan

Bupati Demang Ngawula asih-asihan

Maring raja kafir anut parintahan.


Nasionalisme dan kesetiaan pada negara yang hidup di hati orang-orang pesantren tersebut selaiknya menjadi ingatan sosial kita dalam mengambil peran mengelola negara dan bangsa,serta pada saat yang sama menyemai nilai-nilai Islam. Secara intelektual dan konseptual, pesantren mesti menyediakan ruang dalam merawat negara dan bangsa. Ilmu-ilmu pesantren, misalnya bidang ushul fiqh, selaiknya ditransformasikan ke dalam ranah legislasi di gedung DPR dalam merumuskan undang-undang agar produk hukum dan kebijakan yang dihasilkan berorientasi pada kemaslahatan umat. Orang-orang pesantren diharapkan mampu merumuskan tema-tema baru yang dibutuhkan umat dan bangsa, misalnya tentang fiqih lingkungan, fiqih kewargaan, fiqih buruh, dan yang lain.

Secara politik dan ekonomi, di antara orang-orang pesantren harus ada yang bergerak dan ambil peran. Jejaring pesantren dan ribuan jamaah yang dimilikinya, saatnya tidak lagi menjadi objek atau sekadar pasar, tetapi harus menjadi subjek. Ukhuwah haruslah melahirkan berkah secara sosial, ekonomi, dan politik bagi pesantren dan bangsa. Sungguh kini bangsa Indonesia sedang menunggu tuah pesantren.





Penulis buku "Khazanah Tafsir Indonesia: Dari Hermeneutika hingga Ideologi"

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan, Humor Islam, Warta PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 10 April 2012

Bahas Gangguan Jiwa, Mahasiswa Universitas NU Lolos ke Pekan Ilmiah Nasional

Surabaya, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) akan berlangsung di Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulsel akhir bulan depan, tepatnya 23-28 Agustus 2017. Dengan adanya even nasional, lima mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) lolos dan ditetapkan sebagai peserta Pimnas.

Mahasiswi yang lolos ini berasal dari Fakultas Keperawatan dan Kebidanan.

Bahas Gangguan Jiwa, Mahasiswa Universitas NU Lolos ke Pekan Ilmiah Nasional (Sumber Gambar : Nu Online)
Bahas Gangguan Jiwa, Mahasiswa Universitas NU Lolos ke Pekan Ilmiah Nasional (Sumber Gambar : Nu Online)

Bahas Gangguan Jiwa, Mahasiswa Universitas NU Lolos ke Pekan Ilmiah Nasional

Ketua tim, Alfi Nur Hanifah, mengatakan, pihaknya mengangkat persoalan gangguan jiwa seperti fenomena bola salju, semakin hari semakin membesar.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Maka dari itu, Unusa mengusulkan pembentukan kader kesehatan jiwa (Karsewa) dengan lokasi di Kelurahan Wonokromo," kata Alfi saat mempresentasikan materi kepada pembimbing, Jumat (4/8) ini.

Kelurahan Wonokromo menjadi perhatian mahasiswi Unusa. Tahun 2016 lalu ada sekitar 24 kasus dan di tahun ini meningkat menjadi 37 kasus yang menderita gangguan jiwa di kelurahan ini. "Dengan data yang bersumber dari Puskesmas Kel Wonokromo, tim kader kesehatan jiwa turun ke bawah," kata mahasiswi semester enam ini.

Melihat fenomena itu, rasa kepedulian pun terlihat dari mahasiswi Unusa. Alfi mengusulkan pembentukan kader kesehatan jiwa sebagai program kreativitas mahasiswa pengabdian masyarakat (PKMM) ke Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Kami menerima dana hibah sebesar 10 juta, lalu dilakukan monev dan dinyatakan lolos untuk mengikuti Pimnas," lanjutnya.

Dengan dikukuhkannya Karsewa, tugas kelima mahasiswa Unusa ini selain memberikan pelatihan juga menyiapkan modul dan liflet sebagai pegangan para kader untuk terjun ke masyarakat.

"Kami berharap dengan modul dan liflet ini masyarakat akan makin terbuka untuk melaporkan gejala penderita gangguan jiwa, karena memang bukan penyakit yang meresahkan dan menjadi aib bagi keluarga," pungkas Alfi. (Rof Maulana/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Cerita PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 03 April 2012

NU Jangan Jadi "Silent Majority"

Majalengka, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Potensi ini semestinya dapat dimaksimalkan dalam membangun peradaban di Nusantara. NU jangan jadi silent majority.

Hal ini disampaikan Pengasuh Pesantren Al-Mizan Majalengka, KH Maman Imanulhaq, saat diminta pandangannya mengenai peran NU Subang pasca Konfercab VII yang digelar di Pesantren Pagelaran III, Rabu (21/8) lalu.

NU Jangan Jadi Silent Majority (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Jangan Jadi Silent Majority (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Jangan Jadi "Silent Majority"

"NU jangan jadi silent majority (mayoritas yang diam). Kelompok radikal, yang ekstremis itu sebenarnya minoritas tetapi bisa merajelela, NU yang mayoritas? sudah seharusnya berperan aktif, dalam pola dakwah misalnya, dakwah NU itu mengajak dan merangkul, bukan dakwah yang mengejek dan memukul," paparnya

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kiai Maman pun menilai bahwa kelompok ekstrim yang sedikit itu bisa seolah menjadi besar karena mereka mampu memainkan media.

"Mereka mampu membuat aksi yang sekiranya bisa naik menjadi news, jadi seolah mereka mayoritas, padahal mereka sedikit," tegasnya

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Untuk tidak menjadi silent majority, tambah Pengasuh Pesantren Al-Mizan Majalengka itu mengharapkan agar para pengurus NU berperan aktif dengan cara melakukan 3S, yaitu silaturahmi, silatulfikri dan silatulamal.

"Memperbanyak silaturhmi dengan berbagai pihak, terutama kaum tani dan nelayan, karena saya kira mereka juga warga NU," ujarnya

Selian itu, lanjut Kiai Maman,? silatulfikri juga juga perlu dilakukan, yakni menyamakan visi misi dengan berbagai pihak, terutama para pengurus, kemudian terakhir adalah silatulamal. “Yaitu bagaimana mampu merealisasikan visi misi tersebut supaya tidak hanya dalam tataran wacana saja," tukasnya.

Lebih lanjut, penulis buku Fatwa Dan Canda Gus Dur tersebut memberi masukan agar NU mampu menunjukan kinerjanya secara maksimal

"Saya melihat NU itu reaksional, seperti masjid direbut baru mulai membenahi masjid, seharusnya kalau membenahi dari dulu tentu tidak akan seperti itu, nah kalau NU terus memperlihatkan sikap yang reaksional saya kira lama-lama orang akan meninggalkan NU, karena orang akan lebih realistis melihatnya" pungkasnya. (Aiz Luthfi/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Habib PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 01 April 2012

NU Afganistan Kini Miliki Kepengurusan di 22 Provinsi

Bogor, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Nahdlatul Ulama Afganistan (NUA) yang lahirnya terinspirasi dari NU di Indonesia terus mengalami kemajuan. Saat ini NU Afganistan sudah mempunyai kepengurusan di 22 provinsi yang melibatkan lebih dari 6000 ulama berkebangsaan asli Afganistan.

NU Afganistan terpisah sama sekali secara struktural dari PBNU, tak seperti Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) yang tersebar di mancanegara. Para ulama moderat Afganistan "mencangkok" NU dari Indonesia untuk mempercepat proses perdamaian di sana.

NU Afganistan Kini Miliki Kepengurusan di 22 Provinsi (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Afganistan Kini Miliki Kepengurusan di 22 Provinsi (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Afganistan Kini Miliki Kepengurusan di 22 Provinsi

Baca: Ulama Afganistan Dirikan Nahdlatul Ulama

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kabar perkembangan NU Afganistan tersebut disampaikan Ketua NUA Dr Fazal Ghani Kakar, saat memenuhi undangan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bogor, di Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/5). Pertemuan dikemas dalam diskusi bertajuk "Dinamika Islam Global dan Peran NU di Afganistan". Turut hadir ketua PCNU Bogor Ifan Haryanto beserta segenap pengurus tanfidziyah, syuriyah, dan mustasyar PCNU setempat.

Kakar berharap ke depan NU Afganistan akan berkembang sebagai organisasi yang membumikan ajaran Ahlussunah wal Jamaah di Afganistan. Perkembangan NU di Afganistan, katanya, bisa dikatakan sangat pesat.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketua NUA pertama ini juga menjelaskan, sebelum perang di Afganistan berlangsung, masyarakat Afganistan pada umumnya merupakan masyarakat Islam yang moderat. Ketika perang meletus dan melibatkan mujahidin dari berbagai negara, mulailah masuk paham garis keras (takfiri) dan memperparah ketidakstabilan politik di berbagai belahan bumi Afganistan. Keterlibatan berbagai kelompok kepentingan membuat perang di Afganistan semakin menjadi.

Kehadiran NU di Afganistan diharapkan menjadi oase di tengah kerinduan masyarakat Afganistan yang cinta damai, yang pada umumnya menganut ajaran Ahlussunah wal Jamaah.

Dr Kakar berpendapat, NU Afganistan bisa mencontoh NU di Indonesia, yang menurutnya telah menjadi soul of nation (jiwa dari bangsa Indonesia). Ia menginginkan NU di Afganistan menjadi organisasi besar yg dihormati perannya karena semangatnya untuk menyampaikan pesan kedamaian, solidaritas dan kemanusiaan.

Baca: NU Afganistan Bebaskan Seorang Sandera Taliban

Pada kesempatan tersebut Ketua PCNU Kota Bogor Ifan Haryanto bertukar cendera mata dengan Ketua NU Afganistan Dr Fazal Ghani Kakar. Ifan Haryanto memberikan kopiah hitam Dan sarung yang merupakan ciri khas busana muslim Indonesia. Sedangkan Dr Kakar memberikan Pakol, penutup kepala khas Afganistan. (Mahbib)

Logo NU Afganistan



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Warta, Quote, Pendidikan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 23 Maret 2012

Jelang Terbang ke Jepang, Lulusan MAN IC Serpong Gelar Khataman Al-Quran

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Menjelang keberangkatan menimba ilmu di Jepang, Medina Janneta El-Rahman (18) khusyuk mengikuti khataman Al-Qur’an. Khataman oleh para penghafal Al-Qur’an dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) ini digelar di rumah dinas orang tuanya, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abdurrahman Mas’ud di kompleks MAN 4 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (8/9).

Sebelum pembacaan doa khatmil Quran, Medina membaca sepuluh surat di juz 30 secara bil ghaib (hafalan). Usai khataman, Mas’ud selaku shahibul hajat mengatakan, kegiatan ini digelar dalam rangka selametan sekaligus syukuran menyambut keberangkatan putrinya melanjutkan studi ke Universitas Hokkaido, Jepang, 17 September 2017. Sebelumnya, Medina dinyatakan lolos seleksi di perguruan tinggi ternama di Negeri Sakura ini Maret 2017 silam.

Jelang Terbang ke Jepang, Lulusan MAN IC Serpong Gelar Khataman Al-Quran (Sumber Gambar : Nu Online)
Jelang Terbang ke Jepang, Lulusan MAN IC Serpong Gelar Khataman Al-Quran (Sumber Gambar : Nu Online)

Jelang Terbang ke Jepang, Lulusan MAN IC Serpong Gelar Khataman Al-Quran

Mas’ud mengaku bangga prestasi Medina melampaui dirinya. Sebab, pria kelahiran Kudus Jawa Tengah ini berkesempatan kuliah di luar negeri ketika S2 dan S3. Sementara anak ketiganya ini berhasil ke mancanegara ketika masih S1 dengan beasiswa. Apalagi persyaratannya lebih rumit dan complicated, harus lolos tes Bahasa Inggris internasional, tes potensi SAT, wawancara, dan hanya 16 peserta sedunia yang lolos kelas baru di Hokkaido University itu. Atas nama keluarga, ia berterima kasih kepada para guru yang telah mendidik putri satu-satunya tersebut.

“Tentu yang saya cintai dan hormati adalah para guru Medina, itu yang paling utama dan pertama. Karena para guru lah yang sebetulnya membentuk karakter Medina saat ini. Oleh karenanya, sambutan saya nanti akan saya share, tidak saya monopoli sendiri. Saya mohon sambutan sebagian guru yang isinya kesan dan pesan untuk Medina,” ujar guru besar UIN Walisongo ini kepada para guru dari MAN IC Serpong, MTsN 7 Jakarta, SDIT At-Taufik Cempaka Putih, dan beberapa teman akrab Medina.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Guru pertama yang didaulat menyampaikan kesan dan pesan adalah Deni Syamsudin Permana. Suatu ketika, Guru Kimia MAN IC Serpong ini pernah diskusi dengan Medina dan teman-teman tentang sebuah capaian sesuatu. Menurut Deni, ada dua pilihan untuk mencapainya. Ada yang mudah, ada pula yang tak mudah. Jalannya terjal dan banyak rintangan.  

“Saya terkejut ketika Medina justru ingin meraih sesuatu dengan tak mudah. Dan ini sangat berharga. Karena, jika kita memperolehnya tak mudah maka membuat seseorang menjadi ramah dan mengapresiasi orang lain. tidak mudah underestimate terhadap proses. Di luar dugaan saya Medina bahkan sekarang sedang tahfiz Al-Quran. Pesan saya ke Medina, jika suatu saat berhasil maka anggap itu bukan keberhasilan individu. Tapi juga keberhasilan orang tua, teman-teman, juga para guru,” ujarnya.

Guru kedua, Wakil Kepala MTsN 7 Jakarta Melda Yohana Anwar. Beberapa saat lamanya Guru Bahasa Inggris ini tak mampu berkata-kata. Hanya linangan air mata yang keluar deras saat dirinya memegang mikrofon. Setelah Medina datang bersimpuh di hadapannya, ibu guru ini kemudian memeluk erat murid kesayangannya itu. Sejurus kemudian, Melda baru memulai kata-katanya.

“Menurut saya, Medina sudah kelihatan prestasinya sejak awal di MTs. Saya melihat potensi yang dimilikinya sejak ia aktif di Paskibra. Saya kira, anak ini aktif sekali. Saya hanya berpesan, di luar negeri tantangan dan godaannya lebih besar. Ingat, untuk meraih prestasi tidak cukup dengan berpangku tangan. Tapi harus kerja keras. Saya doakan Medina sukses di sana,” ujarnya berurai air mata.

Sementara itu, guru SDIT At-Taufik Cempaka Putih, Arum, menceritakan saat Medina baru pindah dari SD NU  Nasima Semarang. “Sebagai anak baru, Medina sering menangis karena di-bully teman-temannya. Saya bilang, kamu kalau terus nangis, mereka tambah senang. Cuekin aja  biar mereka kapok,” ujarnya disambut tawa hadirin. Bu guru Arum secara khusus mendoakan Medina berhasil dalam belajar. Ia berpesan, jika sudah lulus agar kembali ke Indonesia untuk mengamalkan ilmunya.

Hadir dalam acara tersebut keluarga besar Balitbang Diklat Kemenag, antara lain Sekretaris Balitbang Diklat Dr H Rohmat Mulyana Sapdi, Kepala Puslitbang Penda H Amsal Bakhtiar, Kabag Umum dan Perpustakaan H Anshori, Kabag Keuangan Hj Sunarini. Hadir pula Komisioner KPAI Susianah Affandi, Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saiful Umam, dan beberapa mantan pejabat.

Di akhir acara, pengurus Nusantara Mengaji, KH Ahmad Khatib didampingi Ust Bagus Purnomo, Guru Medina untuk Tahfidz Al-Qur’an memberi hadiah mushaf Al-Qur’an per juz untuk Medina agar dijadikan bekal untuk terus mencintai dan melanjutkan hafalan Al-Qur’an. “Semoga dengan hadiah ini Medina menggenapi utang nadzar hafalan Qurannya kalau diterima kuliah di Jepang,” pungkas Mas’ud. (Musthofa Asrori/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Santri, Meme Islam, Pendidikan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 13 Maret 2012

Istighasah Akbar se-Pamekasan Siap Digelar

Pamekasan, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus PC IPNU-IPPNU Pamekasan mengadakan rapat kedua kalinya untuk menggelar Istighasah Akbar pada Jumat (13/4) mendatang. Tujuan utama Istighasah Akbar tersebut ialah sebagai upaya berdoa bersama demi kesuksesan para pelajar Pamekasan, khususnya yang sudah berada di paruh akhir kelas XII SLTA sederajat. Karena itu, acara tersebut bakal melibatkan semua pelajar kelas akhir tingkat SLTA sederajat se-Pamekasan.

Rapat gladi kotor tersebut menggarisbawahi bahwa Istighasah Akbar yang dipanitiai oleh pengurus gabungan PC IPNU-IPPNU itu sudah siap digelar di Masjid Agung Asy-Syuhada Pamekasan. Termasuk pula kesiapan pemimpin istighasah nanti, yaitu ketua MUI Pamekasan KH Ali Rahbini Abdul Latif. Surat-suratnya pun sudah siap disebarluaskan.

Istighasah Akbar se-Pamekasan Siap Digelar (Sumber Gambar : Nu Online)
Istighasah Akbar se-Pamekasan Siap Digelar (Sumber Gambar : Nu Online)

Istighasah Akbar se-Pamekasan Siap Digelar

Dalam pantauan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, peserta rapat yang dihadiri 7 pengurus PC IPPNU dan 8 PC IPNU tersebut berjalan dengan penuh kesantaian. Sembari rapat, mereka melipat surat-surat yang sudah siap disebar. Kesantaian dan keseriusan dapat terbangun dengan baik, karena tak lepas dari kelihaian ketua panitia Faisol Ansori dalam memimpin rapat.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Di samping itu, atas gagasan Faisol Ansori yang kini menjabat sebagai ketua umum PAC IPNU Kadur, penyebaran surat hendak memanfaatkan para pengurus PAC IPNU-IPPNU Kadur se-Pamekasan. Artinya, tidak hanya dipasrahkan kepada hanya satu atau dua orang saja.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Biar efektif, kita bisa melibatkan para pengurus PAC dalam penyebaran surat,” tegas Faisol Ansori yang langsung diamini oleh seluruh peserta rapat.

Rapat tersebut bergulir singkat, sekitar satu jam. Kendati demikian, para aktivis organisasi sayap pelajar NU tersebut tidak langsung pulang. Mereka masih bincang-bincang santai penuh keakraban. (Hairul Anam)

Redaktur   : Mukafi N iam

Kontributor: Hairul Anam

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kajian, Makam PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 04 Maret 2012

IPNU-IPPNU Rembang Siapkan Pelajar Mandiri Ekonomi

Rembang, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Departemen Perekonomian Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Cabang Rembang, Jawa Tengah merencanakan kegiatan ekonomi bagi kalangan pelajar NU di Rembang supaya mandiri.

Anggota Departemen Perekonomian IPNU Cabang Rembang Ahmad Indraki pada Ahad pagi (21/6) di kantor sekretariat IPNU Cabang Rembang, kompleks Gedung NU Jalan Pemuda No 78 Rembang, mengatakan, pihaknya akan berupaya menggagas perekonomian pelajar NU ke depan. Pasalnya kebutuhan para pelajar masakini sangatlah banyak. Jika diteruskan meminta pada orang tua bukan tidak mungkin akan membuat para orang tua kesal.

IPNU-IPPNU Rembang Siapkan Pelajar Mandiri Ekonomi (Sumber Gambar : Nu Online)
IPNU-IPPNU Rembang Siapkan Pelajar Mandiri Ekonomi (Sumber Gambar : Nu Online)

IPNU-IPPNU Rembang Siapkan Pelajar Mandiri Ekonomi

“Kebutuhan pelajar masakini mulai dari pulsa himgga transportasi dan akomodasi menuju ke sekolah sangatlah banyak. Belum lagi keperluan mereka untuk perawatan mulai dari pakaian hingga yang lainnya, jika di hitung relatif tinggi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mengenai usaha yang akan dirintis Ahmad Indraki menjelaskan akan membuat usaha kecil-kecilan yakni memberikan suplai barang kebutuhan pokok bagi warga nahdliyin di Rembang. Seperti beras, minyak goreng, dan dan kebutuhan dapur lainnya, yang akan di dimulai sebelum ramadan hari pertama dimulai.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dia menjelaskan, tak menarget mendapatkan untung banyak, tetapi bisa berjalan terlebih dahulu. Ahmad Indraki mengaku, tidak mudah dalam menjalankan usaha itu. Tetapi ia bersama pengurus IPNU-IPPNU yang lain akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan usaha itu.

Jika dihitung jumlah warga Nahdlatul Ulama di Kabupaten Rembang relatif tinggi, jika bersedia menjadi member bukan tidak mungkin usaha yang dirintis oleh Departemen Perekonomian IPNU-IPPNU akan dapat berdiri, sesuai dengan harapan. Serta program merintis ke uangan para pelajar NU dapat tercapai.

Sejauh ini, kata Ahmad Indraki pihaknya sudah berkomunikasi dengan Ketua Cabang Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) M Syafi Majlis. Hasilnya LPNU sangat mendukung rencana yang akan dilakukan oleh para pelajar NU untuk mulai merintis keuangannya sendiri.

“Kita tak muluk untung sebagaimana para pengusaha. Tetapi kami akan merintis usaha kecil yang akan dikembangkan secara bertahap. Agar nantinya dapat menjadi pembelajaran kita bersama dalam berusaha ke depan,” katanya. (Ahmad Asmu’i/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Aswaja, Makam, Kyai PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah