Selasa, 13 September 2011

Peneliti LIPI: Tak Ada NU, Toleransi di Indonesia Mati

Tasikmalaya, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pilkada DKI Jakarta sudah selesai. Namun dampak dari panasnya pesta demokrasi di ibu kota masih terasa. Ironisnya hawa panas itu terjadi tidak hanya di Jakarta, tapi melebar ke berbagai wilayah di Indonesia.

Peneliti LIPI: Tak Ada NU, Toleransi di Indonesia Mati (Sumber Gambar : Nu Online)
Peneliti LIPI: Tak Ada NU, Toleransi di Indonesia Mati (Sumber Gambar : Nu Online)

Peneliti LIPI: Tak Ada NU, Toleransi di Indonesia Mati

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakir mengkhawatirkan dampak negatif dari pilkada DKI Jakarta yang kental isu SARA. Kekhawatirannya terutama pada soal toleransi di Indonesia. Bukan hanya toleransi antarumat beragama, tapi juga antarsesama anak bangsa.

"Dari sekian banyak organisasi masyarakat di Indonesia, saya melihat hanya NU yang komitmennya kuat dan konsisten mengimplementasikan dan menggaungkan masalah toleransi. Yang lainnya tidak terdengar," katanya saat berziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, Tasikmalaya, Ahad (14/5).

Hampir seluruh organ yang ada ditubuh NU, kata Amin, bergerak menggaungkan sikap toleransi di Indonesia. Mulai dari lembaga-lembaga di bawahnya, sampai dengan banom (badan otonom) NU seperti halnya GP Ansor dan Banser.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

NU melalui Banom dan lembaganya dengan tegas menolak segala gerakan radikal di Indonesia. Khususnya gerakan HTI yang dianggap intoleran karena condong ingin memaksakan mengubah sistem di Indonesia dengan khilafah Islamiyahnya.

"Anehnya ketika NU menggaung-gaungkan toleransi di tanah air, NU kerap menjadi sasaran serangan dan cemoohan masyarakat lainnya. Terutama kelompok-kelompok Islam radikal," ujar pria lulusan Ilmu Sejarah UGM yang tengah melakukan penelitian soal NU dan Minoritas di Tasikmalaya itu.

Alhasil, kata Amin, NU seolah sendirian menyikapi masalah toleransi yang saat ini sedang terancam di Indonesia. Padahal, ia menduga yang lainnya pun paham betul dengan kondisi tersebut.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Andai kata tidak ada NU, mungkin toleransi di Indonesia ini sudah mati," ujarnya. (Nurjani/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Habib, Olahraga, Pahlawan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 08 September 2011

Dua Kesebelasan dari Kebumen Bakal Bertemu di Laga Final LSN Regional Jateng III

Tegal, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Partai final ajang kompetisi Liga Santri Nusantara (LSN) 2017 Regional Jateng III bakal mempertemukan dua tim kesebelasan pesantren asal Kebumen. Mereka adalah kesebelasan Hisba FC, PP Al-Barokah, Kebumen dengan tim kesebelasan Al-Kahfi FC, PP Al-Kahfi, Kebumen.

Kedua tim dijadwalkan beradu terbaik di Lapangan GOR Trisanja Slawi Kabupaten Tegal, Selasa (19/9).

Dua Kesebelasan dari Kebumen Bakal Bertemu di Laga Final LSN Regional Jateng III (Sumber Gambar : Nu Online)
Dua Kesebelasan dari Kebumen Bakal Bertemu di Laga Final LSN Regional Jateng III (Sumber Gambar : Nu Online)

Dua Kesebelasan dari Kebumen Bakal Bertemu di Laga Final LSN Regional Jateng III

Panitia Pelaksana LSN 2017 Regional Jateng III Mustholah melalui Sekretarisnya Mubin menuturkan, pada laga semifinal tim Al-Kahfi FC Kebumen berhasil menumbangkan tim Walindo Berbaur FC, Pekalongan dengan skor 2-0.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Sedangkan tim Pesantren Hisba FC, Kebumen berhasil unggul atas tim Mangku Aji FC Pekalongan lewat drama adu pinalti dengan skor akhir 4-2," tuturnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mubin menyebutkan, Jawara LSN 2017 Regional Jateng III nantinya bakal mewakili zona tersebut ke ajang LSN tingkat nasional.

"Insya Allah digelar 22 Oktober 2017 mendatang di Bandung bersamaan dengan peringatan Hari Santri tingkat nasional," ujarnya. (Hasan/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Santri, Bahtsul Masail, Nasional PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 31 Agustus 2011

Teladan Pergantian Pemimpin NU di Jawa Barat 1967

Pada Muktamar ke-24 NU di Bandung, Jawa Barat, KH Bisri Sansuri berhasil mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan Rais ‘Aam PBNU mengungguli KH Wahab Chasbullah.

Muktamar pada Juli 1967 tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan tertinggi ditolak Kiai Bisri. Ia menyerahkannya pada Kiai Wahab. Sementara Kiai Wahab juga merasa tidak berhak karena Kiai Bisri yang mendapatkan amanat muktamirin. Kedua tokoh tersebut saling menolak jabatan.?

Kiai Bisri tetap bersikeras menolak menjadi Rais ‘Aam selama ada Kiai Wahab yang lebih sepuh, merupakan kakak ipar, serta sahabat karibnya. Dengan demikian, Muktamar akhirnya memilih Kiai Wahab. Ketika Kiai Wahab wafat pada tahun 1971, Kiai Bisri baru bersedia menggantikannya.

Teladan Pergantian Pemimpin NU di Jawa Barat 1967 (Sumber Gambar : Nu Online)
Teladan Pergantian Pemimpin NU di Jawa Barat 1967 (Sumber Gambar : Nu Online)

Teladan Pergantian Pemimpin NU di Jawa Barat 1967

Jauh sebelumnya, Kiai Wahab juga menolak menjadi Rais Akbar NU ketika Hadrotusyekh KH Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947. Ia mau menggantikannya dengan catatan, tidak Rais Akbar, tapi Rais ‘Aam. Rais Akbar baginya, hanya cocok disandang mahagurunya itu.?

Pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, pada tahun 2015, terjadi pula penolakan jabatan Rais ‘Aam meskipun sudah ditetapkan muktamirin. Kali ini KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang melakukannya. (Abdullah Alawi) ?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Hindari Perpecahan dalam Setiap Perbedaan Pendapat

Pringsewu, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam satu tujuan yang sama-sama disepakati, kadangkala seseorang menempuh cara dan jalan yang berbeda-beda. Inilah keragaman dalam kenyataan. Perbedaan pendapat atas satu persoalan yang sama sekalipun, seringkali tidak bisa dihindari. Hal ini diungkapkan oleh Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin, Ahad (16/10) dalam akun Facebook miliknya.?

Namun, tuturnya, tidak setiap perbedaan pendapat itu meniscayakan perpecahan selama ada sikap toleransi, saling menghargai, saling menghormati dan tidak memaksakan kehendak karena merasa benar sendiri.?

Hindari Perpecahan dalam Setiap Perbedaan Pendapat (Sumber Gambar : Nu Online)
Hindari Perpecahan dalam Setiap Perbedaan Pendapat (Sumber Gambar : Nu Online)

Hindari Perpecahan dalam Setiap Perbedaan Pendapat

Sebagaimana perbedaan agama yang dianut, suku, ras dan golongan menurutnya adalah hal nyata dalam kehidupan pada bangsa Indonesia ini. "Perbedaan tersebut tidak meniscayakan perpecahan yang berujung pada disintegrasi bangsa, selama warga negara ini menyadarinya, tunduk dan patuh kepada ajaran agamanya dengan pemahaman yang benar dan setia kepada pemimpin pemerintahannya," ujarnya.

Gus Ishom, saapaan akrabnya menambahkan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sangat penting dan sudah seharusnya setiap orang sebagai warga negara saling menyayangi, menghormati dan menaati konstitusi sebagai sebuah kesepakatan bersama.?

Tanpa hal itu, menurut ulama muda ini, maka peluang perpecahan antar anak bangsa yang demikian beragam niscaya terjadi dan ini berbahaya, wajib kita hindari. Umat Islam di mana saja tidak dibenarkan memaksakan kehendak dari "kebenaran relatif" yang diyakininya kepada pihak lain dan tidak perlu melakukan kekerasan atas nama agama serta tidak coba-coba membenturkan secara diametral hubungan antara agama dan negara.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Tujuan bernegara ini antara lain untuk melindungi setiap hak warga negara, baik muslim maupun non-muslim. Sehingga tidak boleh ada saling menghalangi atau merebut hak orang lain. Setiap muslim mestinya bisa patuh pada kesepakatan atau konstitusi kita sebagai wujud ketaatan kepada ulil amri yang diperintahkan agama," tegasnya.

Pelanggaran terhadap konstitusi atau agama itu berdosa, sehingga mengguncangkan hati dan berakibat buruk pada kehidupan harmonis bersama. Di sinilah menurutnya, dalam hidup bersama yang plural ini yang diperlukan bukan hanya ilmu atau wawasan agama yang mendalam, tetapi juga perlu wawasan kebangsaan.?

Oleh karenanya umat Islam wajib mengkampanyekan Islam yang rahmatan lil-alamin dan terus berupaya mengamalkannya. Menurutnya perlu wasathiyah (moderasi) dalam pikiran, ucapan dan tindakan dan penting sikap tasamuh (toleransi) menghadapi setiap perbedaan, meski tidak setiap perbedaan perlu dipertimbangkan.?

"Semoga umat Islam di seluruh Indonesia menyadari hal ini. Kehilangan emas bisa kembali membeli di toko emas, tetapi jika kita kehilangan tanah air kemana kita akan membelinya? Jadi, sayangilah dan hormatilah agar persatuan bangsa ini segera terwujud tanpa gangguan yang berarti," pungkasnya.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

(Red: Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nasional PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 29 Agustus 2011

Muammar ZA Pimpin Shalawat Badar Puluhan Ribu Nahdliyin

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Qori internasional Muammar ZA memimpin pembacaan shalawat badar pada Istighotsah Menyambut Ramadhan 1436 H dan Pembukaan Munas Alim Ulama" di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (14/6).

Muammar ZA Pimpin Shalawat Badar Puluhan Ribu Nahdliyin (Sumber Gambar : Nu Online)
Muammar ZA Pimpin Shalawat Badar Puluhan Ribu Nahdliyin (Sumber Gambar : Nu Online)

Muammar ZA Pimpin Shalawat Badar Puluhan Ribu Nahdliyin

Muammar memandu pembacaan shalawat khas NU itu selepas melantunkan ayat suci al-Quran. Suara Muammar yang melengking disambut antusias puluhan hadirin yang memadati Masjid Istiqlal.

Hingga berita ini ditulis, acara istighotsah sedang berlangsung dengan dipimpin Rais Aam Idarah Aliyah Jamiyyah Ahlit Thariqah al-Mutabarah an-Nahdliyah (Jatman) Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tampak di atas panggung antara lain Presiden RI Joko Widodo, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketum PP GP Ansor Nusron Wahid, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, serta sejumlah pejabat dan para kiai lainnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Secara terpisah, Muammar menyatakan kegembiraannya dengan acara istighotsah NU. "Apalagi dengan melibatkan masyarakat sebanyak ini. Luar biasa," tuturnya.

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama tahun ini mengusung tema "Memelihara Tradisi Rohani, Menjaga Keutuhan Negeri". Sebelumnya, forum tertinggi setelah Muktamar NU ini juga digelar 2014 lalu. (Mahbib/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Makam, Pondok Pesantren PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selasa, 02 Agustus 2011

D. Zawawi Imron, Penyair atawa Penyiar?

Seorang tetangga datang ke rumah D. Zawawi Imron. "Kiai kok hebat sekali? Jadi penyiar saja bisa pergi ke mana-mana, bahkan bisa siarang ke luar negeri." 

Begitulah pertanyaan profesi dari tetangga Kiai Zawawi, dengan bahasa Madura yang fasih.

D. Zawawi Imron, Penyair atawa Penyiar? (Sumber Gambar : Nu Online)
D. Zawawi Imron, Penyair atawa Penyiar? (Sumber Gambar : Nu Online)

D. Zawawi Imron, Penyair atawa Penyiar?

KH D. Zawawi Imron, yang dijuluki Rais Aam Penyair Pesantren, langsung mengerti kesalahan tetangganya itu. Namun ia tidak segera membetulkannya, melainkan meneruskan "logika" tetangganya itu.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Alhamdulillah, Dik, meski tidak punya radio, aku bisa siaran di mana-mana, di radio yang berbeda-beda satu dengan lainnya," Kiai Zawawi menanggapi, dengan senyuman. 

Saya mendengar dialog itu dari Kiai Zawawi langsung. Ia bercerita dengan tertawa terpingkal-pingkal.  

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tapi, kata Kiai Zawawi, tetangganya itu tidak terlalu salah. "Kan saya juga penyiar agama di mana-mana, selain penyair yang baca puisi di mana-mana?" (Hamzah Sahal)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Warta PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 18 Juli 2011

Suami Larang Isteri Kunjungi Orang Tuanya

Assalamu ‘alaikum wr. wb

Dalam kehidupan keluarga pasti ada persoalan. Beberapa bulan lalu hubungan antara suami saya dan pihak keluarga saya sempat menegang. Ketegangan akhirnya mereda. Yang menjadi persoalan selanjutnya suami saya melarang saya mengunjungi orang tua saya. Padahal orang tua saya sudah sepuh dan sering sakit-sakitan. Larangan ini amat memberatkan saya sebagai anak.

Di satu sisi saya harus taat kepada suami, tetapi di sisi lain saya juga sebagai anak yang jelas tidak ingin memutus tali silaturahmi. Yang ingin saya tanyakan, apakah boleh saya melanggar perintah suami dalam hal ini? Mohon penjelasannya. Saya ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Bandung/Nama dirahasiakan)

Suami Larang Isteri Kunjungi Orang Tuanya (Sumber Gambar : Nu Online)
Suami Larang Isteri Kunjungi Orang Tuanya (Sumber Gambar : Nu Online)

Suami Larang Isteri Kunjungi Orang Tuanya

Jawaban

Assalamu ‘alaikum wr. wb

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa dalam kehidupan berumah tangga tentu ada persoalan. Tetapi persoalan tersebut hendaknya mendewasakan kehidupan rumah tangga dan menambah keharmonisannya.

Persoalan yang ada memang sangat dilematis. Di satu sisi sebagai seorang istri harus menaati suami, namun di sisi lain pemutusan tali silaturahmi dengan keluarga juga merupakan masalah serius. Ini ibarat buah simalakama.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa suami boleh melarang istri untuk mengunjungi atau menjenguk kedua orang tuanya. Misalnya kita bisa melihat dalam keterangan dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib yang ditulis oleh Sulaiman al-Bujairimi.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Suami boleh melarang istrinya untuk menjenguk kedua orang tuanya, menyaksikan jenazah keduanya atau anaknya. Sedang yang lebih utama adalah ia (suami) tidak melakukan larangan tersebut,” (Lihat Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1417 H/1996 M, juz, IV, h. 253).

Namun ada pendapat ulama yang berkebalikan dengan pendapat di atas. Menurut Ibnu Nujaim (salah seorang ulama dari kalangan Madzhab Hanafi) cenderung membolehkan seorang istri menjenguk kedua orang tuanya meskipun tidak diizinkan suaminya. Dengan kata lain, apabila suami melarang istrinya untuk tidak mengunjungi kedua orang tuanya, dalam hal ini istri boleh tidak menaati permintaan suaminya.

Sebelum sampai pada simpulan tersebut Ibnu Nujaim mengetengahkan keterangan yang terdapat dalam kitab Fathul Qadir yang ditulis Kamal Ibnu Hamam. Dalam kitab tersebut dikatakan, seandainya bapaknya istri baik orang muslim maupun kafir mengalami sakit kronis dan membutuhkan bantuannya sementara suami melarang isterinya untuk menjenguk bapaknya, istri boleh membangkang larangan tersebut.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Umpamanya, jika bapak si istri menderita penyakit kronis dan membutuhkan bantuan perawatannya namun si suami melarang istrinya untuk menjenguknya, ia boleh membangkang larangan suaminya baik bapaknya muslim maupun nonmuslim. Demikian sebagaimana pendapat yang terdapat dalam kitab Fathul Qadir, (Lihat Zainuddin Ibnu Nujaim, al-Bahrur Ra`iq Syarhu Kanzid Daqa`iq, Beirut, Darul Ma’rifah, tt, juz, IV, h. 212).

Dari penjelasan Kamal Ibnu Hamam itu, Ibnu Nujaim menarik sebuah simpulan bahwa diperbolehkan bagi seorang istri keluar dari rumah untuk menjenguk kedua orang tua dan mahramnya. Pendapat sahih yang dijadikan fatwa adalah ia boleh keluar setiap hari Jumat untuk menjenguk kedua orang tua dan mahramnya dengan atau tanpa izin suami. Sedang selain itu ia harus meminta izin suami.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Dari apa yang telah kami kemukakan, setidaknya kita dapat menarik simpulan bahwa istri boleh keluar rumah untuk menjenguk kedua orang tuanya dan keluarga yang lain (mahram). Maka menurut pendapat sahih yang difatwakan adalah kebolehan bagi istri untuk menjenguk kedua orang tuanya setiap hari Jumat baik dengan seizin suaminya atau tidak, dan kebolehan untuk mengunjungi mahramnya setahun sekali baik seizin suami atau tidak,” (Lihat Zainuddin Ibnu Nujaim, al-Bahrur Ra`iq Syarhu Kanzid Daqa`iq, juz, IV, h. 212).

Berangkat dari penjelasan di atas, setidaknya ada dua pendapat. Pertama, kebolehan suami melarang istri untuk menjenguk kedua orang tua. Konsekuensi dari pendapat ini adalah seorang istri tidak boleh menjenguk kedua orang tuanya tanpa seizin suami.

Kendati demikian, tidak selayaknya suami melarang istri untuk menjenguk kedua orang tuanya. Dalam pemahaman kami, kebolehan ini mesti dipertimbangkan sebab larangan ini jelas sama artinya memutus tali silaturahmi antara anak dan orang tuanya.

Kedua, diperbolehkan bagi istri menjeguk atau bersilaturahmi kepada kedua orang tuanya seminggu sekali meskipun suami melarangnya. Artinya, larangan suami dalam hal ini boleh dilanggar.

Kedua pendapat itu hemat kami tidak perlu dipertentangkan. Keduanya bisa dipertemukan dengan kata kunci ada atau tidak adanya mudharat.

Jadi, kebolehan suami melarang istri untuk mengunjungi orang tua mesti dipahami dalam konteks apabila mengunjunginya menimbulkan mudharat bagi istri. Karenanya larangan suami sudah semestinya dipatuhi.

Namun jika tidak mengandung mudharat, maka tidak ada alasan bagi suami melarang istri untuk menjenguk orang tuanya sehingga apabila suami melarang istri untuk menjenguk orang tuanya, ia boleh melanggar larangan tersebut. Sebab, tak ada alasan yang cukup memadai bagi suami untuk melarang istrinya.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Saran kami, perselisihan dalam sebuah keluarga hendaknya didiskusikan secara baik-baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq

Wassalamu’alaikum wr. wb


(Mahbub Ma’afi Ramdlan)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Daerah, Warta PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah