Selasa, 21 November 2017

KH Mahfudh Sumolangu, Pejuang Komandan Angkatan Oemat Islam

Salah satu kiai yang berjasa besar pada masa revolusi kemerdekaan, adalah Kiai Mahfudh Abdurrohman Sumolangu. Kiai ini, berada di barisan kiai militer, yang menggerakkan laskar-laskar santri di negeri ini. Kiai Mahfudh, menggerakkan pasukan Hizbullah-Sabilillah, di kawasan Kedu? Selatan. Kemudian, pasukan ini disebut sebagai Angkatan Oemat Islam.

Siapakah sebenarnya Kiai Mahfudh Abdurrahman? Mengapa ia dianggap pemberontak dalam narasi sejarah militer negeri ini?

KH Mahfudh Sumolangu, Pejuang Komandan Angkatan Oemat Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
KH Mahfudh Sumolangu, Pejuang Komandan Angkatan Oemat Islam (Sumber Gambar : Nu Online)

KH Mahfudh Sumolangu, Pejuang Komandan Angkatan Oemat Islam

Kiai Mahfudh al-Hasani merupakan putra dari Syekh as-Sayid Abdurrahman bin Ibrahim al-Hasani. Ia merupakan keturunan dari Syeikh as-Sayid Abdul Kahfi al-Hasani, yang merupakan keturunan ke-10 dari Sayyid Abdul Qodir al-Jilani al-Hasani. Jika dirunut silsilahnya, yakni sebagai berikut:? Kiai Mahfudh bin Abdurrahman bin Ibrahim (Syekh Abdul Kahfi ats-Tsani) bin Muhammad bin Zainal Abidin bin Yusuf bin Abdul Hannan bin Zakariya bin Abdul Mannan bin Hasan bin Yusuf bin Jawahir bin Muhtarom bin Syekh Sayyid Muhammad Ishom a-Hasani (Syekh Abdul Kahfi Awwal).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kiai Mahfudh lahir di kompleks pesantren al-Kahfi pada 27 Rajab 1319/9 November 1901. Ia memiliki tiga saudara, yakni Syekh Sayyid Thoifur al-Hasani dan Syarifah Ghonimah al-Hasani serta 6 saudara seayah lain ibu.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pada usai 7 tahun, Kiai Mahfudh sudah hafal al-Qur’an. Ia juga menghafal hadist Arbain Nawawi. Ketika usai 16 tahun, Mahfudh remaja mendapat izin ayahandanya untuk mondok di pesantren Tremas Pacitan, yang diasuh Kiai Dimyati. Ketika ngaji di Tremas, Kiai Mahfudh menyusun dua kitab: al-Fawaidus Sharfiyyah (kitab sharaf) dan al-Burhanul Qathi’ (fiqh madzhab Syafi’i), yang diselesaikan pada Ramadhan 1336 H (Juni 1918). Setelah ngaji di Tremas, Kiai Mahfudh kemudian meneruskan belajarnya di pesantren Jamsaren Solo, serta pesantren Darussalam

Watucongol, Muntilan, Magelang.

?

Ayahanda Kiai Mahfudh, yakni Syekh Abdurrahman bin Ibrahim merupakan kiai ‘alim yang menguasai banyak ilmu. Beliau berhaluan Ahlussunnah wal-Jama’ah, mengikuti fiqh madzhab Malikiyyah, dan penganut Tariqah as-Syadziliyyah. Akan tetapi, Syekh Abdurrahman menyarankan putranya untuk menganut fiqh madzhab Syafi’i. Karena, madzhab Syafi’i banyak dianut oleh warga muslim Indonesia, dan cocok dengan kultur orang Indonesia.

Menggerakkan Santri

Kiai Mahfudh termasuk sosok ulama yang inovatif dan menginspirasi parasantri. Selain keilmuan agama dan tasawuf yang mendalam, Kiai Mahfudh juga menggerakkan santri di bidang pertanian dan perekonomian. Hal ini, dimaksudkan agar para santri dapat mandiri di hadapan rezim kolonial? pada masa itu. Pada tahun 1940an, Kiai Mahfudh menggerakkan bermacam usaha, di antaranya pengolahan kopra, industri minyak goreng, pemintalan benang, produksi madu, pabrik rokok, perdagangan kayu jati, dan pemilik penggilingan padi. Pada waktu itu, usaha-usaha yang dirintis Kiai? Mahfudh menjadikan santri-santri dan penduduk di kawasan Kebumen memperoleh manfaat positif.

Ketika menjelang kemerdekaan, Kiai Mahfudh juga bergerak untuk melawan kolonial. Beliau sering bertukar pikiran dengan Syekh Hasyim Asy’arie melalui surat menyurat. Kiai Mahfudh juga akrab dengan Kiai Wahid Hasyim, putra Syekh Hasyim Asy’arie. Dengan demikian, Kiai Mahfudh merupakan salah satu tokoh kunci yang menggerakkan santri dalam menjemput kemerdekaan. Nasionalisme Kiai Mahfudh menjadi catatan penting bagi pergerakan kaum santri, terutama di kawasan Kedu Selatan, dalam melawan penjajah, baik sebelum proklamasi kemerdekaan, maupun? sesudahnya.

Kiai Mahfudh juga aktif berjuang di medan pertempuran dan memiliki strategi jitu dalam mengorganisasi pasukan. Ia membentuk laskar santri, dalam barisan Angkatan Oemat Islam. AOI terbentuk pada 27 Ramadhan 1346 H/ 4 September 1945. Pada waktu itu, tentara nasional sebagai pasukan militer Negara Indonesia belum sepenuhnya solid. Masa awal kemerdekaan, masih dalam transisi kepemimpinan, ekonomi dan konsolidasi pasukan militer. Pasukan-pasukan militer yang terdiri dari berbagai latar belakang ideologi, golongan dan etnis, masih tercerai berai. Pasukan? yang dikomando Panglima Soedirman juga masih menata barisan. Hal ini, sebagaimana tercatat dalam thesis Atik Maskanatun Ni’amah (2013), “Biografi Syaikh Mahfudh al-Hasani Somalangu Kebumen (1901-1950)”.

Pemimpin Militer

Menurut Gus Dur, Angkatan Oemat Islam (AOI) muncul akibat kebijakan pimpinan militer (APRIS) pasca pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949. Kebijakan ini menghendaki peleburan laskar-laskar perlawanan ke dalam APRIS setelah usainya perang kemerdekaan. Namun, peleburan itu dengan? misi bahwa hanya orang-orang yang mendapat pendidikan ‘Sekolah Umum Belanda’ saja yang menduduki jabatan komandan Batalyon. Pada konteks ini, Syekh Mahfudh Abdurrahman berminat menjadi komandan batalyon ini, yang akan dibentuk dan bermarkas di Purworejo. Akan tetapi, karena alasan ijazah dan kebijakan pemerintah yang tidak memberikan ruang negosiasi, maka karier Kiai Mahfudh terhalang. Akhirnya, yang menjadi Komandan Batalyon adalah pemuda bernama Ahmad Yani.

Akar sejatinya adalah kebijakan Re-Ra (restrukturisasi dan rasionalisasi) yang digelorakan Kabinet Hatta pada 1948. Kebijakan ini, atas usulan Wakil Panglima Besar AH Nasution. Melalui program Rera, personil Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan dipangkas menjadi separuh? dari seluruh personil, dengan kualifikasi khusus yakni mereka yang memiliki ijazah. Mereka yang mendapat pendidikan militer di zaman Belanda dan Jepang mendapat prioritas, karena memiliki persyaratan administratif. Akan tetapi, kalangan santri tidak mendapatkan tempat dan

disingkirkan dari jalur karier militer. Padahal, laskar-laskar santri berperan penting dalam perang kemerdekaan.

Syekh Mahfudh Abdurrahman risau dengan hal ini. Ia mengomando lebih dari 10.000 pasukan dan sekitar 30.000 massa tambahan yang menguatkan barisan laskar. Kiai Mahfudh ingin agar pasukannya dapat diakomodir oleh kebijakan negara, mengingat jasa penting dan kegigihan melawan penjajah pada masa kemerdekaan. Pasukan Angkatan Oemat Islam (AOI) merasa tidak? diperhatikan oleh pemerintah. Mereka memang sebagian besar dari kalangan santri dan petani, yang tidak memiliki akses pendidikan formal. Padahal, ketika pasukan NICA menyerbu berbagai kawasan di Jawa Tengah, pasukan AOI dengan gigih melawan penjajah. Sebagai Ketua PPRK (Panitia

Pertahanan Rakyat Kebumen) yang berkedudukan di bawah Bupati Kebumen, Kiai Mahfudh mengerakkan pasukannya di garda depan menghadapi NICA. Pasukan AOI menjaga garis demarkasi Sungai Kemit, Gombong Timur (Kuntowijoyo, 1970).

Ketika menjaga demarkasi barat Yogyakarta—ketika menjadi Ibu Kota RI—Kiai Mahfudh sempat was-was karena demarkasi timur, di kawasan Madiun terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR) pimpinan Amir Syarifuddin. Tentu saja, peristiwa Madiun pada 1948? menguras energi laskar, tentara dan rakyat. Kiai Mahfudh merasa bahwa NICA akan memanfaatkan situasi ini dengan menjebol demarkasi Sungai Kemit dan menyerbu Yogyakarta, agar RI jatuh ke tangan Belanda. Pada 18 Desember 1948, tentara NICA menggelar kampanye militer Doortot? naar Djokdja. Kampanye militer ini berhasil menawan Soekarno-Hatta, sebagai pemimpin Republik Indonesia. Operasi militer NICA ini, membuat pasukan TNI dan laskar-laskar tercerai berai. Kemudian, setelah peristiwa ini, terjadi penandatanganan kesepakatan di Istana Rijswik, pada 27 Desember 1949. Kesepakatan ini, merupakan lanjutan dari Konferensi Meja Bundar, dengan rumusan pendirian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang didukung APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) sebagai tentara nasional. Tentu saja, kesepakatan ini membawa masalah tersendiri bagi pasukan-pasukan militer yang telah terkoordinasi pada era sebelumnya.

Pasukan AOI mendapat tawaran dari APRIS untuk bergabung. Kiai Mahfudh menolak bergabung, karena melihat bahwa kebijakan Rera merugikan laskar-laskar dan terutama AOI. Setidaknya, ada empat ancaman pasca kebijakan Rera: (1) ancaman eksistensi organisasi, (2) ancaman kehilangan posisi sosial ekonomi, (3) ancaman kehilangan posisi politis (4) ancaman kehilangan posisi budaya. Kiai Mahfudh sebenarnya sudah tidak memikirkan tentang karier militer atau posisinya sebagai komandan laskar. Akan tetapi, nasib puluhan ribu pasukan dan simpatisan laskar Hizbullah-Sabilillah, dan Pasukan AOI di kawasan Kedu Selatan menjadi keprihatinan Kiai Mahfudh. AOI pada masa itu, memiliki pengaruh besar di Wonosobo, Banjarnegara, Cilacap, Kebumen dan Purworejo. Bahkan, kharisma Kiai Mahfudh melebihi otoritas pejabat Bupati Kebumen pada masa itu, RM

Istikno Sosrobusono (Widiyanta, 1999).

Meski pasukan AOI sudah bergabung dengan Batalyon Lemah Lanang, akan tetapi masalah tidak berhenti. Para pasukan AOI yang memiliki prinsip keagamaan kuat, berbeda tradisi dengan pasukan didikan Militarie Academie Hindia Belanda, yang menjadi pasukan APRIS. Akibatnya, terjadi perkelahian antar pasukan, hingga satu pasukan AOI meninggal. Kolonel Sarbini di Magelang, menganggap peristiwa ini sebagai percikan pemberontakan.

Menurut keterangan Kiai Afifuddin (kerabat Kiai Mahfudh), hingga menjelang 1 Agustus 1950, Kiai Mahfudh sama sekali tidak menyiapkan konsep-konsep untuk mendirikan negara tersendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Kiai Mahfudh hanya ingin memperluas kawasan kepoetihan, semacam kawasan kaum muslim untuk memperluas interaksi komunitas. Akan tetapi, pembicaraan tentang ide Kiai Mahfudh ini juga tidak ada tindak lanjutnya. Pertemuan para pimpinan Batalyon 423 dan 426 (berasal dari laskar Hizbullah-Sabilillah), hanya ditujukan sebagai pertemuan untuk membahas kebijakan Rera dari pemerintah. Maka, dapat dibayangkan, betapa Kiai Mahfudh sangat kaget ketika pesantren Sumolangu diserbu oleh pasukan

TNI, pada pagi hari 1 Agustus 1950. Bangunan pesantren dan rumah-rumah penduduk di kawasan Sumolangu, Candiwulan dan Candimulyo serta kawasan sekitarnya menjadi rusak. Masjid kuno yang berusia lebih 400 tahun juga mengalami kerusakan parah. Arsip-arsip dibakar. Sekitar 1000 orang tewas pada hari itu.

Kejadian ini, membawa luka mendalam bagi pengikut-pengikut Kiai Mahfudh yang berhasil meloloskan diri. Mereka kemudian membangkitkan perlawanan dengan pasukan Batalyon Lemah Lanang, yang kemudian bergabung dengan sisa-sisa Batalyon 426 dan 423 MMC (Merabu Merapi Complex) di kawasan Gunung Slamet. Inilah yang kemudian menjadi stigma Kiai Mahfudh dan? pengikutnya semakin memburuk di hadapan pemerintah. Buku-buku sejarah yang ditulis setelah peristiwa ini, dalam sudut pandang militer, memandang Kiai Mahfudh dan pasukannya sebagai pemberontak. Padahal, yang sebenarnya terjadi, adalah intrik politik dan kepentingan para elite? militer dalam misi Rera, yang ingin menyingkirkan kaum santri dalam peta militer negeri ini.

Kiprah Angkatan Oemat Islam (AOI) sebagai laskar pejuang untuk menegakkan NKRI di kawasan Kedu Selatan perlu ditulis ulang dengan sudut pandang sejarah yang sebenarnya. AOI selama ini dianggap sebagai pemberontak dan memiliki jaringan dengan orang-orang komunis. Tentu saja, hal ini merupakan pandangan yang salah, mengingat kiprah AOI di bawah komando Kiai Mahfudh Abdurrahman sangat gigih membela NKRI. (Munawir Aziz)

Referensi:

AN Ni’amah, Biografi Syaikh Mahfudh Al-Hasani Somalangu Kebumen (1901 M-1950 M) [1], Thesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.

A Zuhriyah, Angkatan Oemat Islam (Aoi): Studi Historis Gerakan Radikal Di Kebumen 1945-1950 [2], Thesis Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.

D Widiyanta, Angkatan Oemat Islam 1945-1950: studi tentang Gerakan Sosial di Kebumen, Jakarta: FIB-Universitas Indonesia, 1999.

Kuntowijoyo, Angkatan Oemat Islam 1945-1950: Beberapa Tjatatan Tentang Pergerakan Sosial, Yogyakarta: UGM, 1970.

Munawir Aziz, Wakil Sekretaris LTN PBNU, Periset Islam Nusantara :::: Twitter: @Moenawiraziz. Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Olahraga, AlaSantri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sedekah Oksigen Gusdurian di Empat Pesantren

Way Kanan, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Himpunan dana dari para dermawan yang berpartisipasi dalam gerakan "Sedekah Oksigen" diinisiasi Gusdurian Lampung bisa digunakan untuk membeli pohon buah bernilai ekonomi untuk ditanam di empat pesantren di Kabupaten Way Kanan.

Sedekah Oksigen Gusdurian di Empat Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Sedekah Oksigen Gusdurian di Empat Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Sedekah Oksigen Gusdurian di Empat Pesantren

"Dari target menanam 50 pohon buah di Pesantren Assiddiqiyah 11, Labuhan Jaya, Gunung Labuhan pada Ramadhan ini, sedekah yang masuk ke rekening penyelenggara tercatat bisa digunakan untuk membeli 200 pohon," ujar Ketua Alumni Bimbingan Belajar Pasca Ujian Nasional (BPUN) 2016 PC Ansor Way Kanan, Riky Ryan Saputra, di Blambangan Umpu, Ahad (19/6).

Jika ditambah komitmen para dermawan yang akan berpartisipasi pasca Idul Fitri, maka insyaallah bisa digunakan untuk membeli 300 tanaman buah.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Capaian tersebut tentu membanggakan dan sepatutnya menjadi penyemangat bagi kami agar 14 pesantren perlu pendampingan ekonomi di 14 kecamatan yang ada di Way Kanan, masing-masing bisa menerima 50 pohon buah," katanya lagi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pada mulanya, "Sedekah Oksigen" difokuskan pada tanaman alpukat jenis mentega yang bisa dipanen setelah empat tahun tanam.

Namun pada perkembangannya, mendengar saran dan masukan serta permintaan beberapa pesantren yang beragam, "Sedekah Oksigen" tidak hanya menanam pohon alpukat jenis mentega, tapi juga kelengkeng aroma durian dan nangka dak (persilangan nangka dan cempedak) yang bisa dua tahun panen pasca ditanam, serta mangga thailand yang bisa dipanen satu tahun setelah ditanam kendati pohon masih berukuran satu meter.

Untuk diketahui, "Sedekah Oksigen" adalah gerakan menanam pohon buah bernilai ekonomi di pesantren. Salah satu tujuan gerakan ini adalah pesantren bisa mandiri.

Satu pohon buah bisa dibeli seharga Rp50 ribu. Diambil dari pembudidaya teruji di Pekalongan, Kota Metro yang direkomendasikan Wakil Bendahara PCNU Way Kanan dr Yusuf J Mustofa.

Bagi yang berminat "Sedekah Oksigen" bisa menghubungi nomor 081540890056, 085367282712, atau 082279005826. Sedekah bisa disalurkan ke rekening: BNI 0426013904 atas nama Anisa Yuliani atau BRI: 035701112732504 AN Disisi Saidi Fatah.

"Rencana awal menanam pohon di Pesantren Assiddiqiyah 11 adalah 19 Juni 2016, namun karena ada sedikit kendala kami undur pada Jumat, 24 Juni 2016. Kami mohon maaf kepada para dermawan atas kemunduran waktu penanaman," pungkas Riky. (Samsul Bahri/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tokoh, Amalan, Anti Hoax PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 20 November 2017

Puasa dalam perjalanan

Seorang musafir yang menempuh perjalanan dengan jarak sampai pada batas minimal diperbolehkannya untuk men-Jamak dan men-Qashar shalat(ada beberapa pendapt ulama tentang jarak diperbolehkannya melakukan qashar, mayoritas ulama menggunakan patokan 120 km, tetapi menurut sebagian yang lain 80 km atau 90 km ) fardu, maka boleh baginya untuk memilih antara berpuasa atau berbuka. Dan yang harus diperhatikan, apabila  orang yang melakukan perjalanan itu dalam satu rombongan (orang banyak), maka satu dengan yang lainnya tidak boleh saling mencela

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Sesungguhnya Hamzah bin Amr al-Aslami berkata pada Nabi s.a.w: “apakah aku boleh berpuasa dalam bepergian (ia adalah orang yang banyak berpuasa)? Beliau menjawab: barang siapa yang ingin berpuasa maka berpuasalah, dan siapa yang ingin berbuka, berbukalah”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1807 dan Muslim: 1889. Teks hadits riwayat al-Bukhari) 

Puasa dalam perjalanan (Sumber Gambar : Nu Online)
Puasa dalam perjalanan (Sumber Gambar : Nu Online)

Puasa dalam perjalanan

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 

“Rasulullah s.a.w. berada dalam perjalanan, kemudian Beliau melihat banyak orang berdesak-desakan dan ada pula seseorang yang dipayungi, Beliau bertanya: “kenapa dia?” mereka menjawab: “ia sedang berpuasa”. Beliau bersabda: “berpuasa dalam perjalanan (yang sangat memberatkan) itu tidak termasuk kebajikan”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1810)

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 

“Kami bepergian bersama Nabi s.a.w, orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1811 dan Muslim: 1880). Teks hadits riwayat al-Bukhari.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah





PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ubudiyah, Aswaja, Ulama PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Bagi Gus Dur, NU adalah Gerakan Spiritual

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kata "nahdlah" dalam “nahdlatul ulama”, terinspirasi dari sebuah kalimat yang tertulis dalam kitab al-HikamLa tashhab man la yunhidluka haluhu wala yadulluka alallahi maqalu.” Janganlah berteman dengan orang yang perilaku dan kata-katanya tidak bisa membangkitkan dirimu kepada Allah. Dari kata "la? yunhidluka" (tidak membangkitkan) inilah, nama Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama) berasal.

Bagi Gus Dur, NU adalah Gerakan Spiritual (Sumber Gambar : Nu Online)
Bagi Gus Dur, NU adalah Gerakan Spiritual (Sumber Gambar : Nu Online)

Bagi Gus Dur, NU adalah Gerakan Spiritual

Demikian percikan pemikiran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang NU yang dipaparkan Syaiful Arif, pada kegiatan bertajuk “Kursus Pemikiran Gus Dur” di Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren (PSPP), Ciputat, Sabtu (2/6) kemarin.

“NU adalah gerakan spiritual karena basis pergerakannya ada di pesantren. Sebagai lembaga pendidikan sekaligus perwujudan kultural Islam, pesantren memiliki corak keislaman fiqh-sufistik. Jadi ketaatan fiqhiyah yang dilambari oleh kedalaman tasawuf. Makanya kitab bergenre fiqh-sufistik seperti al-Hikam di atas, atau Bidayatul Hidayah karya Imam al-Ghazali merupakan kitab favorit di kalangan pesantren dan NU,” demikian Arif.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dengan corak fiqh-sufistik ini, menurutnya, NU memiliki pandangan fiqhiyah yang tidak hitam-putih. Hal ini yang melahirkan pemikiran kenegaraan moderat, yang menempatkan “kaca mata fiqh” sebagai standar keabsahan persoalan politik. Pancasila misalnya diterima NU setelah yakin bahwa ideologi negara ini tidak akan mengganti agama, serta tidak ditempatkan sebagai agama. Maka, Pancasila kemudian ditempatkan sebagai landasan konstitusi sementara Islam tetap diposisikan sebagai akidah. Pemikiran yang strategis seperti ini tentu tidak mungkin dicetuskan oleh kalangan puritan yang melulu berpegang pada hukum Islam, minus spiritualitas Islam.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Syaiful Arif yang merupakan alumni Pesantren Ciganjur serta penulis buku "Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif (2009)" ini menjelaskan “wasiat” Gus Dur bagi masa depan NU. Dalam hal ini Gus Dur menyatakan, “NU harus mampu merumuskan konsensus nasional yang baru tentang posisi Islam dalam kehidupan berbangsa. Caranya melalui pengintegrasian perjuangan Islam ke dalam perjuangan nasional, dengan menempatkan perjuangan Islam dalam konteks demokratisasi jangka panjang."

Untuk peran ini, NU memiliki dua modal besar, yakni kekayaan kultural dan pengalaman politik yang beragam. Ketidakmampuan untuk menggunakan dua modal tersebut, akan menempatkan NU pada pinggiran sejarah dan irrelevansi dirinya secara bertahap”. Wasiat ini termaktub dalam tulisan Gus Dur: NU dan Islam di Indonesia Dewasa ini? yang pernah dimuat di Jurnal Prisma (April 1984).

Kursus Pemikiran Gus Dur yang sudah berjalan enam kali ini dilaksanakan setiap sabtu jam 13.00 WIB di PSPP, Jl. Kertamukti Gg. H. Nipan 107, Pisangan Ciputat. Kursus ini akan berlangsung selama sembilan kali, dan bermuara pada perumusan silabus mata kuliah Gus Dur. Dengan silabus ini, mata kuliah Gus Dur akan diajarkan di perguruan tinggi agar pemikiran mantan Ketua Umum PBNU ini tidak lenyap ditelan sejarah.?

Redaktur ? ? : A. Khoirul Anam

Kontributor: Muhammad Idris Mas’udi?

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Pertandingan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Paradigma Penulisan Sejarah NU Perlu Dirubah

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Selama ini, sejarah tentang NU lebih banyak ditulis oleh para peneliti dari kalangan non NU, para orientalis dan pengikutnya. Dalam pandangan mereka, NU dicitrakan sebagai organisasi yang bersifat Jawa yang oportunis, koservatif serta agraris yang tidak rasional. Keadaan ini perlu dirubah dengan melakukan perubahan paradigma penulisan sejarah NU yang dilakukan kalangan sendiri yang bisa mencitrakan NU sesuai dengan apa adanya dengan data serta argumen yang memadai.

Lembaga Ta’lief Wan Nasr (LTN NU) atau Lembaga Penelitian dan Pengembangan Informasi NU mempresentasikan hasil penelitian yang dilakukan oleh timnya di daerah Minang, Sunda dan Sasak di Gd. PBNU (22/8). Penelitian merupakan upaya untuk melihat sejarah NU dari sudut pandang orang NU sendiri. Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Enceng Sobirin, Abdul Aziz Ahmad, Mun’im Dz, dan Adnan Anwar

“Walaupun dianggap tradisional, tetapi NU punya daya tahan sehingga bisa terus berkembang, ketika organisasi serupa sudah berguguran. Kekuatan itu tidak pernah diteliti, hanya kelemahan saja yang dicari,” tandas Ketua LTN NU Mun’im Dz (22/8).

Penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke daerah-daerah tersebut lebih memfokuskan pada dinamika internal, yaitu bagaimana para tokoh NU mencitrakan dirinya serta memaknai tindakannya serta menjelaskan argumennya sesuai dengan rasionalitas kaum nahdliyyin.

“Dengan pendekatan tersebut berbagai data bisa ditemukan, berbagai informasi didapatkan, beberapa pengalaman para tokoh dan saksi bisa diungkapkan dan dijadikan sumber utama penulisan,” tambahnya.

Dengan adanya sumber alternatif ini, buku babon tentang NU yang sudah dianggap klasik hanya dijadikan sumber sampingan, bahkan tidak sedikit yang terpaksa dibuang, diganti dengan sumber yang lebih orisinil dan lebih valid. Dengan cara demikian, citra NU bisa ditampakkan dan NU luar Jawa yang selama ini diabaikan juga bisa diperlihatkan eksistensi dan pengaruhnya terhadap NU Indonesia.

Budaya NU memiliki keragaman yang luas sesuai dengan lokalitasnya masing-masing. Dimanapun, baik di Jawa maupun luar Jawa, NU memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan diri dengan budaya lokal.

Di Sumatra Barat, NU berinteraksi erat dengan Perti, sementara di Sumatra Utara memiliki kesamaan cultural dengan jam’iyah Al Washiliyah. Di Sunda NU beraliansi dengan Mathla’ul Anwar sedangkan di NTB dengan Nahdlatul Wathon. Demikian juga, di Sulawesi bahu-membahu dengan Al-Khairat.

Mun’im yang juga peneliti di LP3Es tersebut menjelaskan selama berada di tiga daerah tersebut, para pimpinan NU lokal memberi sambutan yang luar biasa dengan memberikan data dan waktunya. Selama ini mereka sendiri kurang faham tentang sejarah NU di lingkungannya, bahkan banyak diantara tokohnya yang malah menulis sejarah tokoh dari ormas lainnya.

Hasil penelitian ini akan terus disempurnakan, baik dengan melakukan penelitian lebih lanjut atau mengundang para ahli untuk berdiskusi. Jika sudah dianggap memadai, penelitian ini akan diterbitkan dalam bentuk buku.(mkf)

 

 

 

 

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul, Kiai PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Paradigma Penulisan Sejarah NU Perlu Dirubah (Sumber Gambar : Nu Online)
Paradigma Penulisan Sejarah NU Perlu Dirubah (Sumber Gambar : Nu Online)

Paradigma Penulisan Sejarah NU Perlu Dirubah

Minggu, 19 November 2017

Jangan Kebencian kepada Pihak Berbeda Membuatmu Tak Adil

Bandarlampung, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Siapa pun yang termasuk umat Islam di mana pun berada, merasa sebagai mayoritas atau minoritas, dalam pergaulan dengan sesamanya atau dengan nonmuslim, wajib mendahulukan akhlak yang mulia. Seperti wajibnya bersopan santun dalam menulis, bertutur kata maupun dalam bersikap.

Jangan Kebencian kepada Pihak Berbeda Membuatmu Tak Adil (Sumber Gambar : Nu Online)
Jangan Kebencian kepada Pihak Berbeda Membuatmu Tak Adil (Sumber Gambar : Nu Online)

Jangan Kebencian kepada Pihak Berbeda Membuatmu Tak Adil

Dalam berbeda pendapat saat berdebat pun umat Islam harus lebih santun. Sikap sebaliknya seperti kasar dan menyakiti hati dalam tulisan, perkataan atau perbuatan justru selain pasti menodai kehormatan pribadinya sebagai muslim juga memporak-porandakan keharmonisan antarsesama.

Demikian dinyatakan Rais Syuriyah PBNU H. Ahmad Ishomuddin atau yang akrab dipanggil Gus Ishom melalui akun media sosial miliknya, Ahad (9/10).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menurutnya, sikap dasar yang mestinya dipegang siapa saja sebagai penganut agama apa pun, dalam setiap pergaulan antarmereka adalah memandang orang lain dengan pandangan kasih sayang atau penghormatan, bukan hubungan yang dilandasi oleh kebencian, rasa curiga dan apalagi saling merendahkan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Memupuk kebencian dan dendam kesumat karena tidak menghargai perbedaan sebagai takdir Tuhan yang tidak terhindarkan itu akan berbuah permusuhan atau bahkan pertumpahan darah yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi kehidupan bersama," tegasnya.

Gus Ishom menilai keliru seorang Muslim yang dalam pergaulannya berupaya memaksakan pendapat dan kehendaknya kepada orang lain karena merasa paling suci dan benar, sebagaimana sangat keliru jika sampai memaksa nonmuslim untuk berkeyakinan sama dengan dirinya.

Perbedaan keyakinan dan agama atau tafsirnya, menurut kiai muda ini, seharusnya tidak meniscayakan terjadinya ketegangan, saling curiga apalagi saling bermusuhan. Oleh karena itu, sikap moderat atau tawassuth dalam beragama perlu terus dipupuk.

Ia mencontohkan bahwa vonis kafir itu seringkali dilontarkan kepada sesama Muslim oleh orang-orang yang kurang berilmu namun memiliki semangat beragama yang terlalu melambung tinggi. Padahal, vonis kafir kepada siapa pun itu tidak pernah membawa manfaat apa pun, kecuali hanya membuahkan saling bermusuhan dan menebar kebencian.

"Jika pun tak mampu menghindari rasa benci, namun janganlah berlebihan dalam membenci seseorang atau kelompok lain. Sebagaimana kecintaan yang berlebihan pun mampu membuat kita kehilangan sikap adil menjadi dzalim kepada orang lain," tambahnya.

Lebih lanjut Ia mengingatkan bahwa kebencian yang berlebihan itu membuat kita menjadi mudah berdusta, tidak jujur dan tidak pula obyektif dalam menilai pernyataan dan kinerja orang lain, menutupi kebenaran dan mengingkari prestasi-prestasi positif yang nyata-nyata dilakukan oleh pihak lain.

"Setiap kebencian karena kedengkian itu menimbulkan kegaduhan, fitnah dan mengungkapkan keburukan-keburukan yang bahkan sebenarnya tidak pernah dimaksudkan atau dilakukan oleh orang lain itu," pungkasnya. (Muhammad Faizin/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah IMNU, Pertandingan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sisi Baik dan Sisi Buruk Para Tokoh

Setiap manusia normal tentu memiliki sisi baik dan sisi buruk. Terdengar klise memang, tetapi sering kali kita melupakan hal ini sehingga kita menjadi fanatik cinta dan fanatik benci. Tengoklah para pelaku sejarah, kehebatan ataupun kejelekannya tergantung siapa yang menuliskannya. Yang mengagumi tentu memujanya, dan yang membencinya tentu rajin mencari-cari kesalahannya.

Ambil contoh Amru bin Ash. Saya pernah datang ke Masjid Amru bin Ash di Mesir. Beliau seorang sahabat Nabi yang memeluk Islam pada tahun kedelapan Hijriah. Berkecamuk perasaan: saya membaca buku sejarah bagaimana siasat yang digunakan Amru bin Ash dalam peristiwa tahkim yang menyudahi perang siffin antara Khalifah Ali dan Gubernur Muawiyah. Singkat cerita, beliau seorang politisi yang menyalahi kesepakatan.

Sisi Baik dan Sisi Buruk Para Tokoh (Sumber Gambar : Nu Online)
Sisi Baik dan Sisi Buruk Para Tokoh (Sumber Gambar : Nu Online)

Sisi Baik dan Sisi Buruk Para Tokoh

Namun buku sejarah juga bercerita bagaimana sumbangsihnya yang luar biasa terhadap Islam. Rasulullah mengirimnya ke Oman dan berhasil mengislamkan pemimpin di sana. Khalifah Abu Bakar mengirimnya ke Palestina dan setelah merebut kota suci itu dari Byzantium lalu menjadi Emir di sana. Khalifah Umar mengirimnya membebaskan Mesir dan menjadikannya Gubernur. Masjid Amru bin Ash yang saya ziarahi tahun 2012 itu merupakan lokasi tempat beliau berkemah di kota Fustat, Mesir, dan itu adalah Masjid pertama yang berdiri di Afrika.

Bagaimana kemudian saya harus menilai Amru bin Ash: seorang politisi busuk atau seorang pahlawan Islam? Saya menyudahi kebimbangan saya dengan menunaikan shalat di Masjid Amru bin Ash yang sangat bersejarah itu seraya mendoakan kebaikannya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Bagaimana pula dengan al-Hajjaj bin Yusuf, Gubernur Iraq pada masa Dinasti Umayyah berkuasa? Inilah Panglima Perang yang memborbardir Mekkah dengan panah api ketika terjadi bentrokan dengan Abdullah bin Zubair. Tindakan al-Hajjaj bukan saja membunuh banyak penduduk Mekkah, namun juga turut membakar Kabah.

Saat al-Hajjaj menjadi Gubernur diangkat oleh Khalifah Marwan, sejarah mencatat berbagai kekejian dan kekejaman yang dilakukannya. Selain membunuh sahabat Nabi Abdullah bin Zubair, al-Hajjaj juga membunuh 2 sahabat lainnya: Jabir bin Abdullah, Kumail bin Ziad dan satu ulama besar yaitu Said bin Jubair. Pada gilirannya, wafatnya al-Hajjaj disambut suka cita oleh para ulama dan rakyat. Mereka lega bisa terbebas dari kekejaman al-Hajjaj.

Namun demikian dikabarkan bahwa al-Hajjaj itu sangat bagus hafalannya terhadap al-Quran. Bukan cuma itu sejarah juga mencatat jasanya yang menambahkan baris tanda baca dalam mushaf al-Quran sehingga memudahkan kita semua sampai sekarang. Itu artinya, setiap Muslim yang membaca mushaf al-Quran pahalanya akan mengalir sampai ke al-Hajjaj. Subhanallah.

Al-Hajjaj juga berjasa mengirim jenderal dan pasukannya memperluas wilayah kerajaan Islam. Beliau juga memperhatikan soal ekonomi dengan mencetak mata uang sendiri, dan tidak lagi menggunakan mata uang peninggalan Byzantium dan Sasanid. Dia juga menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di Iraq, menggantikan bahasa Parsi. Ekspedisi militer, konsolidasi ekonomi umat dan penguatan bahasa merupakan sumbangsih al-Hajjaj.

Sekali lagi, sejarah selalu menceritakan sisi baik dan sisi buruk. Pelajari hal-hal baik dari para tokoh besar di masa lampau, dan jangan ulangi kekeliruan yang telah mereka lakukan.

Dan bagaimana nasib para tokoh seperti Amru bin Ash dan al-Hajjaj kelak di akhirat? Tentu itu hak prerogatif Allah untuk menentukannya. Bukan wilayah kita untuk memberikan keputusan. Lebih baik kita fokus pada keburukan kita sendiri ketimbang sibuk membicarakan keburukan orang lain. Ngaca yuk...

Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amalan PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah