Kamis, 05 Maret 2015

Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah

Kondisi pendidikan di Tanah Air masih menyiratkan banyak pertanyaan. Sejumlah gugatan teralamat kepada beragam persoalan, mulai dari ideologi nasional, pemerataan kebijakan, penataan kurikulum, penerapan standar kelulusan, hingga kesejahteraan guru dan kelayakan gedung sekolah.

Sebagai ormas Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) adalah unsur signifikan yang perlu mendapat sorotan. Populasi warganya yang membludak dan mayoritas dinilai cukup menentukan sekaligus menjadi alat ukur untuk membaca kondisi umum pendidikan nasional, utamanya yang menimpa pendidikan berlembaga swasta dan berbasis keagamaan. Bagaimana sesungguhnya kondisi lembaga pendidikan (dasar) NU di tengah pusaran kebijakan nasional? Berikut hasil wawancara Mahbib Khoiron dari PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU) Masduki Baidlawi.

Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah (Sumber Gambar : Nu Online)
Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah (Sumber Gambar : Nu Online)

Maarif NU, Jembatan Sekolah dengan Pemerintah

Posisi LP Ma’arif NU dalam Sistem Pendidikan Nasional seperti apa?. Posisi Ma’arif (baca: LP Ma’arif NU, red) dengan 12.000 lembaga pendidikan yang dimiliki dalam sistem pendidikan nasional masih sangat inferior. Posisinya ada di pinggir. Kalau kita berbicara di pinggir itu bukan dalam konteks kuantitas atau jumlah lembaga pendidikan, tetapi kita berbicara dalam konteks mutu pendidikan.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Mengapa saya katakan di pinggir? Karena data terakhir dari penelitian perwakilan UNESCO yang ada di Jakarta pada tahun 2011 lalu menyatakan bahwa output pendidikan nasional kita secara keseluruhan itu hanya ada 6 % yang mampu bersaing secara internasional atau global. Mereka adalah hasil lulusan sekolah-sekolah yang memang dirancang untuk go internasional. Mereka adalah yang sering diwacanakan dengan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) atau sekolah-sekolah internasional yang diselenggarakan atas kerjasama dengan asing. Sekolah-sekolah itu sengaja didesain untuk go global dan tentu biayanya sangat mahal. Dan itu bukan Ma’arif saya kira karena Ma’arif secara akses pendanaan tidak memadai.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kemudian, ada 24 % dari output pendidikan nasional kita itu sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP), sebagaimana dituangkan pada PP No.19 tahun 2005. Di situ ada delapan standar (isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan pengelolaan pendidikan, red). SNP itu merupakan satu ukuran pencapain mutu yang paling bawah. Jadi seumpama tingkat pendidikan itu 10, maka SNP itu baru tingkat 1. Maka sebenarnya, ketika kita berbicara yang 6 % itu, berarti grade-nya di atas SNP ini. Seluruh siswa diharapkan memenuhi SNP yang ditetapkan ini.

Lalu, sisanya 70 % adalah masih berada di SPM (Standar Pelayanan Minimal). Itu adalah sebuah konsep yang jauh dari SNP. Kalau kita tadi membahas output pendidikan paling bawah adalah SNP, maka SPM ini lebih parah lagi, yakni di bawah SNP.

Kalau ditanyakan di mana posisi Ma’arif itu? Ya di yang 70 % ini. Artinya, pemerintah perlu segera memberikan afirmasi pemihakan kepada yang 70 % ini. Kalau tidak, pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ini gagal menyelenggarakan pendidikan nasional karena hasilnya yang masih jauh dari SNP.

Kedua, hasil penelitian Dikbud sendiri terhadap mutu guru. Ternyata grade rata-rata guru kita itu di bawah 5, bahkan ada yang 3 atau 2. Yang terbaik dari guru-guru kita adalah guru-guru TK (Taman Kanak-Kanak). Ini untuk kemampuan guru dalam hal belajar-mengajar. Jadi kita itu prihatin. Dari sisi guru, kita di bawah standar, dari sisi murid juga di bawah standar.

Sekali lagi, kalau ditanya, di mana posisi Ma’arif, ya di situ. Terdapat 12.000 lembaga pendidikan yang posisinya di bawah standar minimal itu!

Perhatian pemerintah sejauh ini sampai mana?. Kalau pemihakan dalam artian good will saya kira ada. Cuma pemerintah banyak salah kaprah dalam penerapan kebijakan. Contohnya, UN (Ujian Nasional). UN itu mubazir. Bagaimana mau dilaksanakan UN kalau kondisinya seperti tadi. Gurunya nggak bermutu, murid-muridnya outputnya seperti itu. Mau dilaksanakan UN seperti apa, itu nggak ada gunanya. Karena, UN itu adalah kebijakan yang berorientasi pada hasil akhir dalam pendidikan. Padahal, dalam teori pendidikan itu kan ada input, proses, output, outcome dan seterusnya.

Yang terpenting dalam pendidikan adalah pendidikan sebagai proses. Sementara UN itu berada pada posisi output, hasil akhir. UN telah banyak menghabiskan ratusan miliar per tahun. Padahal posisi guru kayak gini, kondisi pendidikan kita seperti itu. Jadi, sebenarnya orientasi UN itu mubazir, nggak ada gunanya. Dan banyak sekali dana-dana mubazir kaya gitu, kurang tepat sasaran. Itu penglihatan dari segi dana pendidikan kita. Dan masih banyak lagi penggunaan dana-dana yang tidak efisien.

Terus  upaya LP Ma’arif sendiri menghadapi kondisi ini?. Lembaga Pendidikan Ma’arif dalam konteks hubungannya dengan pemerintah itu kan ada dua, yang satu ke Dikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, red) dan yang kedua ke Depag (Departemen Agama). Posisi Ma’arif itu kan sebenarnya jembatan. Jembatan antara sekolah yang ada dengan pemerintah. Posisi jembatan ini kita lakukan terus, tetapi belum maksimal. Sebab, baik Depag maupun Dikbud sampai saat ini belum menjadikan Ma’arif sebagai prioritas meskipun yang jadi menteri sekarang adalah kader-kader NU. Katanya, Pak Nuh (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh, red) itu NU, katanya Menteri Agama Suryadarma Ali itu NU, tetapi saya melihat beliau-beliau ini belum melihat Ma’arif sebagai lembaga pendidikan yang perlu mendapatkan pemihakan-pemihakan. Padahal, sudah selayaknya bahwa Ma’arif menjadi bagian dari pemihakan, karena selama ini kan yang dizalimi oleh negara adalah pendidikan swasta yang miskin seperti Ma’arif ini. 

Dengan adanya kader NU menjadi menteri, pemihakan itu seharusnya menjadi pasti kepada lembaga-lembaga pendidikan Ma’arif. Pak Nuh kalau berpidato di depan kalangan NU selalu menunjukkan komitmennya tentang utang pemerintah kepada NU, dan seterusnya. Tetapi dalam realisasinya tidak terjadi sebagaimana pidato-pidato yang beliau kemukakan di depan ulama-ulama NU. Kita berharap, pidato yang meluap-luap di depan para ulama itu dapat direalisasikan dalam bentuk pemihakan yang lebih konkret gitu. 

Sebagai lembaga pendidikan milik NU, apa yang dikembangkan secara khas oleh LP Ma’arif?. Kalau kita tadi bicara soal SNP sebagai “obat generik”, yang sama antara satu dengan yang lain, Ma’arif itu menginginkan di samping SNP itu harus ada kekhasan yang dimiliki. Makanya, inilah prioritas program yang hendak dirumuskan sebagai Standar Mutu Ma’arif. Standar Mutu Ma’arif itu, ya “SNP Plus”. “Plus” itu adalah kearifan-kearifan lokal NU. Salah satu kearifan itu, misalnya, ke-Aswaja-an dalam bentuk-bentuk yang sifatnya best practice. Kita sudah punya beberapa contoh, misalnya, RSBI Sekolah Menengah Kejuruan di Kebumen sudah mempunyai kekhasan-kekhasan seperti itu. Jadi pendidikannya unggul di satu sisi—artinya merupakan SMK-SMK terbaik di Jawa Tengah—tetapi di sisi lain punya kekhasan, di mana Aswaja diajarkan dalam bentuk praktikum, tidak hanya pengajaran Aswaja dalam bentuk teks atau yang diomongkan. Misalnya, guru-guru itu kalau mengajar mengaji harus secara fasih sehingga lulusan dari sekolah itu rata-rata mampu membaca al-Qur’an dengan fasih, bertajwid, dan lain sebagainya. 

Yang lainnya, upaya bagaimana siswa mengenal kesejarahan Aswaja dalam konteks kesejarahan nasional. Termasuk otomatis nilai-nilai ke-NU-an seperti tasamuh (toleransi), tawasuth (moderat) tawazun (seimbang), dan i’tidal (tegak) karena kita fokusnya pada pendidikan karakter. SNP Plus kekhasannya terletak di situ. 

Bagaimana Bapak melihat perkembangan pesantren yang terseret arus sistem pendidikan nasional sehingga mengalami penggerusan nilai dan materi kepesantrenan?. Salah satu kesalahan terbesar dari sistem pendidikan nasional kita itu bermula dari SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri. Itu terjadi waktu Mu’ti Ali sebagai Menteri Agama, Syarif Tayeb sebagai Menteri Pendidikan Nasional, dan Amir Mahmud sebagai Menteri Dalam Negeri di zaman Orde Baru. Jadi itu yang memaksa sekolah agama seperti Madrasah Aliyah dan pendidikan pesantren zaman Orde Baru mengkuti kurikulum nasional.

Kurikulum nasional itu sebenarnya adalah kurikulum yang dirumuskan secara sekuler. Setelah itu, mau nggak mau pesantren-pesantren harus merespon SKB Tiga Menteri itu. Dan kelemahan mendasar lain dari kurikulum nasional sejak dulu hingga sekarang bahwa watak kurikulum nasional itu tidak mampu menciptakan semangat entrepreneurship dari lulusannya. Lulusan-lulusan yang dihasilkan kurikulum nasional rata-rata mengarah pada keinginan menjadi pegawai negeri. Ia tidak menciptakan lulusan bagaimana menjadi kader bangsa dan bisa menjadi entrepreneur. Mengapa para entrepreneur kebanyakan dari kalangan China? Karena mereka tidak tergantung pada kurikulum kita. Kalaupun sekolah dengan kurikulum kita, keluarganya itu menciptakan suatu mental kewirausahaan yang baik dengan berbagai cara. Watak kurikulum kita dari dulu seperti itu. Nah, banyak lulusan pesantren sekarang juga sama, orientasinya ingin menjadi pegawai.

Nah, sekarang mampukah bersaing seorang yang dicetak oleh kurikulum nasional? Bisa anda bayangkan, antara lulusan pesantren dengan lulusan sekolah negeri, yang satu dari MA dan yang satunya SMA, lebih besar mana diterimanya sebagai pegawai negeri? Pasti orang dari sekolah umum yang lebih memiliki kans untuk diterima sebagai pegawai negeri daripada orang dari pesantren. 

Penggerusan nilai-nilai pesantren lewat kurikulum itu sudah terjadi. Itu sebenarnya kerugian yang tidak disadari oleh pimpinan-pimpinan pesantren dari kurikulum itu. Dan baru setelah reformasi kita mengenal yang namanya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Itu pun sampai sekarang realisasinya tidak mampu menciptakan  kurikulum berbasis lokal, yang bisa dihayati oleh sekolah sehingga menjadi ciri khas yang bisa digali betul. Kekhasan-kekhasan lokal yang dimiliki pesantren, misalnya.

Jadi, KTSP realisasi di bawah belum ada karena tidak ada semangat dari pemerintah untuk menjadi jembatan bagaimana agar sekolah-sekolah itu memunculkan semangat KTSP itu. Artinya, KTSP itu baru sebuah konsep yang nihil pelaksanaanya di daerah. Dengan demikian, Ma’arif dan pesantren sampai sekarang masih dalam posisi yang sedang terintervensi oleh negara dan belum bisa bangkit. 

Kalau mau diadakan perubahan kira-kira dari mana pintu masuknya?. Kalau mau diadakan perubahan, pertama yang harus dilakukan adalah mengoreksi sebenarnya apa itu ideologi pendidikan nasional. Jadi perubahan bersifat makro. Ideologi nasional itu kan kita harus mengacu pada dua dasar, pertama Pancasila, kedua UUD ‘45. Di Pancasila jelas diterangkan tentang dasar religiusitas sebagai satu sistem nilai yang mewakili sila-sila lainnya. Dan yang paling pokok, Pancasila itu anti-neoliberal. Sekarang pendidikan kita kan arus utamanya mengarah ke neolib. Watak dari neolib adalah siapa yang punya uang, dia yang mendapatkan pendidikan bermutu, dan siapa yang tidak punya uang, dia tidak mendapatkan pendidikan bermutu. 

Nah, ideologi pendidikan nasional tidak seperti itu. Karena Undang-Undang Dasar ’45 dalam preambule menyatakan bahwa tugas pendirian negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tidak boleh pilih kasih: miskin juga bangsa, kaya juga bangsa. Keduanya sama-sama layak dicerdaskan. Kalau mau mengadakan perubahan, ya ubah orientasi pendidikan neoliberal ini kepada pendidikan yang berorientasi ideologi nasional. 

Salah satu kunci pokok pendidikan nasiona itu apa? Konstitusi kita menyatakan telah menjamin pendidikan dasar, yakni tingkat Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar dan SMP/Madrasah Tsanawiyah. Pendidikan dasar ini ditanggung oleh negara. Gratis. Gratis itu bukan berarti tidak bermutu. Sekarang ini kan gratis identik dengan pendidikan tidak bermutu. Kalau merujuk pada preambule UUD, berarti ya gratis dan bermutu baik SMP/MTs atau SD/MTs. Itu adalah kewajiban negara. Bahkan untuk SMA hingga perguruan tinggi. Tentu kewajiban negara itu makin terbagi. Kalau untuk pendidikan dasar menjadi sepenuhnya tanggung jawab negara, maka untuk SMA/MA/SMK tidak hanya menjadi kewajiban negara tapi juga kewajiban keluarga. Perguruan tinggi juga seperti itu. Tapi kata-kata mencerdaskan kehidupan bangsa itu tetap menjadi aliran utama dari tanggung jawab pendidikan di semua tingkatan karena ia merupakan ideologi pendidikan nasional. Nah, perubahan dimulai dari sini. Ini untuk perubahan di tingkat negara. Lalu bagaimana perubahan ditingkat masyarakat?

Masyarakat juga harus mengalami perubahan. Bagaimana? Sebenarnya kita kan sudah punya konsep yang sudah lama dilaksanakan oleh pemerintah setidak-tidaknya secara normatif, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS menjelaskan bahwa pihak sekolah lah penentu kelulusan siswa. Sekolah lah yang sebenarnya menentukan segalanya baik kurikulum maupun ukuran keberhasilan seseorang. Tidak ditentukan oleh negara atau pemerintah baik pemerintah pusat, propinsi atau kabupaten/kota.

Manajemen Berbasis Sekolah memiliki watak bottom up. Tidak top down, tapi benar-benar tumbuh dari masyarakat. Contohnya ya pesantren itu. Pesantren kan tidak ditentukan oleh siapa-siapa. Semua apa kata kiai, apa kata santri, apa kata guru, berdasarkan pertimbangan musyawarah. Nah, itulah yang mestinya dilakukan kalau kita menginginkan output pendidikan nasional kita itu baik. Tidak menghasilkan lulusan yang melulu bermental pegawai, tapi lebih bermental wirausaha. 

Jadi di satu sisi secara nasional di puncaknya ada ideologi nasional yang diterapkan; tidak berbasiskan neoliberal melainkan berbasiskan konstitusi kita. Tapi di sisi lain harus diterapkan Manajemen Berbasis Sekolah yang berwatak buttom up itu. Kalau itu bisa dilaksanakan, saya kira itu akan baik. Dan pemerintah harusnya mendorong itu. Ma’arif sebagai jembatan juga bisa mendorong itu bila ada good will dari pemerintah dan lainnya. Kalau tidak, gimana, lha wong berbagai kebijakan itu mengandung dana dan dananya sangat besar.

Untuk menghadapi realitas kebijakan yang sudah terlanjur ada dan tetap dilaksanakan, seperti Ujian Nasional, himbauan LP Ma’arif apa?. UN itu memang nggak bisa nggak masih tetap dilaksanakan. Pemerintah sudah dikritik kayak apa juga tetap bandel. Ma’arif sudah menyatakan tidak setuju juga masih dilaksanakan. Ya udah, tapi setidak-tidaknya harus ada imbangan kebijakan bahwa akses dan kesenjangan pendidikan kita harus segera diterobos dong. Gap mutu sekolah itu luar biasa, gap mutu guru itu juga luar biasa antara satu daerah dengan yang lain, seperti gap antara sekolah yang ada di Jawa dengan sekolah yang ada di luar Jawa. Pemerintah mesti segera menembus itu semua. Mutu sebenarnya yang lebih prioritas dari sekadar melaksanakan UN. Mutu itu apa? Seperti yang saya katakan tadi, mutu terletak di proses. Artinya, kalau belajar Matermatika, Kimia, dan Fisika, ya pemerintah harus memfasilitasi. Jangan uangnya dimubazirkan untuk UN dan segala macem itu, sementara ada sekolah-sekolah di berbagai daerah yang kekurangan laboratorium, misalnya. 

Bagaimana kesiapan Ma’arif terhadap UN yang diselenggarakan oleh pemerintah?. Nggak ada sekolah yang tidak siap karena memang dipaksa siap. Tapi itu kan akhirnya sekolah-sekolah hanya menjadi lembaga kursus, bukan lembaga pendidikan. Kalau lembaga kursus itu kan yang terpenting bisa menjawab ujian. Tidak memanusiakan manusia. Padahal sekolah itu kan intinya memanusiakan manusia. Membudayakan orang yang tak berbudaya. Bukan sekedar menjawab soal. Kalau cuma itu ya laksanakan UN. Tapi kalau pendidikan ingin memanusiakan manusia, ya jangan seperti itu. Itu berbahaya sekali.

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nahdlatul, AlaNu, Santri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 04 Maret 2015

Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik

Sidoarjo, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Faktor resiko utama terjadinya kaki diabet adalah adanya gangguan saraf dan gangguan aliran darah pada penderita diabetes mellitus. Di mana hal tersebut biasanya dialami oleh penderita diabetes mellitus yang sudah lama, serta diperberat oleh pengendalian gula darah yang tidak baik. Pernyataan tersebut disampaikan dokter Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Sidoarjo, dr. Atik Yuniani kepada PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (27/9).

?

Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik (Sumber Gambar : Nu Online)
Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik (Sumber Gambar : Nu Online)

Ini Cara Deteksi Dini dan Pencegahan Kaki Diabetik

Dijelaskan Atik, ada beberapa keadaan yang mempermudah terjadinya kaki diabet, yaitu kelainan bentuk kaki, kelainan tulang kaki, peningkatan tekanan atau beban pada kaki, kelainan pertumbuhan kuku, pemakaian sepatu yang tidak sesuai, riwayat luka pada kaki serta kurangnya perhatian penderita terhadap perawatan kaki.

?

"Bagi penyandang diabetes mellitus, masalah kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi penyakit yang paling ditakuti, karena dapat menyebabkan pembusukan dan amputasi kaki, belum lagi mengingat dampak ekonomis yang sangat besar, baik terhadap pasien, keluarga, maupun pemerintah," jelas Atik.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pasien dengan kaki diabetik membutuhkan perawatan yang lama, biaya yang tidak sedikit serta risiko amputasi yang cukup besar. Kaki diabetes biasanya diawali adanya luka. Pengenalan terhadap faktor-faktor risiko dan pengenalan kelainan dini pada kaki diabetik akan sangat bermanfaat terhadap usaha pencegahan atau menurunkan kejadian kaki diabetik.

?

Gangguan saraf yang sering dikeluhkan penderita diabetes mellitus yakni rasa nyeri pada kaki seperti rasa terbakar, rasa tebal pada kaki, perasaan panas atau dingin, penurunan ambang rasa sakit-mati rasa terhadap suhu, rasa getar, produksi keringat yang menurun, kulit yang kering dan pecah-pecah dan kaki terasa lebih hangat.

?

Lebih lanjut Atik menjelaskan, gangguan aliran darah pada penderita diabetes di karenakan adanya pengerasan pada dinding pembuluh darah, penyempitan lubang pembuluh darah maupun adanya sumbatan pembuluh darah. Selain tingginya kadar gula darah, faktor tekanan darah, kadar kolesterol serta merokok merupakan faktor resiko untuk timbulnya sumbatan pada pembuluh darah. Sehinggga pengendalian yang optimal terhadap kadar gula darah, kolesterol, tekanan darah serta berhenti merokok merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh penderita diabetes mellitus.

?

"Gangguan aliran darah pada penderita diabetes mellitus ditandai nyeri saat istirahat, terutama malam hari, ujung-ujung jari yang menghitam, luka yang tidak sembuh-sembuh, luka pada kaki atau jari-jari, kaki yang pucat saat diangkat ke atas, kulit kering dan bersisik, otot kaki yang mengecil, bulu-bulu rambut yang menipis," ungkapnya.

?

Upaya pencegahan kaki diabetik menjadi sangat penting. Beberapa upaya yang bisa dilakukan di antaranya memeriksaan kaki secara berkala, mengenali faktor resiko terjadinya kaki diabetic, edukasi pada pasien, keluarga dan petugas kesehatan, gunakan alas kaki yang sesuai, atasi kelainan kaki yang ada sebelum timbul luka serta penanganan luka segera.

?

"Materi edukasi yang harus disampaikan kepada penyandang diabetes mellitus dan keluarga yakni melakukan pemeriksaan kaki setiap hari, jika pasien tidak dapat melakukannya harus ada seseorang yang melakukannya, cuci kaki setiap hari secara teratur dan langsung dikeringkan sampai sela-sela jari, selalu gunakan alas kaki saat berjalan baik saat di dalam maupun di luar rumah," katanya.

?

Tak hanya itu saja, sambung dokter yang bertugas di Rumah Sakit NU ini, gunakan kaos kaki yang menyerap keringat jika memakai sepatu, jika menggunakan air hangat untuk mandi atau mencuci kaki, temperatur air tidak boleh lebih dari 37 derajat Celcius, gunakan thermometer untuk mengukur temperatur air, jangan gunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan kalus (penebalan pada telapak kaki), periksa bagian dalam sepatu setiap akan dipakai, jika ada gangguan pada penglihatan, sebaiknya jangan memotong kuku sendiri.

?

Selain itu, gunakan pelembab atau krim untuk kulit kaki yang kering kecuali pada sela jari kaki, hindari penggunaan krim yang mengandung alkohol, ganti kaos kaki setiap hari, gunakan kaos kaki dengan lipatan menghadap keluar atau pilih kaos kaki yang tanpa lipatan.

?

"Penggunaan alas kaki yang tidak sesuai dengan bentuk kaki, merupakan salah satu faktor penting timbulnya luka diabetik. Penyandang diabetes mellitus yang belum mengalami gangguan saraf, gangguan aliran darah maupun yang belum mengalami kelainan biomekanik pada kaki. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau terlalu longgar. Pilih sepatu yang lebih panjang sekitar 1-2 centimeter dari panjang telapak kaki. Lebar sepatuh arus sama dengan lebar kaki," ujarnya.

?

Mencoba sepatu baru sebaiknya pada posisi berdiri dan dilakukan pada sore hari. Cobalah sepatu pada kedua ? kaki. Jangan memilih bentuk sepatu yang runcing pada bagian depan. Untuk wanita hindari pemakaian sepatu dengan hak tinggi. Jika sudah terdapat tanda- tanda kelainan pada kaki, seperti terdapatnya penonjolan tulang sebaiknya pasien disarankan untuk konsultasi pada seorang ahli pembuat sepatu pada unit rehabilitasi medik Rumah Sakit terdekat. (Moh Kholidun/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Cerita, AlaSantri, Budaya PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 02 Maret 2015

SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Yenny Wahid akhinya resmi melepas masa lajangnya, menikah dengan Dhohir Farisi. Dalam akad nikah yang berlangsung di masjid Al Munawwarah Ciganjur, Kamis siang, Dhohir mengucapkan ijab Kabul dengan saksi presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla. Gus Dur sendiri didampingi oleh Gus Mus.

Sebagaimana tradisi yang berlaku di lingkungan pesantren, saat akad, Yenny tidak dihadirkan. Ia berada di rumah Gus Dur sampai kemudian dipertemukan setelah selesainya acara ijab kabul itu.

SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi (Sumber Gambar : Nu Online)
SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi (Sumber Gambar : Nu Online)

SBY-JK Jadi Saksi Akad Yenny, Mahar 10 Ekor Sapi

Yenny mendapatkan mahar berupa 10 ekor sapi, yang diserahkan dalam bentuk sertifikat kepemilikan. Mahar sapi merupakan simbol kebudayaan orang Madura sebagai kesiapan membangun rumah tangga. Dhohir Farisi masih keturunan Madura, tetapi tinggal di Probolinggo. Sasrahan lain yang diberikan adalah perhiasan emas, perlengkapan sholat dan beberapa perlengkapan pribadi wanita.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Pengantin pria memberikan 10 ekor sapi, karena sapi identik dengan orang Madura. Karena itu binatang piaraan orang Madura," kata Humas Panitia Pernikahan Yenny-Farisi, Akuat Supriyanto di kediaman Gus Dur.

Sebagai tuan rumah dari mempelai wanita, keluarga Gus Dur menggunakan adat Surakarta seperti masang bleketepe yang dilakukan oleh Gus Dur langsung dan serangkaian adat lainnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Kemarin waktu acara adat Yenny itu pake baju kebaya jadul, karena ingin seperti pernikahan ibunya dulu. Dan yang musti diingat ini adalah mantu pertama Gus Dur yang punya trah NU. Karena Farisi sejak kesil suka nganterin majalah NU pake sepeda di Probolinggo," terang Akuat

Beberapa undangan yang hadir dalam acara akad nikah diantaranya dr Umar Wahid, Hasyim Muzadi, KH Nuril Huda, KH Tolhah Hasan, Prabowo Subianto, Siti Fadillah Supari, KH Said Aqil Siradj, Syaifullah Yusuf, Mahfud MD, Effendy Choirie, KH Nur Iskandar SQ, KH Salahuddin Wahid, KH Mutawakkil Allallah, Soerjadi Soedirdja serta beberapa tamu lainnya. (mkf/min)Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Cerita PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 25 Februari 2015

Sayyidina Ali Jual-Beli dengan Dua Malaikat

Kisah ini diriwayatkan Ja’far bin Muhammad, yang memiliki sanad dari ayahnya, lalu dari kakeknya. Suatu ketika, cerita kakek Ja’far, Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramaLlahu wajhah mengunjungi rumahnya selepas silaturahim kepada Rasulullah.

Di rumah itu Ali menjumpai istrinya, Sayyidah Fathimah, sedang duduk memintal, sementara Salman al-Farisi berada di hadapannya tengah menggelar wol.

Sayyidina Ali Jual-Beli dengan Dua Malaikat (Sumber Gambar : Nu Online)
Sayyidina Ali Jual-Beli dengan Dua Malaikat (Sumber Gambar : Nu Online)

Sayyidina Ali Jual-Beli dengan Dua Malaikat

“Wahai perempuan mulia, adakah makanan yang bisa kau berikan kepada suamimu ini?” tanya Ali kepada istrinya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Demi Allah, aku tidak mempunyai apapun. Hanya enam dirham ini, ongkos dari Salman karena aku telah memintal wol,” jawabnya. “Uang ini ingin aku belikan makanan untuk (anak kita) Hasan dan Husain.”

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Bawa kemari uang itu.” Fathimah segera memberikannya dan Ali pun keluar membeli makanan.

Tiba-tiba ia bertemu seorang laki-laki yang berdiri sambil berujar, “Siapa yang ingin memberikan hutang (karena) Allah yang maha menguasai dan mencukupi?” Sayyidina Ali mendekat dan langsung memberikan enam dirham di tangannya kepada lelaki tersebut.

Fatimah menangis saat mengetahui suaminya pulang dengan tangan kosong. Sayyidina Ali hanya bisa menjelaskan peristiwa secara apa adanya.

“Baiklah,” kata Fathimah, tanda bahwa ia menerima keputusan dan tindakan suaminya.

Sekali lagi, Sayyidina Ali bergegas keluar. Kali ini bukan untuk mencari makanan melainkan mengunjungi Rasulullah. Di tengah jalan seorang Badui yang sedang menuntun unta menyapanya. “Hai Ali, belilah unta ini dariku.”

”Aku sudah tak punya uang sepeser pun.”

“Ah, kau bisa bayar nanti.”

“Berapa?”

“Seratus dirham.”

Sayyidina Ali sepakat membeli unta itu meskipun dengan cara hutang. Sesaat kemudian, tanpa disangka, sepupu Nabi ini berjumpa dengan orang Badui lainnya.

“Apakah unta ini kau jual?”

“Benar,” jawab Ali.

“Berapa?”

“Tiga ratus dirham.”

Si Badui membayarnya kontan, dan unta pun sah menjadi tunggangan barunya. Ali segara pulang kepada istrinya. Wajah Fatimah kali ini tampak berseri menunggu penjelasan Sayyidina Ali atas kejadian yang baru saja dialami.

“Baiklah,” kata Fatimah selepas mendengarkan cerita suaminya.

Ali bertekad menghadap Rasulullah. Saat kaki memasuki pintu masjid, sambutan hangat langsung datang dari Rasulullah. Nabi melempar senyum dan salam, lalu bertanya, “Hai Ali, kau yang akan memberiku kabar, atau aku yang akan memberimu kabar?”

“Sebaiknya Engkau, ya Rasulullah, yang memberi kabar kepadaku.”

“Tahukah kamu, siapa orang Badui yang menjual unta kepadamu dan orang Badui yang membeli unta darimu?”

“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali memasrahkan jawaban.

“Sangat beruntung kau, wahai Ali. Kau telah memberi pinjaman karena Allah sebesar enam dirham, dan Allah pun telah memberimu tiga ratus dirham, 50 kali lipat dari tiap dirham. Badui yang pertama adalah malaikat Jibril, sedangkan Badui yang kedua adalah malaikat Israfil (dalam riwayat lain, malaikat Mikail).”

Kisah yang bisa kita baca dari kitab al-Aqthaf ad-Daniyah ini menggambarkan betapa ketulusan Ali dalam menolong sesama telah membuahkan balasan berlipat, bahkan dengan cara dan hasil di luar dugaannya.

Keluasan hati istrinya, Fathimah, untuk menerima keterbatasan juga melengkapi kisah kebersahajaan hidup keluarga ini. Dukungan penuh dari Fathimah telah menguatkan sang suami untuk tetap bermanfaat bagi orang lain, meski untuk sementara waktu mengabaikan kepentingannya sendiri: makan. (Mahbib Khoiron)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Santri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 21 Februari 2015

Pemudik Banser Bisa Makan Gratis di Sop Ikan Abah Anwar

Cirebon, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ramadhan membawa berkah. Semangat itulah yang menjadi motivasi pemilik rumah makan sop ikan Abah Anwar, Mohammad Aan Anwarudin untuk memberikan pelayanan khusus di bulan puasa ini, terutama saat arus mudik Lebaran.

Kuliner yang berada di rest area kilometer 207 Mundu ruas tol Palimanan-Kanci (Palikanci) Kabupaten Cirebon itu memberikan layanan gratis bagi konsumennya. Eit..., ketentuan dan syarat berlaku loh.

Pemudik Banser Bisa Makan Gratis di Sop Ikan Abah Anwar (Sumber Gambar : Nu Online)
Pemudik Banser Bisa Makan Gratis di Sop Ikan Abah Anwar (Sumber Gambar : Nu Online)

Pemudik Banser Bisa Makan Gratis di Sop Ikan Abah Anwar

Kepada koresponden PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pemuda yang akrab disapa Aan itu mengatakan, layanan makan gratis tersebut diperuntukkan bagi konsumen tertentu.?

"Oh, tidak semua konsumen gratis mas, ada syaratnya," kata mantan aktivis mahasiswa itu, Selasa (20/6).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Lalu apa saja syaratnya? Aan menjelaskan, layanan gratis hanya diperuntukkan bagi para pemudik dari kalangan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) dan wartawan media nasional.

Untuk memastikan keanggotaan Banser, pihaknya cukup melihat baju yang dikenakan atau kartu anggotanya. Pun demikian dengan wartawan nasional, harus memiliki identitas dan media yang jelas, bukan abal-abal.

"Monggo, bagi anggota Banser atau wartawan media nasional singgah di Rumah Makan Sop Ikan Abah Anwar. Kami akan berikan gratis 100 persen," lanjut pengurus PC GP Ansor Kabupaten Cirebon itu.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Menurutnya, pelayanan gratis diberikan sebagai bentuk apresiasi atau penghormatan atas pengabdian Banser GP Ansor dalam menjaga bangsa dan atas profesi para kuli tinta. (Kalil Sadewo/Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Olahraga PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 25 Januari 2015

LBM PBNU Haramkan Membuat dan Menyebarkan Berita Hoax

Jakarta,PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan haram perilaku membuat dan menyebarkan berita palsu, bohong, menipu atau dikenal dengan hoax. Pernyataan tersebut mengemuka pada forum bahtsul masail yang digelar di PBNU, Jakarta pada Kamis (1/12). ?

LBM PBNU Haramkan Membuat dan Menyebarkan Berita Hoax (Sumber Gambar : Nu Online)
LBM PBNU Haramkan Membuat dan Menyebarkan Berita Hoax (Sumber Gambar : Nu Online)

LBM PBNU Haramkan Membuat dan Menyebarkan Berita Hoax

Menurut salah seorang pengurus LBM PBNU H. Sarmidi Husna hasil bahtsul masail tersebut dalam waktu dekat akan diserahkan kepada syuriyah PBNU untuk ditashih atau verifikasi. Kemudian PBNU akan membuat keputusan tentang hal itu berdasarkan fiqih. ?

Ia menambahkan, LBM PBNU merespon situasi saat ini yang makin marak terkait perilaku membuat dan menyebarkan berita hoax. Hal semacam itu bisa menyebabkan tersebarnya kebencian dan permusuhan di kalangan masyarakat dan lebih jauhnya bisa menyebabkan disintegrasi nasional.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Seharusnya media sosial menjadi sarana sliaturahim dan perekat persatuan, bukan kebencian dan permusuhan,” ungkapnya.

Ia mengimbau semakin canggihnya teknologi informasi seharusnya dibarengi dengan kemampuan menyeleksi dan berita.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Forum bahtsul masail tersebut dihadiri 30 anggota LBM PBNU. Sebelumnya peserta berdiskusi terlibih dahulu dengan tenaga Ahli Bidang Diseminasi Informasi Publik Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Ismail Cawidu. (Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Olahraga, Humor Islam, Lomba PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 18 Januari 2015

Pesantren Al-Hamdaniyah, Tertua di Jawa Timur dan Lahirkan Ulama-ulama Besar

Selain menjadi saksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah yang didirikan sejak abad ke-18 di Sidoarjo Jawa Timur itu telah banyak melahirkan ulama-ulama besar pendiri NU di negeri ini.

"Pondok pesantren ini telah banyak melahirkan ulama-ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama seperti KH M Hasyim Asyari, KH AsyAd Samsul Arifin, KH Ridwan Abdullah pencipta lambang Nahdlatul Ulama, KH Alwi Abdul Aziz, KH Wahid Hasyim, KH. Cholil, KH. Nasir (Bangkalan) KH.Wahab Hasbullah, KH. Umar (Jember), KH. Usman Al Ishaqi, KH. Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH. Dimyati (Banten, dan lain-lain," kata Pengasuh Ponpes Al-Hamdaniyah, M Hasyim Fahrurozi.

Pesantren Al-Hamdaniyah, Tertua di Jawa Timur dan Lahirkan Ulama-ulama Besar (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren Al-Hamdaniyah, Tertua di Jawa Timur dan Lahirkan Ulama-ulama Besar (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren Al-Hamdaniyah, Tertua di Jawa Timur dan Lahirkan Ulama-ulama Besar

Selain banyak melahirkan ulama besar, pesantren yang terletak di desa Siwalan Panji Buduran Sidoarjo itu terbilang pesantren tertua di Jawa Timur setelah pesantren Sidogiri Pasuruan. Pesantren yang didirikan tepatnya pada tahun 1787 M oleh KH Hamdani itu sampai sekarang masih menjadi catatan sejarah bagi bangsa ini.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Salah satu ulama besar yang pernah menuntut ilmu agama atau menjadi santri di pesantren ini yakni KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. KH Hasyim Asyari menjadi santri di pesantren Al-Hamdaniyah ini sekitar 5 tahun lamanya," ulas Gus Hasyim sapaan akrab M Hasyim Fahrurozi.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Untuk mengenangnya, hingga saat ini kamar pendiri Nahdlatul Ulama di pesantren Al-Hamdaniyah itu masih tetap terawat seperti dahulu. "Kamar KH Hasyim Asyari ini sengaja tak pernah dipugar, tetap seperti dahulu agar menjadi pelajaran bagi santri bahwa untuk menjadi tokoh besar tak harus dengan fasilitas mewah," tegas Gus Hasyim.?

Tidak hanya menjadi santri, lanjut Gus Hasyim, bahkan KH Hasyim Asyari juga pernah diangkat menjadi menantu oleh Kiai Ya’qub, pengasuh pesantren waktu itu. "Sayangnya, pernikahan itu tidak berlangsung lama. Karena nyai Khodijah, istri KH Hasyim Asyari wafat lebih dahulu di Makkah, saat tengah mengandung, dan jenazah nyai Khodijah disemayamkan di Makkah," tukas Gus Hasyim.

Tempat para pejuang kemerdekaan berkumpul

Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah didirikan sejak tahun 1787 oleh KH Hamdani, ulama besar asal Pasuruan. Kini usia Ponpes Al-Hamdaniyah telah mencapai usia 228 tahun atau dua abad lebih. KH Hamdani sendiri merupakan seorang ulama keturunan Rasulullah, yakni silsilah ke-27.

“Dulu asalnya daerah ini rawa dan oleh beliau (KH Hamdani) berdoa minta kepada Allah SWT, semoga tanah yang asalnya rawah bisa menjadi tanah,” ungkap Gus Hasyim Fahrur Rozi.

Pondok ini masih memiliki bentuk bangunan yang masih asli dan unik. Terutama keunikan bangunan para santrinya. Berdinding anyaman bambu dan diberi jendela pada setiap kamarnya serta bangunan yang disangga dengan kaki-kaki beton, membuat asrama santri ini nampak seperti rumah Joglo. Bahkan ada beberapa asrama santri yang kondisinya sudah memprihatinkan. Namun, Pengasuh pondok masih mempertahankan keunikan pondok tertua di Jawa Timur ini.

Setiap asrama dibagi dalam beberapa kamar yang diisi dua hingga tiga santri dengan ukura ruangan 2 x 3 meter. Di dalam kamar kecil itulah, tempat para santri belajar dan beristirahrat.

“Selain mengajarkan berbagai ilmu agama, pondok ini pernah menjadi saksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Menjadi tempat pertemuan antara presiden Soekarno, Bung Hatta, Bung Tomo yang pada akhirnya melahirkan Laskar Hizbullah,” kata Agus Muchlis Asyari, wakil pengasuh Ponpes.

Namun sayang, keunikan pondok ini yang juga sebagai kunci sejarah dan warisan kebudayaan tertua belum mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait. Harusnya, pondok tertua seperti Ponpes Al Hamdaniyah ini dilestarikan dan dijaga keasliannya.

Menurut riwayat, pada waktu KH. Hamdani membangun Pondok, dia mendatangkan kayu dari daerah Cepu Jawa Tengah dengan dinaikkan perahu besar/kapal. Namun ditengah jalan perahunya pecah berantakan. Akan tetapi Allah Maha Besar, kayu-kayu tersebut berjalan sendiri melewati sungai dan berhenti persis di depan area Pondok.?

Di Pondok ini, dulu juga sering dibuat pertemuan tokoh-tokoh Nasional pada Zaman Revolusi, diantaranya adalah Ir. Soekarno, Bung Hatta, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Idham Cholid, Hamka, Bung Tomo, dan tokoh-tokoh besar lain.?

Adapun urutan kepengurusan Pondok adalah sebagai berikut:

Periode II: KH. Ya’qub dan KH. Abd Rohim (Putra dari KH Hamdani) ?

Periode III: KH. Hasyim Abd Rohim dan KH. Khozin Fahruddin,

Periode IV: Kiai Faqih Hasyim, KH. Sholeh Hasyim, dan KH. Basuni Khozin. ? ? ? ? ? ?

Periode ? V: KH. Abdulloh Siddiq dan KH. Haiyi Asmu’i.

Periode ? VI: KH. Rifa’i Jufri, KH. Abd Haq, dan KH. Asmu’i . ?

Periode VII: Hingga Tahun 2013 KH. Asy’ari Asmu’i, KH. Mastur Shomad, KH. Abd Rohim Rifa’i, dan Agus Taufiqurrochman R.

(Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kyai PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah