Minggu, 21 Maret 2010

Kiai Nawawi Kisahkan Karomah Syekh Nawawi

Subang, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Syekh Nawawi Al-Bantani dikenal sebagai ulama Nusantara yang diakui dunia karena karya-karyanya serta keluasan ilmu di bidang fiqh, tafsir, aqidah, tasawuf dan ilmu keislaman lainnya. Karena kealiman dan keluhuran akhlaknya, Allah SWT memberikan karomah kepadanya.

Karomah Syekh Nawawi tersebut disampaikan Mustasyar PCNU Kabupaten Subang KH Nawawi saat berkunjung ke Pesantren Al-Mukhtariyyah, Kalijati, Subang, Jawa Barat pada Ahad (10/1).

Kiai Nawawi Kisahkan Karomah Syekh Nawawi (Sumber Gambar : Nu Online)
Kiai Nawawi Kisahkan Karomah Syekh Nawawi (Sumber Gambar : Nu Online)

Kiai Nawawi Kisahkan Karomah Syekh Nawawi

"Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh Nawawi mampir istirahat di sebuah tempat. Kemudian dia adzan karena akan shalat. Setelah adzan, ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu shalat sendirian," ungkapnya di depan puluhan santri.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Usai shalat, lanjut dia, Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga. "Akhirnya diketahui ternyata tadi Syekh Nawawi shalat di dalam mulut ular yang sangat besar itu," ujarnya.

Ia menambahkan, karomah Syekh Nawawi yang lain adalah ketika makamnya di Mala, Arab Saudi, akan dibongkar untuk kepentingan pelebaran jalan, alat berat yang digunakan untuk membongkar makamnya tersebut malah rusak.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketika dipaksa dibongkar, lanjut kiai yang sudah 5 kali ke Makkah ini, para pekerja kaget karena ternyata di dalam makam tersebut ada orang yang sedang sujud. Akhirnya makam dia tidak jadi dibongkar, dan dibuatlah jalan layang.

Mantan Rais PCNU Subang itu menceritakan, perpustakaan sebuah kampus di Mesir pernah terbakar. Kitab-kitab yang ada di situ hangus, kecuali satu, yaitu Marah Labid atau Tafsir Munir karya Syekh Nawawi Al-Bantani.

Menurut dia, karomah tersebut diberikan Allah SWT karena kealiman dan kesaolihan Syekh Nawawi. Orang yang alim dan saleh akan disayangi Allah SWT.

Kiai Nawawi mendorong kepada para santri agar menjadi anak yang alim dan saleh karena alim tanpa saleh atau pun sebaliknya, tidak cukup, keduanya harus menjadi sebuah kesatuan. (Aiz Luthfi/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bahtsul Masail, Ahlussunnah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 11 Maret 2010

Jajaki Kerja Sama, LTMNU Terima Kunjungan dari Jepang

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) mendapat kunjungan kerja rombongan dari Jepang, Senin (27/4) siang, di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta. Mereka bermaksud mengenalkan diri dan menjajaki kemungkinan kerja sama dengan lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masjid itu.

Rombongan terdiri dari Direktur Olinas Ltd Soichi Abe, didampingi Shoji Harada, Junichiro Harada, dan seorang penerjemah, Iwan. Kunjungan silaturahim ini disambut Ketua Pengurus Pusat LTMNU KH Abdul Manan A Ghani, Sekretaris PP LTMNU H Ibnu Hazen, Wakil Ketua PP LTMNU Mansur Syaerozi, dan sejumlah pengurus LTMNU lainnya.

Jajaki Kerja Sama, LTMNU Terima Kunjungan dari Jepang (Sumber Gambar : Nu Online)
Jajaki Kerja Sama, LTMNU Terima Kunjungan dari Jepang (Sumber Gambar : Nu Online)

Jajaki Kerja Sama, LTMNU Terima Kunjungan dari Jepang

Melalui penerjemah, pihak tamu menyampaikan keinginannya mengenal lebih dekat tentang NU dan potensi kemitraan yang bisa dijalin. Dalm hal ini, Harada menawarkan kerja sama di bidang tenaga magang pendidikan di perusahaan elektronik bagi para remaja masjid.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Saya senang atas kunjungan Bapak-bapak, karena masih menjaga hubungan baik dengan NU,” kata Abdul Manan menyambut tamunya. Ia mengatakan, pada 2014 lalu LTMNU juga melakukan kunjungan serupa di Universitas Tokyo serta lembaga pendidikan dan rumah sakit di Jepang.

Ibnu Hazen juga memaparkan serangkaian program LTMNU dalam waktu dekat, yakni Festival Kebudayaan Islam berskala Internasional. Dalam perhelatan yang meliputi tourisme, pendidikan, dan seminar peradaban Islam, pihaknya mengajak rambongan dari Jepang berpartisipasi.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Kita ingin menunjukkan Islam ala NU yang rahmatan lil alamin di tengah carut-marut dunia Islam yang diterpa konflik dan kekerasan. Kita tunjukan bahwa NU bisa menjadi rujukan, bukan kelompok garis keras yang kini masuk ke sejumlah negara, seperti Prancis, dan saya kira termasuk Jepang,” katanya. (Mahbib Khoiron)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Quote, News, Doa PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 08 Maret 2010

Pro dan Kontra Full Day School

Oleh: Dhilla Nuraeni Az-zuhri



Potret dunia pendidikan kita dari tahun ketahun selalu saja diwarnai dengan perubahan kebijakan. Ada saja kebijakan baru pemerintah yang menyangkut dunia pendidikan. Mulai dari perubahan kurikulum hingga perubahan sistem pembelajaran, sering dilakukan pemerintah khususnya oleh kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pro dan Kontra Full Day School (Sumber Gambar : Nu Online)
Pro dan Kontra Full Day School (Sumber Gambar : Nu Online)

Pro dan Kontra Full Day School

Untuk perubahan kurikulum, sejak Indonesia merdeka tercatat sudah? 11 kali terjadi pergantian kurikulum. Seringnya terjadi pergantian sistim pendidikan di negeri ini, sering membuat masyarakat bingung, bahkan terkadang memunculkan pernyataan yang bernada sinis, seperti, setiap ganti menteri pasti berganti pula? sistem belajar atau kurikulumnya.? ?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Di awal tahun pelajaran 2017/2018 ini polemik dunia pendidikan kita kembali mencuat? kepermukaan, menyusul adanya rencana penerapan full day school atau lima hari sekolah oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Rencana penerapan FDS tersebut mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pihak yang pro mengatakan, dengan FDS dapat membantu orang tua yang bekerja. Artinya, orang tua dapat fokus bekerja, sementara kegiatan anak dapat terkontrol oleh sekolah. Saat ini memang banyak sekolah menawarkan kurikulum FDS bahkan dalam bentuk sekolah berasrama (boarding school). Kegiatan siswa selama 24 jam dipantau pihak sekolah. Dan faktanya, banyak orang tua yang berminat menyekolahkan anak ke boarding school walau harus membayar mahal.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sejalan dengan pihak yang pro, Kemendikbud menjawab kritikan terhadap rencana penerapan FDS dengan memberikan alasan dan pertimbangan. Pertama, kebijakan lima hari sekolah merupakan implementasi dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Kedua, akan mengintegrasikan nilai utama yaitu religius, nasionalis, gotong-royong, mandiri, dan integritas. Ketiga, siswa tidak harus belajar selama 8 jam penuh di kelas, tetapi diisi kegiatan variatif dengan proporsi pengetahuan 30% dan pembentukan karakter 70% Keempat, guru diminta mengurangi ceramah di kelas, diganti aktivitas-aktivitas yang terkait pembentukan karakter.

Pihak yang kontra berpandangan, kegiatan FDS akan menambah beban guru dan siswa. Guru bukan hanya mengurus murid-muridnya di sekolah, tapi juga memiliki suami, istri, atau anak yang harus diurus alias perlu diperhatikan. Kalau guru harus stand by di sekolah sampai sore, tentunya suami, istri, anak mereka akan protes. Selain guru, siswa juga berpotensi mengalami kebosanan atau stres karena dikurung sepanjang hari di sekolah. Apalagi jika program yang dilaksanakan sekolah kurang menarik atau kurang variatif. Waktu bermain anak juga menjadi berkurang, termasuk untuk mengisi kegiatan belajar pasca belajar sekolah, anak juga belajar atau mengaji pada sore hari di TKA/TPA/ Madrasah Diniyah Takmiliyah.

Dalam konteks kemasyarakatan, FDS dinilai menjauhkan siswa dari lingkungan bermainnya atau bersosialisasi dengan tetangganya. Hal ini dapat menimbulkan siswa merasa asing dengan lingkungan tempat tinggalnya, merasa minder, tidak mau bergaul, dan tertutup terhadap tetangganya walau di sekolah anak tersebut mungkin memiliki banyak teman. Bagi sekolah yang memberlakukan sistem dua shift (belajar pagi dan siang), penerapan FDS tentunya akan menjadi kendala karena mereka mengalami keterbatasan tempat dan guru. Siswa yang jarak dari rumah ke sekolahnya jauh tentunya juga akan mengalami kendala karena dia sampai rumah pada saat magrib.

Para pakar pendidikan yang kontra dengan kebijakan ini menilai, penerapan FDS ini bentuk kekeliruan menyikapi pendidikan dan persekolahan. Seolah-olah pendidikan identik persekolahan, padahal pendidikan maknanya jauh lebih luas. Pendidikan dapat dilakukan di rumah, sekolah, dan di lingkungan masyarakat. Dengan demikian, sekolah hanya salah satu unsur dalam pendidikan. Banyak bukti empirik menunjukkan, orang-orang sukses bukan hanya orang yang berprestasi seacara akademik yang baik di sekolah, tetapi yang memiliki life skill yang bagus.

Penulis adalah mahasiswi Sekolah Pascasarjana UNINUS Bandung



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal, Bahtsul Masail, Kajian Islam PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 24 Februari 2010

Cinta Imam al-Ghazali untuk Lalat

Jika disebutkan nama Imam al-Ghazali maka gambaran yang muncul adalah sosok ulama abad pertengahan dengan reputasi kealiman yang tak diragukan. Ia termasuk cendekiawan muslim yang komplet. 

Wawasannya tak berhenti pada soal teks-teks agama yang rumit. Tokoh bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-SyafiI ini menguasai disiplin filsafat dan menaruh prioritas pada olah rohani sebagai seorang sufi yang taat.

Cinta Imam al-Ghazali untuk Lalat (Sumber Gambar : Nu Online)
Cinta Imam al-Ghazali untuk Lalat (Sumber Gambar : Nu Online)

Cinta Imam al-Ghazali untuk Lalat

Para kritikus al-Ghazali bisa saja berseberangan dengan beberapa pikirannya. Namun, mereka tak dapat membantah kepribadian hujjatul islam ini yang zuhud, wara’, serta amat tekun menjalankan ibadah. 

Kesungguhannya dalam beribadah tampak pula pada beberapa karyanya yang sarat anjuran melaksanakan amalan-amalan tertentu sebagai sarana penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pengabdian tulus seorang hamba. Kitab tasawuf dasar, Bidayatul Hidayah, yang dikarangnya pun mengungkapkan kenyataan ini.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Hanya saja, terselip kisah unik di balik totalitas Imam al-Ghazali dalam beragama pasca-kewafatannya. Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad menulis cerita seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. “Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Imam al-Ghazali mengisahkan bahwa di hadapan Allah ia ditanya tentang bekal apa yang ia serahkan untuk-Nya. Al-Ghazali pun menimpali dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia.

“Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata Allah menampik berbagai amalan Imam al-Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika bertemu dengan seekor lalat.

Suatu saat Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.

“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.

Hikayat ini mengandung pesan tentang betapa dahsyatnya pengaruh hati yang bersih dari egoisme, semata untuk kepentingan diri sendiri. Kasih sayang Imam al-Ghazali yang luas, bahkan kepada seekor lalat pun, membawa tokoh dengan jutaan pengikut ini pada kemuliaan

Peristiwa ini secara samar menampar sebagian kalangan yang kerap membanggakan capaian-capaian keberagamaannya. Karena ternyata penilaian ibadah manusia sepenuhnya milik-Nya, bukan milik manusia. Tak ada ruang bagi manusia menghakimi kualitas diri sendiri ataupun orang lain. Segenap prestasi ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan bisa jadi justru berbuah kenistaan.

Imam al-Ghazali sesungguhnya hanya mempraktikkan apa yang diteladankan dan diperintahkan Nabi, “Irhamu man fil ardli yarhamkum man fis sama’. Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu.” (Mahbib Khoiron)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Lomba PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 11 Februari 2010

Tanamkan Nilai, Muslimat NU Jakarta Mendongeng untuk Anak PAUD

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pengurus Muslimat DKI Jakarta menggelar pelatihan mendongeng untuk guru PAUD di Gedung PBNU, Kamis (12/11) siang. mereka menilai, mendongeng adalah cara mendidik yang baik untuk anak usia dini. Selain mudah dipahami oleh anak seusia dini juga mengandung kaya akan nasehat dan hikmah.

Ketua Muslimat DKI Jakarta Hj Hizbiyah Rochim mengatakan, untuk dapat mendongeng dengan baik dan menyenangkan, guru harus mampu berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dan dimengerti sehingga pesan yang akan disampaikan bisa ditangkap oleh anak didiknya.

Tanamkan Nilai, Muslimat NU Jakarta Mendongeng untuk Anak PAUD (Sumber Gambar : Nu Online)
Tanamkan Nilai, Muslimat NU Jakarta Mendongeng untuk Anak PAUD (Sumber Gambar : Nu Online)

Tanamkan Nilai, Muslimat NU Jakarta Mendongeng untuk Anak PAUD

“Karena itu, dalam pelatihan ini guru akan dibekali teknik mendongeng yang menyenangkan anak,” katannya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Hizbiyah mengatakan, Al-Quran banyak bercerita tentang kisah-kisah umat terdahulu sehingga menjadi pelajaran untuk umat yang akan datang. Teknik bercerita, atau mendongeng dalam pendidikan usia dini juga tepat diterapkan untuk anak-anak yang bersekolah di tingkatan PAUD.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Anak-anak akan lebih senang jika diberi pelajaran dengan mendongeng,” katanya.

Usia dini merupakan masa-masa awal pembentukan pribadi anak yang mudah dibentuk. “Sebaiknya, sejak dini harus dibekali pendidikan berkarakter,” imbuhnya.

Lewat cerita-cerita islami, cerita rakyat, cerita perjuangan para ulama dan santri yang dibungkus dengan mendongeng, selain menyenangkan, anak-anak juga mudah untuk mengerti. Model pendidikan mendongeng merupakan bagian dari penanaman karakter sekaligus membentuk cara berpikir anak. Misalnya cerita Malin Kundang, anak yang durhaka pada orang tua akan mendapat balasan karma.

“Setidaknya anak akan mengerti setiap perbuatan pasti ada balasannya,” ungkapnya.

Dalam pelatihan ini, selain teknik bercerita juga dibekali tentang materi ke-NUan. Sedangkan peserta pelatihan adalah guru PAUD yang mengajar di sekolah-sekolah PAUD binaan Muslimat NU DKI Jakarta. (Faridur Rohman/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kiai, Hadits, Quote PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rabu, 27 Januari 2010

Buku Ajar dan Radikalisasi di Dunia Pendidikan

Oleh Ruchman Basori

Belakangan kerap ada buku yang berpotensi mendukung paham radikal, buku yang menyerang paham Ahlussunnah wal-Jamaah yang menjadi paham mayoritas muslim Asia. Ada juga buku-buku yang menghebohkan dari sisi ideologis untuk keselamatan negeri kita.

Apa kesalahan penulisan buku ajar yang dikonsumsi pelajar-pelajar kita baru terjadi akhir-akhir ini? Atau sejak dulu Orde Baru berkuasa?

Buku Ajar dan Radikalisasi di Dunia Pendidikan (Sumber Gambar : Nu Online)
Buku Ajar dan Radikalisasi di Dunia Pendidikan (Sumber Gambar : Nu Online)

Buku Ajar dan Radikalisasi di Dunia Pendidikan

Setahu saya tidak saja saat ini, namun waktu aku sekolah, setidaknya juga terdapat kasus-kasus demikian, namun informasi belum seterbuka dan sebebas ini. Peran negara waktu itu untuk membatasi paham-paham yang relatif berbeda agak ketat, lain dengan sekarang. Kita kenal apa yang disebut sebagai wacana serba negara. Hari-hari ini seakan mendapat momentum, sebuah bom waktu akibat ketertutupan dan faktor “kebebasan” atas nama demokrasi yang justeru menyuburkan paham-paham radikal yang kerap mengatasnamakan agama.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sempitnya pemahaman beragama menyebabkan kurang terbuka terhadap paham-paham yang berbeda dengan dirinya. Akibatnya muncul merasa dirinya yang paling benar (truth claim), intoleransi yang berdampak pada ingin menyerang pihak lain yang berbeda paham. Hal ini tentu memprihatinkan justeru ketika Indonesia menancapkan diri sebagai tonggak demokrasi, tepat berseainya Islam yang rahmatan lil’alamin.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dalam dasawarsa terakhir terakhir ini kita disibukan dengan munculnya Buku-buku Pelajaran Agama Islam (Aqidah Akhlak, Fiqih, Quran Hadits, SKI dan Bahasa Arab) pada Madrasah dan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah Umum yang dinilai disusupi oleh paham Salafi Wahabi dan Gerakan Trans Nasional lainnya. Disinyalir juga terdapat buku yang bertendensi merugikan paham keagamaan tertentu yang telah mapan di masyarakat.

Ini masalah serius terkait dengan kebijakan pengadaan buku-buku ajar di MI, MTs dan MA dan PAI oleh pemerintah. Yang paling tertuduh adalah para penyelenggara pendidikan. Karena dampak yang akan ditimbulkannya akan sangat dahsyat, nasib sekian juta anak yang nantinya menjadi pemimpin bangsa dipertaruhkan. Penyebaran paham dan idiologi tertentu akan sangat efektif melalui jalur pendidikan.

Seandainya ramalan Mc Kensey benar, bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi penduduk yang berpotensi mengantarkan Indonesia menjadi negara kuat secara ekonomi dan SDM di tahun 2035. Maka penyebaran buku-buku ajar di Madrasah dan Sekolah dan menyelipkan idiologi paham radikal menjadi efektif. Karena merekalah yang akan memegang tampuk kepemimpinan 10-15 tahun mendatang. Sasarannya adalah anak-anak sekolah usia pendidikan dasar dan menengah bahkan PAUD-pun sudah menjadi titik bidiknya.

Kasus terbaru terjadi pada Buku Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk Kelas V SD sebagaimana dilansir oleh metrotabagsel.com, yang dinilai menyesatkan yang beradar di Kabupaten Paluta. Pada halaman 86 buku PAI tersebut disebutkan bahwa urutan nama-nama Rasul Allah tertulis bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi urutan yang ke-13 dan Nabi urutan terakhir adalah Nabi Isa AS. Ini jelas ngawur, ceroboh dan kesalahan yang tidak harus terjadi karena a historis.

Sebelumnya Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor menemukan buku-buku Taman Kanak-Kanak (TK) di Depok yang disinyalir berpotensi mengajarkan radikalisasi. Tragisnya sudah dicetak ratusan kali sejak tahun 1999. Dimana kontrol negara atas ini semua? Jangan-jangan negara abai dan lalai karena dianggapnya belum membahayakan untuk integrasi bangsa dan harmoni sosial keagamaan di negeri ini. Belum lagi aksi teror yang kerap terjadi, sebut saja yang terbaru adalah di Jl. MH Thamrin Jakarta beberapa waktu yang lalu yang dramatis, menggugah kesadaran publik bahwa teroris adalah fakta yang harus kita lawan.

***

Menjamurnya paham radikal di tengah masyarakat juga lambat laun berusaha memasuki area yang lebih soft yaitu ke meja-meja belajar dan perkuliahan. Melalui muatan kurikulum, buku-buku palajaran, kultur dan tradisi akademik di marasah dan sekolah dan masuk ke dalam diri seorang guru sebagai penebar ilmu pengetahuan dan pencerah atas berbagai persoalan para murid-muridnya.

Pertanyaannya apakah kita, utamanya komunitas pendidikan akan diam, membiarkan begitu saja atas bahaya laten yang masuk ke jantung pendidikan? Tentu kita harus sama-sama menjawab bersama dengan langkah-langkah konkrit, sistematis, dan menyeluruh karena teror dan sejenisnya menjadi “musuh bersama (common enemy)” kita bangsa yang berpotensi menjadi negara besar.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama harus duduk bersama terkait kebijakan perbukuan PAI, ujian nasional dan hal-hal lain terkait dengan buku dan kurikulum lainnya. Pusat Kurikulum dan Buku (Puskurbuk) Kemdikbud yang selama ini melampaui kewenangan dalam menyusun buku-buku PAI harus berbagi memberikan kewenangan kepada Kementerian Agama, karena kalau terjadi masalah terkait kerap kali Kemenag yang diseret-seret.

Otoritas penyusunan buku-buku PAI apakah di Sekolah dan Madrasah harus dikembalikan kepada Kementerian Agama, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Dan Kemenag harus lebih teliti dan jeli sebagai regulator setiap buku-buku yang digunakan oleh Madrasah dan Sekolah, sehingga kesalahan-kesalahan cetak, konten dan ilustrasi dapat dihindarkan.

Terkait dengan problem buku PAI di Madrasah dan Sekolah ada baiknya Kementerian Agama RI mendirikan semacam Pusat Kurikulum dan Perbukuan atau setidaknya semacam Badan atau Kepanitiaan (Ad Hoc) yang bertugas melakukan verifikasi kelayakan buku-buku ajar dan agama yang layak beredar di sekolah dan madrasah. Badan ini untuk membantu tugas berat Subdit Kurikulum dan Evaluasi yang ada pada Direktorat Pendidikan Madrasah.

Pada saat yang sama memperkuat model pelaksanaan evaluasi pembelajaran termasuk pembuatan soal yang dari tahun ke tahun ada masalah. Sebelum buku-buku itu beredar ke masyarakat harus melewati verifikasi (pentashihan) baik secara konten maupun aksesorisnya. demikian juga masalah soal ujian yang dibuat oleh Tim MGMP atau kelompok masyarakat lain harus benar-benar telah diuji kelayakannya sebelum diujikan.

Review atas kurikulum agama di sekolah dan madrasah juga menjadi penting. Langkah ini bisa diawali dengan penyusunan Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai pangkal tolak bagaimana para guru menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP), buku-buku ajar, melaksanakan program pembelajaran di sekolah dan madrasah serta penciptaan kultur akademik di sekolah. Kultur yang memungkinkan berkembangnya budaya damai (peace building), memperkuat semangat kebangsaan dan kemasyarakatan.

Para guru tidak saja guru agama meningkatkann capacity building dan kerjasama akademik dalam membangun kultur sekolah dan madrasah yang ramah, damai dan aman termasuk mencegah bagi timbulnya paham-paham keagamaan yang radikal. Tugas ini jangan hanya dibebankan kepada guru-guru agama namun juga guru lain. Apalagi bagi sekolah yang mempunyai guru-guru umum yang sangat peduli pada kegiatan keagamaan karena semula mereka menjadi aktivis-aktivis keagamaan di kampus-kampus umum.

Sekedar urun rembug bagi para guru di sekolah, madrasah dan TK/RA dapat melakukan langkah-langkah konkrit mengantisipasi masuknya paham radikal atau memicu pemecah belah akibat beda paham keagamaan: Pertama, Meneliti buku-buku ajar utamanya yang akan dikonsumsi oleh para siswanya; Dari mulai sampul, konten sampai aksesoris buku tersebut. Baik pada saat membeli maupun mendapat bantuan buku dari pemerintah dan pihak-pihak donor yang peduli pada pendidikan. Jangan mentang-mentang gratisan menjadi abai diterima begitu saja. Buku-buku yang kerap mendatangkan masalah adalah buku-buku agama.

Kedua, Belilah buku-buku pada penerbit yang kredibilitas dan kualitasnya telah teruji. Bukan penerbit dadakan yang menerbitkan buku atas dasar proyek semata dan hanya berorientasi pada keuntungan material. Cenderung mengabaikan kualitas apalagi abai terhadap dampak yang akan ditimbulkannya.

Ketiga, Jika Bapak/Ibu Guru menjadi Tim Penulisan Buku harus menyandarkan pengambilan rujukan pada sumber primer, kitab-kitab kuning karangan ulama-ulama salaf dan lain sebagainya yang jelas berpaham moderat, inklusif dan toleran. Era kemudahan informasi harus dipandang mendukung pelacakan pada kitab-kitab turats bukan malah sebaliknya asal comot sana-sini hanya didasarkan pada Mbah Google. Pun dalam hal pengambilan gambar-gambar sebagai ilustrasi pendukung pembahasan jangan kerap mendatangkan multi tafsir menggiring pada paham radikal dan menyinggung praktek-praktek keagamaan yang furuiyah.

Keempat, apapun buku yang digunakan termasuk jika terdapat kesalahan peran guru sangat menentukan. Dialah yang berperan sebagai penyeleksi dan penjelas kepada para muridnya jika ada kalimat yang salah yang mengarah pada radikalisasi dan segala hal yang terkait. Guru perlu bersikap dewasa menyikapi kesalahan buku jangan apa-apa diupload di media sehingga malah membuat gaduh dunia pendidikan. Cukup diselesaikan secara akademik sambil menyerahkan persoalan kepada yang mempunyai otoritas.

Hal lain yang tak kalah penting, peran strategis bagi seorang guru adalah membuat soal test. Ini juga harus mempertimbangkan aspek akademik, psikologi siswa, kegunaan untuk masyarakat dan kepentingan nasional. Pemilihan kata, konten soal sampai pada cerita soal harus mempertimbangkan keluasan, pemerataan soal sukar mudah, kedalaman. Dihindarkan membuat soal dengan jawaban multi tafsir dan mendorong ken paham tertentu. Seperti soal Aqidah Akhlak kelas III MI sebagai berikut: Sebaiknya kita tidak berdoa di: a. musholla b. masjid c. makam d. rumah.

Soal itu menjebak, karena jawabannya tentu benar semua. Tapi untuk paham yang tidak setuju berdoa di makam akan menjawab butir (c). Soal-soal seperti ini tentu bermasalah dan harus dihindarkan.

Peran Pemerintah sangat penting sebagai regulator dan fasilitator atas regulasi buku ajar di Madrasah dan Sekolah harus tegas menindak siapa saja penerbit, pengarang dan pihak-pihak lain yang memproduksi buku-buku yang intoleran, mendatangkan kebencian antar pihak dan berpotensi radikal. Apalagi kalau buku-buku tersebut diproduksi oleh Kementerian/Lembaga/Dinas Pendidikan tentu akan mudah mengontrolnya. Pemilihan Tim Penulis harus orang-orang yang profesional yang berasal dari para praktisi dan ahli dibidang keilmuan yang ditulis dan tak kalah pentingnya adalah melibatkan unsur ahli bahasa.

Inilah kegelisahanku melihat fenomena perbukuan dan ujian yang akan silih berganti akan muncul, namun tidak segera mendapatkan solusi. Ini masalah bersama maka penanganannyapun harus bersama. kelalaian kita hari ini akan berdampak mala petaka di kelak kemudian hari. Selamatkan bangsa ini dari kehancuran akibat pikiran sempit dan nafsu pemecah belah umat. Wallahu a’lam bia al shawab.

Ruchman Basori, Pengurus Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor dan Pejabat Eselon IV di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Daerah PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kamis, 14 Januari 2010

Misteri di Balik Kegemaran Gus Dur Menggerak-gerakkan Telunjuknya

Jakarta, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Meski sebetulnya hari lahir Gus Dur jatuh pada tanggal 7 September atau pada hari keempat bulan kedelapan tarikh Hijriah (4 Sya’ban), namun masyarakat Indonesia tetap merayakan Harlah Gus Dur tanggal 4 Agustus. Sebab, sebagaimana yang tertulis dalam buku The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid karangan Greg Barton, Gus Dur beserta keluarga dan teman-temannya pun merayakan ulang tahun Gus Dur pada 4 Agustus.

Pada 4 Agustus 2017, warganet membuat tagar #HarlahGusDur untuk merayakannya, dan hingga selama beberapa jam jadi trending topic di jagat Twitter Indonesia. Perayaan Harlah ke-77 Gus Dur, Jumat (4/08) malam, di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Menteng, Jakarta Pusat berjalan dengan meriah sekaligus khidmat, dengan diisi pembacaan Tahlil, pentas musik, musikalisasi puisi, dan cerita tentang Gus Dur oleh Wahid M. Maryanto, teman dekat Gus Dur.

Misteri di Balik Kegemaran Gus Dur Menggerak-gerakkan Telunjuknya (Sumber Gambar : Nu Online)
Misteri di Balik Kegemaran Gus Dur Menggerak-gerakkan Telunjuknya (Sumber Gambar : Nu Online)

Misteri di Balik Kegemaran Gus Dur Menggerak-gerakkan Telunjuknya

Wahid M. Maryanto atau yang akrab dipanggil Pak Acun mengisahkan, ada satu kebiasaan yang bahkan menjadi ciri khas Gus Dur, yakni menggerak-gerakkan telunjuk. Baik sedang diam maupun ketika ngobrol, kata Pak Acun, Gus Dur selalu menggerak-gerakkan telunjuknya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Saya pernah punya niat, bagaimana ketika Gus Dur menggerak-gerakkan telunjuknya, terus saya pegang,” seloroh Pak Acun, yang kemudian disambut tawa hadirin. Pak Acun adalah salah satu orang yang sering menemani aktivitas Gus Dur di berbagai tempat, termasuk saat Presiden RI ke-4 itu mengisi program rutin Radio 68H di Jakarta Timur.

Pak Acun mengungkapkan bahwa gerak telunjuk Gus Dur adalah dzikir. Gerak telunjuk Gus Dur itu, kata Pak Acun, menuliskan atau melukiskan lafal basmalah.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Beliau sedang menuliskan huruf-huruf dalam bacaan bismillahirrahminirrahim. Hal itu juga sebagai klarifikasi atas tuduhan kepada Gus Dur yang dibilang jarang shalat. Mana mungkin Gus Dur jarang shalat sedangkan di setiap saat beliau selalu berdzikir dengan menggerak-gerakkan telunjuknya? Klarifikasi atas tuduhan-tuduhan kepada Gus Dur, dulu sering disampaikan di Radio 68 dalam sesi Kongkow bareng Gus Dur,” tutur Pak Acun.

Malam itu, Pak Acun menceritakan banyak hal tentang Gus Dur, antara lain sosok Gus Dur sebagai presiden yang kere, yang dompetnya kosong, dan sabar akan kemiskinan, tentu di luar guyonan-guyonannya.

Acara perayaan Harlah Gus Dur ke-77 itu disambut oleh putri bungsu Gus Dur, Inayah Wulandari dan dipungkasi dengan iringan lagu-lagu kebangsaan oleh musisi-musisi jalanan. (Wahyu Noerhadi/Mahbib)



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Meme Islam PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah