Senin, 21 Maret 2011

Manuskrip Matematika Islam Nusantara Karya Syekh Khatib Minangkabau

Ini adalah halaman terakhir dari manuskrip kitab “Raudhah al-Hussâb fî ‘Ilm al-Hisâb” karangan seorang ulama Nusantara asal Minangkabau (Sumatera Barat) yang berkarir sebagai guru besar, imam, dan khatib di Masjidil Haram Makkah, yaitu Syekh Ahmad ibn ‘Abd al-Lathîf ibn ‘Abdullâh al-Mankabâwî al-Jâwî tsumma al-Makkî (dikenal dengan Ahmad Khatib Minangkabau, w. 1916).

“Raudhah al-Hussâb” memuat kajian ilmu hitung atau matematika. Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab. Keberadaan kitab ini menjadi istimewa, karena terbilang sebagai khazanah intelektual Islam Nusantara yang mengkaji ilmu sains, dalam hal ini adalah matematika, yang sangat langka ditemui, karena rata-rata literatur karya ulama Nusantara kebanyakan mengkaji bidang agama.

Manuskrip Matematika Islam Nusantara Karya Syekh Khatib Minangkabau (Sumber Gambar : Nu Online)
Manuskrip Matematika Islam Nusantara Karya Syekh Khatib Minangkabau (Sumber Gambar : Nu Online)

Manuskrip Matematika Islam Nusantara Karya Syekh Khatib Minangkabau

Dalam “Raudhah al-Hussâb”, kepakaran Syekh Ahmad Khatib Minangkabau di bidang ilmu sains tampak dengan sangat jelas. Hal ini sekaligus menegaskan kapasitas intelektual beliau yang ensiklopedis dan lintas disiplin ilmu, yang mampu memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sains. Dalam bidang sains, selain menulis dalam bidang matematika, Syekh Ahmad Khatib juga menulis dalam bidang astronomi (‘ilm al-falak).

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Syekh Ahmad Khatib juga menulis karya lain dalam bidang ilmu matematika, selain kitab “Raudhah al-Hussâb” ini, yaitu “Ma’âlim al-Hussâb fî ‘Ilm al-Hisâb”, yang ditulis dalam bahasa Melayu beraksara Arab (Jawi).

Manuskrip kitab “Raudhah al-Hussâb” tersimpan di Perpustakaan Makkah al-Mukarramah, KSA, dengan nomor kode (?). Syekh Ahmad Khatib Minangkabau menyelesaikan karya ini pada hari Ahad, 19 Zulkaedah 1307 Hijri (bertepatan dengan 8 Juli 1890 M). Manuskrip tersebut adalah manuskrip salinan, yang ditulis oleh murid Syekh Ahmad Khatib, yaitu Syekh Jâdullâh ibn Muhammad Badawî. Jâdullâh menyalin karya gurunya itu di Makkah pada 15 Shafar 1308 Hijri (25 September 1890 M), atau sekitar dua bulan dari masa pengarangannya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kondisi manuskrip secara umum bagus dan teks (tulisan) di dalamnya dapat dibaca dengan baik. Bahasa pada naskah adalah bahasa Arab yang ditulis dengan aksara model “naskhî”. Tinta yang digunakan berwarna hitam dan merah. Jumlah keseluruhan naskah 134 halaman, minus halaman pertama.

Dalam katalog Perpustakaan Nasional King Fahd, KSA, disebutkan bahwa “Raudhah al-Hussâb” karya Syekh Ahmad Khatib Minangkabau telah dicetak pada tahun 1310 Hijri (1892 M). Kemungkinan karya ini dicetak oleh Maktabah al-Taraqqî al-Mâjidiyyah yang berbasis di Makkah. Teks “Raudhah al-Hussâb” dicetak bersama teks-teks ilmu matematika berbahasa Arab lainnya, yaitu “Syarh Fath al-Rabb al-Bariyyah ‘alâ Matn al-Sakhâwiyyah” karangan Husain Muhammad al-Mahallî (w. 1757 M).

Saya tidak bisa mengutip pembukaan kitab “Raudhah al-Hussâb” dikarenakan halaman pertama manuskrip ini hilang. Yang bisa dilacak dari keterangan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dalam karyanya ini pada manuskrip ini hanya pada kata penutup. Beliau menulis;

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 1307 ? ? ? ? ?

(Aku berkata, aku seorang hamba yang faqir kepada Allah Ta’ala, Ahmad Khatib anak Abdul Lathif Khatib dari Jawi [Nusantara], salah satu pengajar di Masjidil Haram di Makkah, juga salah satu murid dari seorang yang alim allamah dan bahr fahhamah Syekh Sayyid Abu Bakar Syatha, semoga Allah memanjangkan usianya dan memberikan kita manfaat dengan keberkahannya. Bahwa aku telah selesai menulis karya ini, yang dinamakan “Raudhah al-Hussâb fî A’mâl al-Hisâb” pada hari Ahad, tanggal Sembilan belas bulan Zulkaedah tahun 1307 Hijri).

Syekh Ahmad Khatib lalu melanjutkan;

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?.

(Saya berharap dari orang-orang yang menemukan kesalahan di dalam karya ini, atau mendapati keluputan di sana, agar sudi kiranya ia membetulkannya setalah menelitinya dengan seksama, dan agar ia sudi memaklumi uzurku atas kesalahan itu. Karena akupun mengakui akan kedangkalan pemahamanku dan sedikitnya penguasaanku dalam bidang ini, juga dalam bidang-bidang keilmuan lainnya. Sesungguhnya yang memberanikan diriku untuk menulis dalam bidang yang agung ini, meskipun aku bukan seorang yang ahli di dalamnya, adalah harapanku yang besar akan pengampunan dan pemaafan dari Tuhanku, seraya aku terus berjalan di atas jalur para ahli keutamaan dan ilmu pengetahuan).

Bidang keilmuan sains (matematika dan astronomi) yang dikuasai oleh Syekh Ahmad Khatib pun “menurun” kepada beberapa muridnya dari Nusantara, di antaranya adalah Syekh Ahmad Dahlan Falak (Tremas lalu Semarang, adik kandung Syekh Mahfuzh Tremas dan menantu Kiai Soleh Darat Semarang), Syekh Ahmad Dahlan Darwis (pendiri Muhammadiyyah), Syekh Thahir Jalaluddin Falak (Minangkabau lalu Singapura), Haji Rosul (Abdul Karim Amrullah, ayah HAMKA), dan lain-lain. (A. Ginanjar Sya’ban)



Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budaya, News PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Minggu, 20 Februari 2011

Pesantren Al-Muayyad Windan Bedah Materi Muktamar NU

Sukoharjo, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Puluhan santri Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan Makamhaji Sukoharjo mengikuti kegiatan kelas “Bedah Materi Muktamar NU ke-33”. Acara yang dipusatkan di aula pondok setempat ini dilaksanakan selama dua hari (16-17/8).

Pesantren Al-Muayyad Windan Bedah Materi Muktamar NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren Al-Muayyad Windan Bedah Materi Muktamar NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren Al-Muayyad Windan Bedah Materi Muktamar NU

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan, KH M Dian Nafi’, selama dua hari tersebut para peserta yang juga ada dari luar Windan, akan mengkaji berbagai hasil materi yang telah dibahas pada Muktamar NU di Jombang, belum lama ini.

“Secara umum, materi muktamar yang didiskusikan meliputi kajian dari empat komisi pada Muktamar NU,” terang Wakil Syuriyah PWNU Jateng itu.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Empat komisi tersebut antara lain Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah (kajian masalah kontemporer), Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah (masalah tematik), Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah (masalah perundang-undangan), dan Komisi Program.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

“Pengkajian ini diharapkan menjadi bekal penting bagi para santri untuk terjun di masyarakat dan saat mereka menjadi pemimpin kelak,” imbuh Gus Dian.

Koordinator pelaksana acara ini, Ahmad Asrof Fitri menambahkan pihaknya mendatangkan beberapa narasumber yang kompeten.

“Selain Kiai Dian, juga ada narasumber lain untuk membahas pelbagai persoalan seperti Hukum BPJS, Ketenagakerjaan, hukum mati, pasar bebas dan lain sebagainya,” ujar dia. (Ajie Najmuddin/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syariah, Makam, Meme Islam PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jumat, 18 Februari 2011

Saat Gerhana Bermuhasabah dan Bersedekahlah

Bandung, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Gerhana bulan total pada Rabu (8/10) mulai pukul 17.25 dan berakhir pada 20.33. Di Masjid Iqomah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung digelar shalat Khusufil Qomar sesudah melaksanakan Shalat Maghrib.

Menurut DKM Masjid Iqomah, gerhana bulan ialah bukti tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Karena itu kejadian luar biasa, umat Islam perlu bermuhasabah terhadap diri. "Gerhana bulan adalah semacam keagungan Allah. Untuk mengagungkan kekuasaan Allah, memperbanyak zikir," ujar dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini.

Saat Gerhana Bermuhasabah dan Bersedekahlah (Sumber Gambar : Nu Online)
Saat Gerhana Bermuhasabah dan Bersedekahlah (Sumber Gambar : Nu Online)

Saat Gerhana Bermuhasabah dan Bersedekahlah

Dia mengatakan bahwa memperbanyak istighfar di saat gerhana bulan adalah sebagai permohonan ampun kepada Allah sehingga pada saat itu tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti bencana alam.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

"Istighfar gunanya adalah doa mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa, tidak pula terjadi hal bencana yang luar biasa. Memohon ampun pada Allah agar tidak terjadi apa-apa," jelasnya.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Rais Syuriyah Majellis Wakil Cabang (MWC) NU Kecamata Panyileukan ini juga menjelaskan pentingnya bersedekah saat gerhana untuk membersihkan diri. Logikanya ketika memohon ampun kepada Allah, pasti penyelesaiannya dengan aspek sosial. "Ketika kita berbuat kesalahan pada saat menunaikan haji, maka diselesaikan dengan aspek sosial, seperti melakukan dam," jelasnya.

Tetapi berbeda, lanjutnya, ketika kita mempunyai kesalahan kepada manusia, tidak mungkin meminta maaf langsung kepada Allah sebab perlu meminta maaf terlebih dahulu kepada orang tersebut. "Kalau kesalahan kepada manusia harus diselesaikan kepada manusia. Kalau kesalahan kepada Allah diselesaikan dengan bersedekah," pungkasnya. (Bakti Habibie Yasin/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tegal PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 14 Februari 2011

Ini Pesan Ketum Pergunu untuk Perguruan Tinggi NU

Mojokerto, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah



Forum Silaturahim Kongres Pergunu II merupakan ajang silaturahim yang digelar menjelang Pembukaan Kongres. Berlangsung di Ponpes Amanatul Ummah, Pacet Mojokerto, Kamis (27/10), forum ini menghadirkan sejumlah pembicara, diantaraya Penasihat Pergunu KH As’ad Said Ali, Ketua Pergunu KH Asep Saifuddin Chalim, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Asep Kadarusman, dan Katib Syuriyah PBNU KH M Mujib Qulyubi.

Ini Pesan Ketum Pergunu untuk Perguruan Tinggi NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Ini Pesan Ketum Pergunu untuk Perguruan Tinggi NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Ini Pesan Ketum Pergunu untuk Perguruan Tinggi NU

Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim mengatakan forum silaturahim tersebut dilaksanakan sebagai ajang peningkatan ukhuwah, mengetahui aspirasi dan masukan peserta yang bisa menjadi tambahan materi kongres.

Ia mengingatkan bahwa kita harus tetap berbaik sangka saat menghadapi setiap persoalan. Ia mengatakan Allah tidak memberikan sesuatu kepada seseorang kecuali itu akan baik baginya. Oleh karena itu setelah bersikap tawakal, pasti akan berhasil.

Menurutnya umat Muslim tidak boleh putus asa. Termasuk dalam perebutan dominasi idealisme yang paling baik bagi kita, yang akan bermanfaat tidak hanya untuk sebagian pihak, namun juga untuk rahmatan lil alamin.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Saat ini Pergunu tengah dan terus memperjuangan idealisme yaitu menebarkan ajaran aswaja. Idealisme tersebut jangan sampai hanya menuruti kemauan kelompok pemodal, karena akan menyebabkan kekacauan.

Kiai Asep juga menyebutkan problem yang saat ini tampak kasat mata di NU adalah lahirnya Uiversitas NU di mana-mana. Ia mempertanyakan, mau apa setelah lahir? Tentu saja Universitas NU lahir untuk keberhasilan. Jangan sampai Universitas NU lahir untuk mati karena tidak menyiapkan diri.

Sumber daya manusia (SDM) yang tangguh menjadi keperluan mendesak yang harus disiapkan sekolah dan perguruan tinggi NU. Kiai Asep mengatakan di Institut Kiai Haji Abdul Chalim yang merupakan pengembangan dari Ponpes Amanatul Ummah, diberlakukan pekan penyempurnaan yaitu penambahan jam mata kuliah untuk mengantisipasi adanya kekurangtercapaian jumlah pertemuan tatap muka bagi dosen pengajar.

Institut atau perguruan tinggi NU juga hendaknya tidak sekadar atau asal-asalan didirikan dan dikelola. Pengetahuan bahasa asing seperti Bahasa Arab dan Inggris, serta Ilmu Akuntansi, perlu diajarkan kepada mahasiswa.?

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selanjutnya wawasan mahasiwa harus dibangun. Para mahasiswa diwajibkan mengikuti seminar nasional dan internasional. Dengan itu, Pergunu akan mampu mempertanggungjawabkan kualitas pendidikan, dan menjadi andalan. (Kendi Setiawan/Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Santri PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Senin, 31 Januari 2011

Mengasah Bakat Terpendam Atlet Pesantren

Rasulullah merupakan olahragawan tangguh. Beliau menyukai latihan fisik dengan berkuda, memanah, dan berenang. Inilah yang membuat beliau selalu bugar sehingga mampu menjalankan ibadah dan melayani umat dengan baik. Ada beberapa kisah tentang olahraga yang dilakukan Rasulullah. Rasulullah pernah beradu lari dengan istri terkasihnya, Aisyah. Pada perlombaan pertama Aisyah menang, tetapi beberapa waktu kemudian, saat melakukan pertandingan ulang, ternyata Rasulullah yang menang. Beliau juga pernah menang bergulat dengan orang Rukanah, pegulat terhebat di Makkah saat itu. Dan beliau memenangkan pertandingan tersebut. Sayangnya, pentingnya berolahraga dan menjaga kebugaran fisik yang dicontohkan oleh Rasulullah kurang mendapat perhatian secara serius dari umat Islam. Hingga kini, tak banyak prestasi olahragawan Muslim yang ditorehkan di tingkat dunia. ? ?

Sebelum era industri, seluruh aktivitas manusia mengandalkan kemampuan fisik. Dengan demikian fisik bergerak yang menjadikan tubuh sehat. Kemajuan teknologi menyebabkan banyak aktivitas fisik diganti oleh mesin. Kini berbagai hal cukup dikendalikan dari ujung jari. Kemudahan-kemudahan tersebut bisa melenakan dan menjadi bencana kesehatan jika tidak awas. Olah fisik tetap perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan. Jika dahulu penyakit yang diderita kebanyakan penyakit menular seperti tipus, pes, flu, dan lainnya, kini pembunuh terbesar manusia adalah penyakit diabetes, stroke, dan jantung. Jika dulu banyak orang kurus kering karena kurang makan, kini obesitas menjadi permasalahan global. Ini merupakan penyakit karena perilaku.

Mengasah Bakat Terpendam Atlet Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Mengasah Bakat Terpendam Atlet Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Mengasah Bakat Terpendam Atlet Pesantren

Urusan kesehatan bukan hanya soal individu tiap warga negara, tetapi juga menyangkut produktivitas warga negara. Jika banyak warga negara yang sakit, maka produktivitas nasional juga menurun, apalagi saat ini pemerintah memberikan jaminan kesehatan melalui layanan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Jika banyak warga negara yang sakit, maka negara harus ikut menanggung biaya pengobatannya. Tentu saja, mencegah lebih baik daripada mengobati. Demikian kata bijak yang dajarkan oleh para tetua kita. Untuk mempromosikan pola hidup sehat, negara juga harus lebih aktif dalam mengajak masyarakat untuk mencintai pola hidup sehat dengan berolahraga dan mengkonsumsi makan yang sehat. Di sini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memegang peranan penting.

Salah satu program yang dilakukan oleh Kemenpora dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk giat berolahraga adalah adalah mencari bibit-bibit muda pesepak bola dari kalangan pesantren melalui turnamen Liga Santri Nusantara (LSN) yang merupakan turnamen U-18. Sepak bola sendiri merupakan olahraga yang paling populer sejagad sehingga di pesantren juga banyak penggemar sepak bola. Ini akan mendorong tradisi berolahraga yang semakin baik di kalangan pesantren. Secara tradisional, jenis olah fisik yang digemari santri, adalah pencak silat. Zaman dahulu, selain menyehatkan secara fisik, silat juga sangat bermanfaat ketika menghadapi ancaman bahaya saat berdakwah. NU sudah memberi wadah untuk penggemar pencak silat melalui Ikatan Pencak Silat (IPS) Pagar Nusa yang menggelar berbagai kompetisi untuk mencari bakat-bakat unggul.?

Ada banyak bakat olahragawan di kalangan santri. Untuk menghasilkan prestasi maksimal, tentu para santri butuh pembinaan yang intensif dan maksimal. Pebulu Tangkis Tantowi Ahmad yang meraih medali emas di Olimpiade Rio de Jeneiro sebelumnya pernah belajar agama di sebuah pesantren. Ia mendapatkan pelatihan intensif di klub bulu tangkis untuk mengasah bakatnya sampai akhirnya mampu meraih berbagai juara internasional. Fenomena Owi, panggilan akrab Tantowi menjadi motivasi pengembangan olahraga di pesantren.?

Berbagai ajang internasional menunjukkan prestasi olahraga Indonesia jauh dari memuaskan. Hasil olimpiade dari waktu ke waktu yang hanya memperoleh satu atau dua medali emas tentu tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta. Kita masih kalah jauh dengan Korea Selatan yang penduduknya hanya 51 jutaan, tapi dalam Olimpiade Rio de Jeneiro ini mampu meraih sembilan emas . Di tingkat ASEAN pun, kita hanya berada dalam urutan kelima pada SEA Games di Singapura pada 2015. Tentu upaya menciptakan atlet tangguh bukan pekerjaan semalam. Butuh kejelian merekrut bakat-bakat terpendam, termasuk dari lingkungan pesantren dan kemudian membinanya dengan baik. Prestasi olahraga bisa menjadi motivasi untuk mengkampanyekan hidup sehat di masyarakat. (Mukafi Niam)

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budaya PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sabtu, 29 Januari 2011

Kiai Ali Maksum dan Dinamisasi Teks-teks Klasik

Ketika bersantai bersama teman-teman guru dalam suatu obrolan seputar peran ulama, salah seorang dari mereka menyodorkan buku berjudul “Seratus Tokoh Islam Indonesia yang Paling Berpengaruh”. Penulisnya menempatkan KH Hasyim Asy’ari para posisi pertama, disusul kemudian berturut-turut tokoh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan proklamator kemerdekaan Ir Soekarno. Yang menarik ketika membuka daftar isi buku itu adalah tercantumnya nama Kiai Haji Ali Maksum pengasuh pondok pesantren Krapyak Jogjakarta.

Beliau adalah menantu KH Muhammad Moenawwir , pendiri pondok tersebut, seorang ulama Al-Qur’an yang memiliki reputasi hebat, yang mana dari tangan beliau lahir ulama’-ulama’ sekaliber KH Arwani Amin Kudus, KH Muntaha..

Sebagai salah satu lulusan krapyak tentunya secara pribadi bangga mana kala pengasuhnya “dianggap” sebagai sosok yang memiliki pengaruh. Tidak main-main pengaruh itu dalam skala nasional. Namun sesaat kemudian terlintas pikiran “nakal” yaitu pertanyaan” apakah betul bahwa kiai Ali Maksum ini benar-benar  termasuk tokoh yang berpengaruh di Indonesia?

Apakah penulis buku ini benar-benar telah melakukan penilitian serius untuk sampai pada kesimpulan bahwa tokoh Kiai Krapyak ini layak menjadi salah satu dari seratus orang yang berpengaruh!! Apa parameter yang dipakai penulis itu dan apa pula bidang yang telah dipengaruhi oleh kiai Ali ini, sehingga pembaca haqqul yakin bahwa Kiai Ali Maksum ini layak mendapat tempat sebagai tokoh paling berpengaruh. 

Kiai Ali Maksum dan Dinamisasi Teks-teks Klasik (Sumber Gambar : Nu Online)
Kiai Ali Maksum dan Dinamisasi Teks-teks Klasik (Sumber Gambar : Nu Online)

Kiai Ali Maksum dan Dinamisasi Teks-teks Klasik

KH Ali Maksum adalah generasi kedua selevel dengan KH Wahid Hasyim. Beliau seorang putra dari ulama utara jawa tepatnya kota lasem Rembang jawa tengah yaitu KH Maksum. KH Maksum sendiri juga tercatat sebagai pendiri NU bersama para kiai Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah dan lainnya.

KH Ali beberapa tahun mondok di pesantren termas pacitan setelah sebelumnya belajar pada ayahnya sendiri. Studi beliau berlanjut ke makkah belajar dibawa asuhan ayah ataupun kakek sayyid Muahammad Al-Maliki. Menurut riwayat, Kiai Ali Maksum  belajar dimakkah kurang lebih 2 tahun saja.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Selama menjadi pengasuh di Pesantren Krapyak, Kiai Ali juga dipercaya mengajar di IAIN Sunan Kalijaga. Beliau pernah dipercaya menjadi team Lajnah Pentafsir Al-Qur’an. Adapun karir oraganisasi kiai Ali adalah menjabat Rais Aam NU periode 80an setelah Rais Aam KH Bisri Sansuri Jombang wafat.  Pengukuhan kepemimpinan Kiai Ali ini ketika generasi pendiri NU wafat, padahal pada saat itu tokoh-tokoh  NU yang kharismatik( bahkan) secara usia lebih senior dari beliau masih banyak, misalnya KH As’ad Samsul Arifin situbondo, dan KH Ali Mahrus Kediri.

Kiai Ali Maksum tidak diragukan tingkat keilmuannya. Beliau termasuk jenis ulama’ yang berangkat tidak dari bangku sekolah formal layaknya ulama’ sekarang. Justru intelektualitasnya beliau bangun dari pesantren.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kiai Ali sudah kesohor sebagai calon ulama’ handal ketika belajar di Pesantren Termas. Saat itu beliau sudah mendapatkan julukan “Munjid” berjalan, kamus arab karangan non muslim. Beliau juga sedikit berbeda dari ulama’ kebanyakan. Beliau sangat gandrung terhadap logika dan ilmu mantiq. Diantara karya penting yang menjadi petunjuk bahwa kedepan beliau merupakan tokoh penting dan berpengaruh adalah bukunya yang berjudul “Mizanul Uqul fi Ilmil Mantiq” pertimbangan akal dalam ilmu mantiq. Hal inilah tidak mengherankan bila mana santrinya diajak membaca sebanyak-banyaknya kitab apapun dari madzhab apapun, seperti yang pernah dituturkan oleh KH Masdar Farid. Seorang peneliti Belanda Martin van Bruenesen mengklasifikasikan Kiai Ali sebagai kiai alim, sedangkan Kiai As’ad sebagai kiai kanuragan.        

Dalam salah satu tulisan Gus Dur yang berjudul “Baik Belum Tentu Manfaat”, beliau menceritakan satu saat bertanya kepada Kiai Ali Maksum tentang belajar di pesantren sembari melakukan “puasa ngrowot” , yaitu puasa meninggalkan makan nasi dan lauk bernyawa semisal ikan, telur, digantikan sekedar makan ketela dan sejenis umbi-umbi lainnya selama belajar. Gus Dur menyatakan bahwa makanan itu tentunya jauh dari gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan berakibat lemahnya kemampuan santri selama mondok, namun mengapa dalam salah satu karya imam Al-Ghazali “laku” tersebut justru direkomendasinya selama proses belajar? 

Kiai Ali menjawab bahwa “pendapat (Al-Ghazali) itu baik tapi belum tentu manfaat”. Di sini oleh Gus Dur, Kiai Ali dianggap mampu melakukan dinamisasi yang diperlukan terhadap teks-teks klasik. Kiai Ali memahami kebaikan pendapat tersebut namun belum tentu manfaatnya khususnya untuk masa sekarang.

Hal yang tak kalah penting yang mendorong pentingnya posisi beliau dalam pentas nasional adalah momentum estafet kepemimpinan NU pasca wafatnya kiai Bisri Sansuri. Saat itu NU dalam tarikan yang sangat kuat antara NU politik dan NU kultural. Munculnya kelompok Cipete dan kelompok Situbondo menunjukkan indikasi tarik-menarik kepentingan yang sangat kuat saat itu. Bilamana dulu NU salah memilih pucuk pimpinan pengganti Kiai Bisri mungkin saja wajah NU tidak seperti sekarang. Nama-nama seperti KH Ahmad Siddiq, Gus Dur mungkin saja tidak muncul.

Yang menarik, suara-suara pembaharuan dari generasi ketiga NU yang moderat seperti KH Mustofa Bisri, KH Masdar Farid, Gus Dur adalah santri beliau sendiri. Begitu pula suara-suara ulama’sepuh saat itu kompak tertuju pada kiai Ali bahwa beliaulah yang paling cocok mengawal pembaharuan dalam tubuh NU.

Sekarang NU sudah dikenal oleh semua termasuk masyarakat luar. Penelitian tentang NU semakin banyak. Pemerintah nyaman menjalankan roda pemerintahannnya karena dukungan NU terhadap NKRI. Memang semua itu sumbangsih terbesar adalah Gus dur KH Ahmad Siddiq. Namun beliau berdua bekerja mengangkat harkat NU karena back up Kiai Ali Maksum.

Muktamar krapyak 89 menjadi saksi betapa kuatnya dukungan Kiai Ali pada duet kepemimpinan KH Ahmad Siddiq-Gus Dur dari suara ketidakpuasan sebagian kiai terhadap sepak terjang Gus dur selama ini.  Beliau yang mula-mula meredakan situasi internal NU. Beliau yang memberi ruang gerak bagi pikiran-pikiran segar bagi kebaikan NU. Pendek kata kiai Ali Maksum merupakan peletak dasar pikiran moderat NU yang sekarang ini merupakan mainstream NU secara umum.

 

Mohammad Yahya

Alumnus Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budaya, Hadits, Kajian PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Kader NU Jabar Soroti Proses Pengkaderan di Tubuh NU

Bandung, PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Nahdlatul Ulama merupakan ormas terbesar ? di Indonesia, namun sayang sampai saat ini belum mempunyai skema kaderisasi yang terstruktur dan sistematis. Sehingga arah kaderisasi NU di semua tingkatan tidak jelas.

Kader NU Jabar Soroti Proses Pengkaderan di Tubuh NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Kader NU Jabar Soroti Proses Pengkaderan di Tubuh NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Kader NU Jabar Soroti Proses Pengkaderan di Tubuh NU

Hal tersebut disampaikan oleh skretaris Pergunu Jawa Barat, H Saepuloh di sela-sela diskusi bersama Sekretaris Lakpesdam NU Jawa Barat H Dasuki dan Komisioner KPID Jawa Barat M Syaifurrohman yang merupakan kader muda NU Jawa Barat di Sekretariat PWNU Jawa Barat Jl Terusan Galunggung No 9 Bandung, Jumat (4/3/).

“Sebetulnya PBNU pada periode 2010-2015 membuat gebrakan sangat bagus dalam hal kaderisasi, dengan terselenggaranya PKPU (Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama) tingkat Nasional, namun sayang sampai saat ini kegiatan tersebut tidak terdengar lagi,” tutur Saepuloh.

Hal serupa disampaikan oleh Sekretaris Lakpesdam NU Jawa Barat, Dasuki ? bahwa PBNU harus serius dalam menata dan menyistematisasi kaderisasi NU di semua tingkatan.

“PBNU harus serius dalam menata dan menyistematisasi di seluruh tingkatan NU, hal ini untuk mengantisipasi implementasi AD/AR NU pasal 39, yang berkaitan dengan syarat menjadi pengurus NU harus mengikuti kaderisasi, yang mulai efektif tiga tahun setelah ? Muktamar,” tutur Dasuki

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sementara itu, Komisisioner KPID Jawa Barat M Syaifurrohman mengatakan pentingnya kaderisasi agar ? NU tidak hanya hidup dan berkembang hanya karena sejarah dan ritual semata.

“Arus informasi yang begitu bebas dan pertarungan wacana media yang makin keras, mengharuskan NU sebagai organisasi besar memikirkan konsep kaderisasi yang sistematis dan terukur,” tutur Syafurrohman. (Red: Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Olahraga PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah