Sabtu, 26 Juli 2014

MTs Abu Amr, Hadir di Tengah Minimnya Kesadaran Pendidikan

Perkembangan pendidikan formal melaju pesat di tengah tuntutan administratif masyarakat modern. Orang-orang mulai sukar memasuki pos-pos strategis dunia industri atau jabatan di pemerintahan tanpa bukti ijazah resmi yang diakui. Zaman sudah berubah, meski masyarakat belum tentu sepenuhnya turut berubah.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan formal tetap saja ditemukan di sejumlah sudut daerah di Tanah Air. Desa Tambakrejo, Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, adalah salah satu contohnya. Para remaja di kampung dekat Gunung Bromo ini cukup banyak yang tak melanjutkan pendidikan formal tingkat menengah, hingga berdirilah Madrasah Tsanawiyah Abu Amr di tengah-tengah mereka.

MTs Abu Amr, Hadir di Tengah Minimnya Kesadaran Pendidikan (Sumber Gambar : Nu Online)
MTs Abu Amr, Hadir di Tengah Minimnya Kesadaran Pendidikan (Sumber Gambar : Nu Online)

MTs Abu Amr, Hadir di Tengah Minimnya Kesadaran Pendidikan

Nama madrasah itu diambil dari nama mendiang kiai terpandang di Pasuruan, KH Abu Amar Chotib, pendiri Pondok Pesantren Ar-Raudloh yang teguh selama puluhan tahun dengan sistem pembelajaran salafiyah. Awal berdiri pada tahun 2012, MTs Abu Amr mesti bekerja keras merayu masyarakat setempat agar mau bersekolah di madrasah baru ini.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ahmad Suadi Abu Amar, sang pendiri MTs tersebut, mengaku berat menarik minat warga Tambakrejo pada masa-masa rintisan itu kendati sudah mengerahkan santri-santrinya di Pesantren Ar-Raudloh untuk mencari murid baru. Tapi ia amat sadar, ini hanya bagian dari proses, yang kelak pasti membuahkan hasil.

Jika mau, warga di Tambakrejo sebetulnya bisa menyekolahkan anaknya di MTs atau SMP di Kecamatan Pasrepan. Jaraknya bervariasi, dari dua kilometer hingga empat kilometer. Tapi hal itu tak terjadi memuaskan. Mereka butuh sentuhan personal untuk membangkitkan kesadaran berpendidikan. Dan itulah yang dilakukan MTs Abu Amr dengan mendatangi rumah door to door, membujuk warga untuk bersama menghidupkan MTs.

Jerih payah pun berbuah. MTs gratis yang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Ar-Raudloh ini sukses merekrut murid, menjalankan proses belajar-mengajar, hingga mewisuda 33 anak untuk angkatan pertama pada tahun 2015.

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Soal kurikulum, MTs Abu Amr Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran agama dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) untuk mata pelajaran umum. Pola rencana belajar semacam ini mengikuti anjuran dari Kementerian Agama, sebagaimana lazim dilakukan madrasah-madrasah lainnya.

Selain pembelajaran di kelas, para siswa MTs Abu Amr juga dilibatkan dalam berbagai ajang kompetisi di tingkat kabupaten maupun provinsi. Lomba-lomba yang pernah diikuti madrasah rintisan ini antara lain lomba kaligrafi (pernah juara II tingkat kabupaten), lomba catur (pernah juara II tingkat kabupaten), lomba mata pelajaran agama, dan lomba mata pelajaran sains.

Berbasis Pesantren

Selain warga Tambakrejo dan sekitarnya, peserta didik di MTs Abu Amr berasal dari dari para santri Pesantren Ar-Raudloh yang sehari-hari tinggal di gothaan (kamar asrama). Semula untuk bisa sekolah formal, mereka mesti keluar desa. Tapi sejak MTs Abu Amr berdiri, para santri remaja ini beralih ke MTs baru yang letaknya tak jauh dari Pesantren. Mereka berasal dari dalam dan luar kota Pasuruan.

Pesantren Ar-Raudloh memang mewajibkan para santri usia produktif berpendidikan formal. Tapi santri tetap menjalani aktivitas pesantren seperti umumnya santri. Ada sorogan kitab kuning, wirid rutin, dan kewajiban sembahyang berjamaah. Pada pagi hari, santri (remaja) wajib belajar di sekolah formal, dilanjutkan di madrasah diniyah ula dan wustha di siang hari, lalu sorogan mengaji berbagai kitab pada sore dan selepas maghrib. Bakda isya’ adalah saat santri belajar santri membaca ulang pelajaran yang seharian diterima.

Nuansa pesantren juga menjiwai MTs Abu Amr. Sejumlah kebijakan penting di madrasah ini tak boleh melenceng dari prinsip Pesantren Ar-Raudloh yang menaunginya. Pendidikan karakter menjadi tujuan yang dikedepankan bagi para peserta didik. Pesantren yang semula hanya diisi santri lelaki ini, sejak tahun 2013 lalu mendirikan Pondok Pesantren Putri Ar-Raudloh di lokasi terpisah yang tidak terlalu jauh.

Sang pendiri tak ingin MTs sebagai ujung dari pendidikan formal para siswa. Untuk kepentingan ini, Madrasah Aliyah Abu Amr segera dibangun begitu MTs Abu Amr meluluskan siswa untuk pertama kalinya. Hampir seluruh alumni menyambung pendidikan aliyah mereka di sini. Hanya satu dua melanjutkan ke sekolah menengah atas di luar. Selain itu, MA Abu Amr juga menerima murid keluaran dari MTs lain.

Ahmad Suadi, pengasuh Pesantren Ar-Raudloh itu, merasa senang hingga kini lembaga pendidikannya berkembang sehat. Menurut Kepala Tata Usaha MTs Abu Amr, Abdul Azis, saat ini MTs Abu Amr memiliki 117 murid, sementara MA Abu Amr 37 murid. Acara kirab dan perayaan pada momen-momen tertentu terus digelar untuk kian mengembangkan syiar madrasah.

Madrasah ini didirikan atas semangat gotong royong. Guru-gurunya tak digaji dengan nominal pasti. Ahmad Suadi, pengasuh Pesantren Ar-Raudloh itu, percaya, jalur pendidikan adalah strategi efektif untuk memperbaiki perilaku dan kondisi masyarakat. Ketika lulusan madrasah setempat memiliki ijazah formal, mereka juga diharapkan dapat memperluas bidang perjuangan, tak hanya di mushala atau pesantren tapi juga di perusahaan atau di posisi-posisi strategis pemerintahan. (Mahbib)







Dari Nu Online: nu.or.id

PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahlussunnah, Pesantren PP Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah